Mengenal Gunung Raksasa Aktif, Gunung Anak Krakatau

Gunung Anak Krakatau
Litografi aledakan Gunung Krakatau

Seruni.id – Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda tengah menjadi sorotan masyarakat Indonesia belakangan ini. Sebab, Gunung Anak Krakatau tersebut mengalami peningkatan aktivitas sejak 18 Juni 2018 lalu. Kemudian, Anak Krakatau dilaporkan telah mengalami letusan di Sabtu pagi, tanggal 25 Juni 2018 pukul 07.14 WIB.

Lalu, seperti apakah Gunung Anak Krakatau tersebut? Bagaimana asal mula munculnya gunung laut yang berukuran raksasa tersebut?

Didapatkan informasi yang berhasil ditelusuri, Anak Krakatau ini sendiri baru muncul pada tahun 1927. Gunung Anak Krakatau muncul setelah ‘ibunya’, yaitu Gunung Krakatau ‘menghilang’ akibat letusannya sendiri pada 26-27 Agustus 1883.

Saat Gunung Krakatau meletus, letusan maha dahsyat dengan daya ledak mencapai 30.000 ribu kali bom atom itu mengakibatan tsunami setinggi 40 meter dan menewaskan sekitar 36.000 jiwa.

Dapat dikatakan bahwa letusan Krakatau pada Agustus 1883 adalah letusan yang paling mematikan dari sejarah modern gunung berapi. Tak heran sebenarnya, karena Gunung Krakatau merupakan salah satu Super Vulkano atau Gunung Api Raksasa yang berada di Indonesia selain Gunung Toba dan Gunung Tambora.

Litografi Ledakan Gunung Krakatau di Tahun 1883

Selain meninggal karena terkena awan panas dan lahar, korban meninggal juga diakibatkan oleh tsunami yang terjadi karena meldaknya gunung berapi tersebut. Dampak letusan Gunung Krakatau bahkan tak hanya dirasakan oleh masyarakat Indonesia, namun juga dunia. Suara ledakanya terdengar sampai Benua Australia dan Benua Afrika. Selain itu akibat ledakan Gunung Krakatau, menggelapkan dunia selama tiga (3) hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer serta menurunkan suhu berbagai belahan dunia.

Debu vulkanik merambah hingga 6.076 km jauhnya ke arah Barat Laut. Suhu global rata-rata saat itu turun hingga 1,2 derajat lebih dingin dalam waktu 5 tahun. Sinar Matahari redup karena tak dapat menembus lapisan debu sampai setahun berikutnya. Hamburan debu terlihat di langit Norwegia hingga New York.

Baca juga: 12 Gunung Di Indonesia yang Memiliki Sunrise Terindah

Kemunculan Gunung Anak Krakatau diketahui sekitar 44 tahun lalu yakni pada 1927, Gunung Anak Krakatau menampakkan dirinya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0.5 meter (20 inci) per bulan. Setiap tahun anak Krakatau ini menjadi lebih tinggi sekitar 4-6 meter (20 kaki) dan lebih lebar 12 meter (40 kaki).

Saat ini, diketahui bahwa ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara itu, ibunya, Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.

Diketahui sebelumnya, Gunung Anak Krakatau mulai meletus pada September 2012 sebanyak 18 kali. Sejumlah rumah di Bandar Lampung terkena dampak hujan abu material gunung, meski jarak keduanya cukup jauh. Pemerintah pun memberikan status Waspada (level 2) kepada gunung tersebut saat itu.

Keaktifan gunung tersebut selalu dipantau sejak itu. Hingga pada tanggal 18 Juni 2018 lalu, Gunung Anak Krakatau mengalami peningkatan aktivitas vulkanik. Pada tanggal 25 Juni 2018 terjadi letusan dengan kolom abu setinggi 1.000 meter.

Gunung Anak Krakatau

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyebut terdapat pergerakan magma ke luar permukaan sehingga terjadi letusan. Letusan yang melontarkan abu vulkanik dan pasir. Namun, letusan diprediksi tidak membahayakan penerbangan pesawat terbang. VONA (Volcano Observatory Notice For Aviation) orange. Erupsi juga tidak berbahaya selama berada di luar radius 1 kilometer dari puncak kawah.

Tinggi kolom abu saat Anak Krakatau tersebut meletus adalah 1000 meter dengan ketinggian 1.035 meter di atas permukaan laut. Meskipun mengalami letusan, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo, menyatakan bahwa erupsi tidak membahayakan penerbangan. Hanya untuk masyarakat dan wisatawan dilarang untuk mendekati kawah gunung tersebut dengan radius 1 km. Jadi, tidak ada perubahan status bagi gunung ini.

Diketahui bahwa Gunung Anak Krakatau telah berstatus waspada sejak tahun 2012 lalu. Sehingga pengamatan intensif dilakukan sejak tahun tersebut dan berlanjut sampai saat ini. Sutopo menyatakan bahwa letusan yang terjadi kemarin adalah hal biasa karena gunung ini masih aktif untuk tumbuh besar dan tinggi.

Meskipun begitu, Sutopo memastikan kondisi saat ini masih aman. Sutopo mengimbau agar masyarakat tak perlu khawatir sebab pihak terkait terus memantau perkembangan aktivitas Gunung Anak Krakatau.