Menelusuri Jejak Walisongo Sepanjang Pantura Jawa

Walisongo
image source : www.wisatadigital.com

Seruni.id – Peran besar Walisongo dalam perkembangan Islam di Pulau Jawa berlangsung sejak abad ke-14. Sepak terjang mereka menjadi simbol penyebaran ajaran Islam yang meninggalkan “jejak” di sepanjang  wilayah Pantai Utara Jawa. Khususnya, daerah Gresik, Demak, Kudus, Muria, dan Cirebon.

Bertahun-tahun kemudian, jejak-jejak walisongo ini menjadi petunjuk jalan bagi mereka yang ingin menelusuri perkembangan Islam di tanah air yang disebarkan oleh walisongo. Tempat-tempat yang menjadi pusat kegiatan Walisongo pun menjadi situs-situs sejarah yang menarik hati setiap pelancong yang datang.

Makam Sunan Gunung Jati dan Sunan Bonang

Jika keberangkatan Anda dari Jakarta, makam Sunan Gunung Jati dapat mengawali penelusuran Anda. Makam yang terletak di desa Astana, Cirebon Utara, Jawa Barat ini berjarak 6 km dari pusat kota Cirebon dan dilalui jalur utama Cirebon-Indramayu. Makam yang berada di area seluas 4 hektar ini memiliki arsitektur bergaya Jawa, Arab, dan Cina.  Keberadaan sembilan pintu makam yang bertingkat—makam Sunan di tingkat kesembilan, menjadi keunikan dan daya tarik tempat ini. Namun, pengunjung hanya diperkenankan hingga pintu kelima karena pintu selanjutnya hanya diperuntukkan bagi keturunan Sunan Gunung Jati saja. Di kawasan wisata ini juga selalu diadakan ritual rutin, seperti Grebeg Syawal, Grebeg Rayagung, dan pencucian jimat.

Selain  Sunan Gunung Jati, makam Sunan Bonang juga terletak di Jawa Barat, yaitu di Desa Bonang, Panyingkiran, Majalengka. Sunan Bonang juga memiliki makam di Tuban, Jawa Timur. Meskipun yang di Tuban lebih ramai dikunjungi, di makamnya hanya terdapat kain kafan dan pakaian beliau saja. Makam ini sebagai wujud rasa hormat murid Sunan Bonang yang berasal dari Madura. Namun, Murid tersebut tidak bisa membawa jenazah Sunan Bonang untuk dimakamkan. Sebagai gantinya, dia hanya membawa pakaian dan kain kafannya saja.

Baca juga: Megahnya Masjid Raya Sumbar, Salah Satu Destinasi Wisata Religi Anda

Mesjid Agung Demak

Perjalanan menyusuri Pantura Jawa, membawa ke peninggalan Walisongo berikutnya di daerah Demak, Jawa Tengah, yaitu Mesjid Agung Demak. Mesjid yang terletak di Desa Kauman ini dibangun oleh Sunan Ampel pada tahun 1466 sebagai Mesjid Pesantren Glagahwangi. Mesjid ini merupakan pusat kegiatan Islam pada masa itu di bawah asuhan para wali. Yang unik dan menarik dari bangunan nan megah dan anggun ini adalah atapnya yang berbentuk limas/piramida bersusun tiga. Bentuk tersebut dimaknai sebagai akidah Islamiyah, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.

Di bangunan dalamnya terdapat 4 soko guru, masing-masing setinggi 1.630 cm,  yang dipancang ke 4 penjuru mata angin oleh 4 wali. Barat Laut oleh Sunan Bonang, barat daya oleh Sunan Gunung Jati, tenggara oleh Sunan Ampel, dan timur laut oleh Sunan Kalijaga. Mesjid ini juga memiliki peninggalan dari beberapa kerajaan pada masa itu. Antara lain, 8 tiang (Soko Majapahit) yang dihadiahkan Prabu Brawijaya V, 66 keramik berwarna biru dan putih peninggalan Kerajaan Champa di dinding depan mesjid, dan prasasti ”Condro Sengkolo” pada mihrab yang merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit. Mesjid Agung Demak bernilai historis dan arkeologis sangat tinggi sehingga termasuk salah satu bangunan peninggalan Islam terpenting di  Asia Tenggara.

Masih di daerah Demak, tepatnya di Desa Kadilangu, terdapat Mesjid  Kadilangu yang dibangun oleh Sunan Kalijaga dan makam wali yang bernama Raden Said ini. Lokasi ini berjarak sekitar 26 km dari Kota Semarang.

Makam Sunan Kudus dan Sunan Muria

Jaffar Shadiq atau Sunan Kudus dimakamkan di kawasan Mesjid Menara Kudus yang terletak di Desa Kauman, Kudus, Jawa Tengah. Tak jauh dari makam, berdiri Mesjid Menara Kudus yang didirikannya tahun 1549. Mesjid ini menjadi satu dengan Menara Kudus yang dibangun tahun 1685. Bangunan kuno ini menampilkan akulturasi budaya Hindu, Jawa, dan Islam. Mesjid, menara, dan makam menjadi bagian dari cikal bakal Kota Kudus. Di kawasan wisata ini selalu diadakan Upacara Buka Luwur setiap 10 Muharam dan  tradisi menyambut bulan puasa “Dhandhangan’.

Sekitar 30 km arah utara Mesjid Menara Kudus, terdapat makam Sunan Muria. Tepatnya, di Desa Colo, Dawe, Kudus. Lokasi di atas bukit menjadi daya tarik kawasan ini. Untuk mencapai makam, pengunjung harus menapaki anak tangga sekitar 500 m. Pengunjung yang tak cukup kuat seringkali menggunakan jasa ojek. Dengan ojek, memang tantangannya sedikit berkurang, tetapi terbayar oleh pemandangan indah sepanjang perjalanan. Letak makam tersebut menunjukkan daerah penyebaran ajaran Islam oleh Sunan Muria, yaitu di kawasan Gunung Muria. Puncak gunung tersebut menjadi basis pesanggrahan wali yang bernama asli Raden Umar Said ini.

Makam 4 Wali di Jawa Timur

DI tengah keriuhan Kota Surabaya, Anda bisa mengunjungi makam Sunan Ampel yang berada di Komplek Mesjid Jami Ampel, Jalan Ampel Mesjid 53 dan Jalan Ampel Suci 54. Kawasan ini memiliki daya tarik bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Daya tarik terpancar dari bangunan mesjid nan unik dan kokoh yang berusia lebih dari 500 tahun.

Lalu, terdapat bedug berusia ratusan tahun di pelataran mesjid dan air keramat dari sumur tua yang diyakini berkhasiat menyembuhkan segala macam penyakit. Makam sunan yang bernama asli Raden Rachmad ini berada tak jauh dari mesjid. Pengunjung harus mematuhi larangan saat berziarah ke makam, seperti larangan melepas sepatu/sandal, mengambil gambar, dan shalat di area makam.

Di perbatasan Surabaya-Gresik, di Desa Giri, Kebomas, Gresik terdapat makam Raden Paku atau Sunan Giri. Komplek makan yang terletak di puncak Bukit Giri, sekitar 4 km dari Kota Gresik, sering dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan mancanegara. Sementara, di Desa Gapura, Gresik, bersemayam Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik. Ayah dari Sunan Ampel ini merupakan wali tertua dari kesembilan wali. Semasa hidupnya dikenal sebagai ulama, tabib, dan juga ahi bercocok tanam.

Keturunan kedua Sunan Gresik, anak dari Sunan Ampel,yaitu Sunan Drajat dimakamkan di Desa Drajat, Paciran, Kabupaten Lamongan. Dari Surabaya atau Tuban, dapat ditempuh melalui Jalan Daendles, atau sekitar 30 menit dari Lamongan. Makam terletak dalam Komplek Pesantren Dalem Duwur yang menjadi pusat dakwah sunan yang bernama kecil Raden Qosim ini.

(Berbagai sumber)