Allah dan Rasulnya Menyatakan Perang dengan Dua Dosa Ini

vocfm.co.za

Seruni.id – Sebagai seorang muslim, kita pasti ingin dicintai Allah SWT. Ingin dekat dengan-Nya, dan terus bisa berjalan di atas perintah-Nya, meninggalkan segala larangan-Nya. Namun, bagaimana jika selama ini kita dekat dengan dosa besar? Allah dan Rasulnya menyatakan perang dengan dua dosa yang akan kita bahas kali ini, dan semoga di antara kita tidak lagi dekat dengan dua dosa berikut ini:

 

View this post on Instagram

 

A post shared by الحبيب توفيق السقاف (Admin) (@habibtaufiqassegaf) on

Mengganggu Wali Allah (Orang-orang yang Dicintai Allah)

Mencintai para wali Allah Azza wa Jalla merupakan amal ibadah atau taqarrub yang disyariatkan Allah Azza wa Jalla. Dengan mencintai wali Allah, seseorang akan lebih dekat kepada Allah, sebab mencintai sesuatu karena Allah adalah salah satu tali simpul keimanan yang paling kuat. Seperti dalam hadits shahih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tali simpul iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” [HR. Ath-Thabrani]

Dalam hadits lainnya pun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka sungguh ia telah menyempurnakan imannya.”

Maka, kita wajib mencintai para wali Allah, para kekasih Allah. Jangan sampai ada kebencian dan dengki dalam hati kita. Salah satu doa yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kita baca adalah:

“Ya Allah, aku meminta kecintaan-Mu, dan kecintaan orang yang mencintai-Mu, serta kecintaan pada amalan yang mendekatkanku menuju kecintaan-Mu.” [HR. Ahmad, al-Hâkim, al-Bazzar]

Jika mencintai para wali Allah itu termasuk ibadah yang agung, maka sebaliknya, membenci dan memusuhi para wali Allah Azza wa Jalla merupakan perbuatan dosa besar. Dalam sebuah hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda meriwayatkan dari firman Allah Azza wa Jalla:

“Barangsiapa yang memusuhi wali–Ku, maka sungguh kata Allah aku telah mengumumkan perang terhadapnya.”

Lalu siapakah para wali Allah itu? Dalam Bahasa Arab, kata wali diambil dari kata al-walayah yang artinya kedekatan. Jadi, wali adalah orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan shalih dan perkataan yang lurus. Semakin shalih amalan yang mereka lakukan, maka akan semakin dekat kedudukannya dengan Allah, dan semakin besar pula kadar kewaliannya.

Para Wali memiliki tingkat kewalian yang berbeda-beda. Secara garis besar, mereka terbagi menjadi dua golongan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, yakni: Sabiqun Muqarrabun, atau boleh disingkat Muqarrabun; orang-orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan perkara-perkara sunnah, sesudah melaksanakan perkara-perkara wajib.

Dan golongan kedua, Ashabul Yamin Muqtashidun, yakni; golongan kanan yang mencukupkan diri dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan perkara-perkara haram tanpa banyak melakukan perkara-perkara sunnah. Hal ini di dasarkan pada banyak nash al-Quran pun Hadits.

Kewajiban mencintai para wali Allah wajib diwujudkan dalam batasan-batasan yang ditentukan syari’at, yakni dengan cara mendoakan mereka, menyayangi, memuliakan dan membela mereka, baik ketika masih hidup maupun setelah wafat. Di antara doa yang diajarkan oleh Allah kepada umat manusia yakni firman-Nya:

“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” [Al-Hasyr/ 59: 10]

Rentenir

Dosa kedua adalah rentenir atau sering juga disebut tengkulak (terutama di pedesaan) merupakan orang yang memberi pinjaman uang tidak resmi atau resmi dengan bunga tinggi.

Pinjaman melalui rentenir tidak diberikan melalui badan resmi seperti bank, dan apabila si peminjam tidak mampu membayar maka sang rentenir akan mengirimkan bodyguard-nya untuk menagih dengan mempermalukan si peminjam, atau bahkan memukuli serta menganiayanya.

Baca Juga: 5 Hal yang Membuat Sedekah Menjadi Sia-sia

Dan di zaman yang semakin modern ini, mirisnya praktek-praktek renten atau riba justru semakin marak. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dari begitu banyaknya korban yang berjatuhan karena praktek rentenir tersebut.

Dampak negatif dari praktek rentenir sangat banyak dan membahayakan. Maka, Islam menghimbau ummatnya untuk senantiasa waspada, karena Allah Subahanu Wa Ta’ala dengan jelas sangat melarangnya. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya:

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah [2] : 275)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam pun bersabda yang artinya:

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam melaknat pemakan riba rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba. Kata Beliau, ‘semuanya sama dalam dosa’.” (HR Muslim no. 1598)

Bahkan tentang dosa riba ini pun tidak tanggung-tanggung, Rasulullah menetapkan dengan tegas dosa dan bahaya riba, tidak ada bedanya dengan dosa membunuh manusia, karena dengan menjalankan riba, maka akan menyebabkan adanya kerusakan dunia dan akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah:

“Jauhilah olehmu tujuh perkara yang merusak”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apa saja tujuh perkara itu?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa dengan tidak ada alasan hak-hak, memakan hasil riba, memakan harta anak yatim, lari dari ajang pertempuran melawan musuh agama, dan menuduh berbuat zina wanita-wanita mukmin yang terpelihara kehormatannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Sementara menurut bahasa, riba dapat di artikan ke dalam beberapa definisi, karena pada dasarnya pengertian riba menurut islam sendiri di masyarakat lebih dikenal dengan renten. Berikut pengertiannya:

  • Menambah, karena menambahkan sesuatu yang telah dipinjamkan atau dihutangkan merupakan salah satu perbuatan dari riba.
  • Mengembangkan, karena salah satu unsur riba juga dengan membungakan uang atau benda atas yang dihutangkan atau yang dipinjamkannya kepada orang lain.
  • Melebihkan, karena praktek riba juga harus melebihkan uang atas yang dipinjamkannya ketika melunasinya.

Adapun menurut para ahli, riba dapat didefinisikan sebagai berikut:

  • Menurut Syaikh Muhammad Abduh, riba merupakan penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang ditentukan.
  • Sedangkan menurut Ibnu Katsir, yang dimaksud riba adalah menolong atau membantu, tapi mencari keuntungan dibalik pertolongan tersebut bahkan mencekik dan menghisap darah.

Tafsir yang pertama mengenai riba yakni terdapat dalam surat Ali-Imran ayat 130, dan berikut arti dari ayat tersebut:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang kafir.” (QS Ali-Imran [3] : 130)

Tafsir yang kedua berada dalam surat An-Nisa ayat 160-161, dan berikut arti dari ayat tersebut:

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang didahuluinya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesunggunya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” (QS An-Nisa : 160-161)

Tafsir yang ketiga ada pada surat Ar-Ruum ayat 39, dan berikut arti dari ayat tersebut:

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS Ar-Ruum : 39)

Tafsir yang terakhir ada pada surat Al-Baqarah ayat 275-279, dengan arti dari ayat tersebut:

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.

Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala disisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS Al-Baqarah [2] : 275-279)

Dan berikut penjelasan lebih lengkap mengenai haramnya riba: Jangan Abaikan Haramnya Riba!

Wallahu a’lam.