Belajar dari Siti Hajar

Seruni.id – Siti Hajar adalah salah satu contoh perempuan tangguh di masa kenabian, yaitu Nabi Ibrahim. Kisahnya yang sangat menyedihkan dan memilukan diabadikan Allah dalam ibadah haji dan umroh yaitu Sa’i.

Berawal dari diperistrinya Siti Hajar oleh Nabi Ibrahim, karena istri pertamanya, yaitu Siti Sarah tidak kunjung hamil saat itu. Sebelumnya Siti Hajar adalah budak dari Siti Sarah dan Nabi Ibrahim yang dihadiahkan oleh Raja Mesir kepadanya. Raja Mesir kala itu menyukai Siti Sarah dan ingin mengambilnya sebagai istri. Namun singkat cerita, di saat Siti Sarah diminta menghadap sang Raja, tiap kali Raja Mesir ingin menyentuh Siti Sarah, Siti Sarah memohon kepada Allah agar dilindungi dan seketika itu pula Raja Mesir itu mendadak lumpuh. Setelah melihat sang raja lumpuh, Siti Sarah pun berdoa lagi agar raja itu disembuhkan, dan langsung sembuh. Kemudian setelah raja sembuh, dia kembali ingin menyentuh Siti Sarah dan keajaiban pun terulang, sehingga Raja Mesir itu ketakutan dan menganggap Siti Sarah memiliki ilmu sihir. Setelah kejadian itulah, Raja Mesir mengusir Siti Sarah dan Nabi Ibrahim jauh0jauh dari Mesir dan menghadiahkan mereka seorang budak bernama Siti Hajar.

Setelah Nabi Ibrahim akhirnya memperistri Siti Hajar, Siti Hajar pun hamil dan melahirkan anak yang diberi nama Ismail, yang kita kenal sebagai Nabi Ismail dan kisahnya selalu kita ingat dalam perayaan Idul Adha.

Melihat Siti Hajar memiliki anak dari Nabi Ibrahim, Siti Sarah cemburu luar biasa, hingga turun perintah Allah agar Nabi Ibrahim membawa Siti Hajar dan Ismail ke tempat yang jauh, tandus dan tak berpenghuni.

Dengan penuh kesedihan, Nabi Ibrahim menuruti perintah Allah tersebut. Siti Hajar dan Ismail ditinggalkannya di tempat kering, sepi, tandus, dan tak berpenghuni tersebut. Nabi Ibrahim tak kuasa melihatnya, dan langsung pergi meninggalkan mereka. Namun, Siti Hajar mengejar sang Nabi sambi menangis dan mempertanyakan mengapa sang suami meninggalkan ia dan anaknya di tempat seperti itu berdua saja. Lalu akhirnya Siti Hajar bertanya, “Apakah ini perintah Allah?” , Nabi Ibrahim pun menggangguk.

Setelah mendengar jawaban dari suaminya itu, Siti Hajar pun berkata, “Baiklah suamiku, jika memang ini perintah Allah, aku ikhlas menjalaninya, karena aku yakin bahwa Allah tidak akan membiarkanku menderita dan Allah pasti akan menolongku.”

Begitulah akhirnya, Siti Hajar dan Ismail hidup berdua saja di tempat tandus itu, yang kini disebut dengan kota Mekkah. Kala itu tidak ditemukan air ataupun pepohonan yang rindang di sana. Keduanya kehausan. Lalu dari tempat mereka yang disebut Bukit Shafa, Siti Hajar berlari-lari kecil menuju Bukit Marwah karena sepertinya melihat ada air dari kejauhan. Namun, setelah sampai di Bukit Marwah, ternyata tidak ditemukan air tersebut. Kemudian dari Bukit Marwah, Siti Hajar seperti melihat air di Bukit Shafa, kemudian diapun berlari-lari kecil lagi menuju Shafa, dan setibanya di sana ternyata juga tidak ditemukan air setetes pun. Setelah 7 kali bolak balik Shafa dan Marwah, Siti Hajar akhirnya berhenti dan melihat Ismail mengentakan kakinya di atas pasir, dan yang terjadi selanjutnya adalah, tiba-tiba keluar air dari kaki Ismail sehingga akhirnya mereka bisa meminumnya. Air inilah yang sampai saat ini bisa dinikmati oleh masyarakat saat melaksanakan ibadah haji dan umroh, yaitu air zam zam.

Dari kisah Siti Hajar, kita diajarkan untuk tidak bergantung kepada siapapun, termasuk kepada suami kita. Kita diajarkan untuk hanya menggantungkan hidup kita kepada Sang Maha Hidup yaitu Allah SWT. Hanya Dialah satu-satunya penolong kita yang abadi.

Dari kisah Siti Hajar, kita juga diajarkan untuk percaya dan yakin akan keberadaan dan pertolongan Allah. Allah SWT tidak akan membiarkan hambanya yang yakin dan percaya akan keberadaan-Nya.

Semoga kita dapat belajar ketangguhan dari Siti Hajar, yang kisahnya diabadikan dalam rukun perjalanan ibadah haji dan umroh kita.

-diambil dari berbagai sumber-