Sehat  

Berdasarkan Survei 13 Persen Anak Mengalami Depresi Selama Pandemi

Berdasarkan Survei 13 Persen Anak Mengalami Depresi Selama Pandemi
orami.co.id

Seruni.id – Sudah satu tahun lebih kita hidup berdampingan dengan pandemi COVID-19. Segala aktivitas menjadi terbatas, sehingga tak sedikit orang yang merasa depresi akan hal ini, tak hanya orang dewasa, tapi juga anak-anak.

Banyaknya perubahan aktivitas, seperti melakukan kegiatan pembelajaran secara daring, mengurangi waktu bermain di luar rumah, dan menjahui tempat-tempat kerumunan.

Berdasarkan Survei 13 Persen Anak Mengalami Depresi Selama Pandemi
popmama.com

Tanpa kita sadari, perubahan ini berdampak pada mental seorang anak. Menurut psikolog anak, Seto Mulyadi, atau lebih akrab disapa Kak Seto mengatakan, selama pandemi ini sebanyak 13 persen anak mengalami depresi.

Angka tersebut diperolehnya dari survei yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Seruni telah merangkum selengkapnya berikut ini:

Pembelajaran Daring Berdampak pada Kegelisahan dan Rasa Cemas

Dalam Webinar Kelompok Kerja Pendidikan Anak Usia Dini (Pojka PAUD) Kak Seto mengatakan, sebanyak 13 persen anak mengalami depresi selama pandemi COVID-19. Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).

“Belajar daring ini memiliki banyak masalah yang berdampak pada kegelisahan atau rasa cemas anak, susah tidur, sulit makan, bosan, marah-marah, malas belajar, dan lainnya”. Ujar Kak Seto.

Anak Perempuan Mengalami Gejala Depresi Lebih Tinggi

Selama masa pandemi COVID-19 ini, anak perempuan lebih rentan mengalami gejala depresi daripada anak laki-laki. Berdasarkan survei Ada Apa Dengan COVID-19 (AADC-19) jilid 2 tahun 2020, presentase gejala depresi pada anak perempuan menunjukkan angka 14 persen, sedangkan untuk anak laki-laki sekitar 10 persen. Adapun gejala emos yang kerap dialami sebagai berikut:

  • Merasa sedih: 42 persen
  • Menyalahkan diri sendiri: 42 persen
  • Mudah marah: 38 persen
  • Tidak bisa berkonsentrasi dengan baik: 31 persen
  • Tertekan: 26 persen
  • Sering menangis: 20 persen

Sementara itu, selama pandemi ini, banyak terjadi kekerasan pada anak. Adapun bentuk kekerasan tersebut sebagai berikut:

  • Dimarahi: 56 persen
  • Dibandingkan dengan yang lain: 35 persen
  • Dibentak: 23 persen
  • Dicubit: 23 persen
  • Mendapatkan pukulan: 9 persen

Ciptakan Suasana Belajar yang Ramah Anak

Terlalu lama belajar secara daring, tentu membuat anak merasa bosan. Belum lagi jika orang tua kerap memarahinya karena malas untuk belajar. Terkait hal ini, Kak Seto memohon agar para orang tua dapat menjadi sahabat dan idola bagi anak. Caranya dengan menciptakan suasana belajar dalam keluarga yang lebih ramah anak.

“Belajar tidak harus dengan kekerasan. Karena itu, sinergi orang tua dan guru memegang peran penting”. Ucap Kak Seto.

Tidak hanya belajar, anak butuh ruang untuk bermain sekaligus menjernihkan pikirannya. Oleh sebab itu, penting sekali untuk mengajaknya bermain. Setiap anak umumnya senang bergerak, bermain, berteman, berpetualang, dan lainnya. Ada banyak sekali bermain bersama anak, di antaranya dapat merangsang perkembangan motorik, sosial, emosional, moral, dan kreativitasnya. Maka dari itu, Kak Seto berharap bahwa kurikulum pendidikan dapat lebih berpihak pada hak anak, yaitu kurikulum kehidupan.

Belajar Daring Perlu Dilaksanakan Sebagai Sebuah Pengalaman Bermakna

Sebagaimana yang tertera dalam Surat Edaran No 4 Tahun 2020, tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19, disebutkan bahwa belajar daring dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan kurikulum untuk kenaikan kelas atau kelulusan.

“Belajar dari rumah difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup mengenai pandemi Covid-19”. Ujar Kak Seto.

Baca Juga: Sekolah Tatap Muka Dimulai Juli 2021, Apakah Ayah Bunda Setuju?

Terkait sekolah tatap muka, Kak Seto menyebutkan, ada 5 kesiapan yang harus terpenuhi untuk melakukan pembelajaran di sekolah, yakni siap wilayah, siap anak, siap keluarga, siap sekolah, dan siap infrastruktur.