Gua Ek Lentie, Bukti Tsunami Aceh 7.400 Tahun Silam

Gua Ek Lentie

Seruni.id – Tsunami Aceh 2004 bukan merupakan tsunami yang pertama kali menyerang Aceh. Gua Ek Lentie atau gua Lhoong atau gua tsunami purba yang terletak di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, Aceh ini menjadi bukti bahwa tsunami besar pernah melanda Aceh jauh sebelum Tahun 2004 lalu.

Memang jika dilihat secara Geologi, Aceh merupakan wilayah rawan Tsunami. Hal tersebut dikarenakan Aceh dilalui oleh Lempeng Eurasia dan sirkum atau jalur pegunungan muda, Sirkum Mediterania.

Dilaluinya Aceh oleh Lempeng Eurasia dan Sirkum Pegunungan Muda Mediterania membuat Aceh merupakan wilayah labil yang sering dilanda gempa baik yang pusat gempanya berada di laut ataupun pusat gempanya di dalam bumi.

Nah, Tsunami yang merupakan gelombang laut besar dan tinggi bisa terjadi saat gempa besar yang pusatnya di dasar laut terjadi. Gempa sendiri bisa terjadi karena gerakan dari lempeng ataupun aktifitas gunung api. Oleh karena itu, tidak heran jika Aceh bisa dilanda Tsunami bahkan sejak ribuan tahun yang lalu.

Baca juga: Lokasi Wisata Menakjubkan di Aceh yang Bikin Turis Malaysia Melongo

Kembali ke gua tsunami, Gua Ek Lentie atau Gua Lhoong ini terletak sekitar 100 meter dari bibir pantai, mulut gua itu mengangga selebar satu kali gawang sepak bola, dengan tinggi mencapai 15 meter, sedikit ke dalam, semakin lebar.. Di samping gua, beberapa pohon dan semak belukar tumbuh lebat.

Gua ini disebut gua tsunami karena adanya gelombang tsunami yang menghantam pesisir wilayah Barat Aceh sejak kurun waktu 7.400 tahun silam. Hal itu diketahui bahwa terdapat endapan-endapan tanah yang berasal dari gelombang tsunami dan kotoran kelelawar yang hidup di gua.

Jika hanya dipandang secara sekilas, gua ini sama seperti gua pada umumnya. Tapi, gua yang berbentuk L ini ternyata menyimpan potensi wisata geologi yang memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi, terkait fenomena terjadinya tsunami.

Gua yang jarang dijamah ini menjadi mendadak terkenal setelah para peneliti dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) dan Earth Observatory of Singapore (EOS) menemukan jejak tsunami purba di dalamnya. Gua yang terletak sekitar 60 kilometer dari Banda Aceh, berada dalam kawasan Desa Meunasah Lhok, Kecamatan Lhoong. Warga setempat menyebutnya dengan nama Gua Ek Lentie/Ek Gleuntie (kotoran kelelawar).

Gua Ek Lentie terletak persis di pinggir pantai, berjarak sekitar 200 meter dari pantai berpasir putih. Mulut gua itu tak menghadap laut, tapi menyamping.

Dari sini bisa melihat dua pulau di tebing gunung Geurutee seperti mengapung dan tertambat kokoh di atas laut. Sebelah utara, jalan besar Banda Aceh-Meulaboh membentang lurus memisahkan area ini dengan gugusan perbukitan puncak Krueng Teungoh.

Ketika berada di mulut gua, suara kalelawar dan deburan ombak sangat terasa. Melangkah sekitar 30 meter ke dalam, di dinding gua, terlihat akiklud lapisan bebatuan endapan (batu gamping) yang sifatnya kedap air, dan akifer (batu gamping yang sifatnya meluluskan air) menyatu membentuk ornamen unik.

Banyak lubang di langit-langit gua, di sela-selanya menggantung stalaktit seperti ingin jatuh ke dasar gua. Lantai gua dipenuhi kotoran kelawar.

***

Peneliti sudah memasuki beberapa gua di sekitar daerah pantai barat Aceh untuk mencari sedimen yang bagus agar bisa diketahui keberadaan tsunami masa lampau di Aceh. Terakhir ditemukanlah Gua Lhoong yang dinilai bagus untuk hasil penelitian.

Proses penggalian di dalam gua mendapatkan hasil sedimen yang dapat menunjukkan kejadian tsunami masa lalu. Beberapa materi dibawa untuk diteliti umurnya melalui analisis radiokarbon di laboratorium.

Di dalam gua, lubang yang digali satu lubang, tetapi ada beberapa titik untuk menemukan lapisan yang paling sempurna. Sebagian tak dapat digali lebih dalam. Hanya ada satu titik penggalian yang mencapai dua meter dan dinilai paling sempurna merekam sedimen jejak tsunami purba sampai tsunami sembilan tahun lalu.

Ada sekitar 7 sampai 11 lapisan yang terlihat. Sedimen berupa endapan pasir di dasar laut yang tersapu ke dalam gua ribuan tahun lalu, kemudian tertutup guano (kotoran kelelawar) dan tampak seperti kue lapis.

Kalau tsunami datang lagi, materi dasar laut termasuk kulit-kulit kerang tertumpuk lagi dan tertutup kemudian dengan guano. Begitulah terjadi berulang kali hingga mengeras di dasar gua. Memberi bukti ada sekitar 11 tsunami telah terjadi di Aceh sejak 7.400 tahun lalu.

Materi sedimen di gua yang masih terus diselidiki tim menandakan jangka waktu antar tsunami yang tidak pasti. Sebelum Desember 2004, tsunami terjadi sekitar 2.800 tahun lalu, namun ada empat tsunami yang terjadi dalam periode 500 tahun sebelum itu.

Sementara, peneliti mengetahui bahwa tsunami pernah melanda Banda Aceh dan Aceh Besar pada sekitar tahun 1393 dan 1450. Kemudian juga ada tsunami besar pada 1907 yang berpusat di Kepulauan Simeulu, yang belum ditemukan rekamannya di Gua Lhoong.

Keberadaan tsunami pada tahun-tahun tersebut ditemukan buktinya di tempat lain dalam penelitian yang berbeda. Peneliti mengatakan sebuah tsunami besar bisa saja menyapu bukti adanya bencana lain melalui erosi, sehingga bekas tsunami 1393 dan 1450 luput terekam di Gua Ek Lentie.

Gua Lhoong dapat melengkapi data-data tentang tsunami yang sudah pernah didapat para peneliti sebelumnya. Dengan mempelajari tipe tsunami yang terjadi di masa lalu, mungkin jadi dapat merencanakan mitigasi untuk tsunami berikutnya.

Di Gua Lhoong, peneliti tak dapat merekam bagaimana kondisi kehidupan Aceh di masa lalu. Yang terekam hanya jejak tsunami dan kondisi hutan bakau di sekitar lokasi itu. Misalnya adanya temuan satu lapisan yang terdiri dari arang kayu, yang menandakan wilayah itu dulunya terdiri dari hutan bakau.

***

Penemuan gua endapan tsunami ini merupakan suatu penemuan penting untuk memperkaya kajian tsunami. Dengan guaa tsunami purba, Aceh merupakan tempat paling bagus untuk pembelajaran tsunami, dan menjadi laboratorium untuk memperkuat pencegahan dan kesiapsiagaan bencana.

Gua tsunami purba ini juga sangat layak dijadikan sebagai destinasi wisata sejarah dan edukasi. Agar masyarakat bisa mengetahui bahwa tsunami Aceh bukan pertama kali terjadi, tapi sudah berulang kali diterpa tsunami.

Selain itu, masyarakat juga bisa belajar dan mengantisipasi jika terjadi tsunami dengan mengenali ciri-ciri awal terjadinya tsunami agar dapat meminimalisir korban.