Kakek Suhendri Tolak Rp 10 Miliar Demi Menyediakan Oksigen Bagi Masyarakat

Kakek Suhendri Tolak Rp 10 Miliar Demi Menyediakan Oksigen Bagi Masyarakat
google.com

Seruni.id – Kita tentu tahu bahwa hutan merupakan paru-paru dunia yang bisa menghasilkan oksigen demi kelangsungan hidup manusia. Maka dari itu, setiap dari kita harus menjaga kelestariannya dengan tidak menebangnya sembarangan. Hal inilah yang diterapkan oleh Kakek Suhendri (78), pria paruh baya asal Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Kakek Suhendri Tolak Rp 10 Miliar Demi Menyediakan Oksigen Bagi Masyarakat
google.com

Tolak Uang Rp 10 Miliar

Di balik kesederhanaannya, ia telah menanam pohon yang kini menjadi hutan di tengah kota Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kukar. Ia berharap, hutan buatannya yang dirintis sejak 1986 itu tetap terjaga dan dirawat dengan baik. Sebab, perjuangannya untuk menyediakan oksigen bagi masyarakat yang tinggal di sana bukanlah hal yang mudah.

“Saya menyiapkan oksigen bagi masyarakat di kota ini,” katanya.

Hingga kini, ia tetap mempertahankan hutan buatannya itu. Ada cerita menarik yang tak mungkin dilupakan oleh Kakek Suhendri, di mana ia sempat ditawari uang senilai Rp 10 miliar oleh seorang pembeli agar ia menjual tanah 1,5 hektar itu. Namun, ia kukuh tak ingin melepasnya.

Komitmen itu tetap ia pegang hingga saat ini. Meskipun sudah banyak investor yang menawar untuk membeli lahan tersebut untuk dijadikan perumahan.

“Saya tidak jual. Saya harap ada orang yang bisa melanjutkan merawat hutan ini, meskipun bukan keluarga saya,” ujarnya seperti yang dikutip dari Kompas.com (31/10/2019).

Kakek dua anak ini menginjakkan kaki di tanah Kalimantan Timur pertama kali pada 1971. Saat itu ia turut membangun asrama milik perusahaan kayu. Saat itu juga sedang marak-maraknya bisnis kayu. Dia menyaksikan bagaimana kayu ditebangi, berhektar-hektar, tanpa sisa.

“Dari situ muncul motivasi. Saya akan merawat hutan. Saya kemudian beralih menjadi petani tapi garap lahan orang lain,” ujarnya.

Membeli Tanah untuk Bertani

Pada tahun 1979, ia membeli tanah seluar 1,5 hektar itu seharga Rp 100.000. Saat itu, ia membeli hanya untuk kebutuhan bertani saja. Konsep pertanian yang ditetapkan bernama agroforestri, atau menggabungkan pepohonan dengan tanaman pertanian.

Pohon yang ditanamnya itu kini sudah tumbuh tinggi membentuk hutan dalam kota. Awalnya, ia menanami komoditas pertanian seperti lombok, sayuran juga buah-buahan. Tahun 1986 ia memulai menanam pohon kayu, dengan bibit yang didapatkannya dari Bogor, Jawa Barat.

Terdapat 1000 bibit kayu dammar, meranti, pinus, kapur, ulin, kayuputih, dan sengon. Kini pohon yang ditanami sejak puluhan tahun lalu dapat member udara segar bagi warga kota Tenggarong. Banyak pengalaman yang ia dapatkan selama menjadi petani, salah satunya yakni ia pernah diusir oleh pemilik lahan. Kakek Suhendri diminta untuk tidak lagi menggarap lahan karena kesuksesannya membangun pertanian.

“Saya sempat diusir karena hasil tanaman saya banyak. Ibu menjual hasil pertanian di pasar, saya dikeluh orang sekitar minta pemilik lahan usir. Zaman dulu banyak yang masih kebun berpindah-pindah, saya sendiri yang bertani tetap,” ujar Suhendri.

Dari situlah, ia memutuskan untuk membeli lahan sendiri dengan cara mencicil hingga lunas. Setelah lunas, ia kembali mencicil lahan seluar satu hektar di tempat terpisah, namun lokasinya masih berdekatan. Saat ini, dia memiliki dua lahan yang dijadikan hutan.

Baca Juga: Mbah Sadiman, Pahlawan Lingkungan yang Menyelamatkan Warga dari Kekeringan

Hutan di tengah kota itu kerap menjadi tempat untuk para mahasiswa melakukan penelitian. Bahkan, hutan ini pernah menjadi lokasi penelitian skrispsi mahasiswa asal Jepang. Tak hanya itu, ia juga sering meraih penghargaan dari berbagai pihak karena hutannya. Kini Suhendri bersama istirnya Junarsa bermukim di tepi hutan miliknya. Menjaga hutan yang telah ia pagari keliling menggunakan kayu.