Karena Hidayah adalah Otoritas Allah, Terus Berdoa

Seruni.id – Banyak cerita betapa hidayah itu hak prerogatif Allah. Allah Yang Maha Membolak-balikkan hati hamba-hambanya.

Seringkali mungkin kita berfikir, sudah banyak sekali cara kita untuk menyadarkan seseorang yang kita cintai, untuk merubah sifat seseorang yang sangat disayangi. Namun sayangnya, segala cara dan upaya kita, ternyata tidak mampu untuk merubahnya menjadi seseorang yang baik dan tetap mengerjakan keburukan.

Selanjutnya, kita pun akan bertanya-tanya, sebenarnya apa yang salah dengan upaya kita, bagaimanakah caranya agar kita dapat merubah seseorang?

Terkait hidayah, perlu kita ketahui, hidayah atau petunjuk hanyalah milik Allah, bagaimana pun upaya kita untuk merubah seseorang, bagaimana pun kerja keras kita untuk menyadarkan seseorang, maka itu tidak ada artinya jika Allah tidak menghendaki hidayah kepadanya, orang tersebut tidak akan berubah sampai Allah memberikannya hidayah.

Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Alloh memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Alloh lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS Al Qashash: 56).

Ibnu katsir mengatakan mengenai tafsir ayat ini, “Allah mengetahui siapa saja dari hambanya yang layak mendapatkan hidayah, dan siapa saja yang tidak pantas mendapatkannya”.

Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-Utsaimin menerangkan, “Hidayah di sini maknanya adalah hidayah petunjuk dan taufik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan hidayah ini kepada orang yang pantas mendapatkannya, karena segala sesuatu yang dikaitkan dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka mesti mengikuti hikmah-Nya.”

Para Nabi Yang Mulia Sendiri Tidak Dapat Memberi Hidayah Taufik

Turunnya ayat itu berkaitan dengan cintanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pamannya Abu Tholib. Namun, segala cara dan upaya yang dilakukan beliau untuk mengajak pamannya kepada kebenaran, tidak sampai membuat pamannya menggenggam Islam sampai ajal menjemputnya.

Seorang rasul yang kita tahu kedudukannya di sisi Allah saja tidak mampu untuk memberi hidayah kepada pamannya, apalagi kita yang keimanannya sangat jauh di bawah Rasulullah.

Lalu, kita juga pasti telah membaca dan merasakan perjuangan Nabi Allah, Nabi Nuh, di dalam menegakkan tauhid kepada umatnya? Waktu yang mencapai 950 tahun pun tidak dapat menjadikan umat nabi Nuh mendapatkan hidayah Allah, bahkan untuk anaknya sendiri pun Nabi Nuh tidak dapat menyelamatkannya dari adzab Allah.

Allah berfirman yang artinya, “Dan Nuh memanggil anaknya yang berada di tempat yang jauh, ‘Wahai anakku! Naiklah bahtera ini bersama kami dan janganlah kamu bersama orang-orang kafir’. Dia berkata, ‘Aku akan berlindung ke gunung yang akan menghindarkanku dari air bah. Nuh berkata, ‘Hari ini tidak ada lagi yang bisa melindungi dari adzab Allah kecuali Dzat Yang Maha Penyayang.’ Dan gelombang pun menghalangi mereka berdua, maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud:42-43)

Melihat anaknya yang tenggelam, Nabi Nuh berdoa (yang artinya), “Dan Nuh pun menyeru Rabbnya, ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu adalah janji yang benar, dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.’

Allah berfirman, ‘Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk keluargamu (yang diselamatkan), sesungguhnya amalannya bukanlah amalan yang shalih. Maka janganlah engkau meminta kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya Aku peringatkan engkau agar jangan termasuk orang-orang yang jahil.” (QS. Hud: 45-46).

Masih banyak contoh lainnya yang membuat jelas dan gamblang bagi kita, hidayah hanyalah milik Allah, dan Allah memberi hidayah kepada orang yang dikehendakinya. Barangsiapa yang Allah beri hidayah, tidak ada seorang pun yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang telah Allah sesatkan, tidak ada seorang pun yang bisa memberi hidayah kepadanya.

Allah berfirman yang artinya “Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 213) dan Allah berfirman yang artinya Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemberi petunjuk.” (QS. Az-zumar:23).

Akan tetapi, kita pun tidak diperbolehkan berputus asa untuk menggapai hidayah Allah untuk diri kita dan untuk orang-orang yang kita cintai. Terus berusaha dengan berharap dan berdoa kepada Allah. Selain itu coba menyenangkan Allah dengan menjalankan perintah-perintahNya serta menjauhi larangan-laranganNya.

Kita hendaknya juga tidak bersandar hanya kepada diri sendiri. Selalu bergantung dan bersandar kepada Allah Ta’ala dalam segala sesuatu yang dilakukan atau ditinggalkan oleh seorang hamba, serta tidak bergantung kepada kemampuan diri sendiri.

Dengan seperti itu, semoga Allah berkenan untuk menjaga kita serta orang-orang yang kita cintai senantiasa berda dalam hidayah Allah.

***

Berikut adalah kisah yang menceritakan betapa doa dan ikhtiar kita bisa menjadi pembuka pintu hidayah Allah. Kisah ini diambil dari tulisan di laman facebook Dewi Yulia. Berikut linknya, https://www.facebook.com/dewi.yulia.9849/posts/10210798060848738.

 

Saya mengenalnya 5 tahun lalu, ketika ia masih SMP. Ibunya yang membawanya ketemu sy. Ibunya mengeluhkan betapa susahnya menyuruhnya sholat, belajar dan membatasi pergaulan dengan teman lelaki di sekolah.

Dia anak yg cerdas sebenarnya, pengetahuannya luas dibanding anak seusianya. Tapi karena sering tidur larut, tidak disiplin belajar sehingga beberapa kali sekolah memanggil orang tuanya.

Dan yang membuat ibunya sesak nafas adalah sering berkata kasar dihadapan ibunya, terutama jika ditegur.

Dan hari ini, saya ketemu lagi di acara kajian Islam di sebuah kampus. Dia berlari menyambut saya dengan mencium tangan dan pipi saya dengan mesra sambil menyebut namanya. Penampilannya sangat sopan, berhijab rapih dan nampak sholihat.
ketika saya tanya kabarnya, jawabnya,

“Ayah meninggal setahun lalu. Saya menyesal telah membuatnya sedih. Jadi saya takut ayah disiksa di sana makanya saya merubah semua kebiasaan jelek saya. Saya ingin ayah diampuni Allah” ujarnya dengan mata sendu

“Masya Allah, kamu sayang banget sama ayah ya?”

“Ngga Tante, justru saya melawan banget sama ayah. Tapi ayah tak pernah membentak saya, malah sering memeluk walau beberapa kali saya ketusin. Ayah sangat baik, saya aja yang tidak tau diri. Saya menyesal Tante…”

Dan bercerita lah dengan lancar tentang sabarnya ayahnya selama ini menghadapi ulahnya. Tentang ayahnya yang tidak pernah ngomel dan tentang kekagumannya melihat ayahnya sholat, baca Quran dan pakaiannya yang selalu rapih.

Saya termangu mendengar cerita panjangnya. Masya Allah, jika Allah berkehendak, tak ada yg tak mungkin. Maka jangan pernah berhenti berdoa dan berharap kepada Allah, karena seringkali semua yang terjadi pada anak, pasangan dan bahkan hidup kita justru agar kita menghiba pada Allah….

Agar malam kita diisi dg sujud permohonan….
Agar mata kita sibuk menangis berharap (tidak hanya disibukkan oleh kemilau dunia)
Dan agar tidak sombong.

Yaa Arhamar Raahimiin…. Irhamnaa

Depok, 21 Nopember 2017

***

Semoga kita juga bisa terus berharap, berdoa, dan berusaha untuk bisa selalu menggenggam hidayah Allah. Semoga bermanfaat ya.

 

Arum Afriani Dewi