Reuni : Benarkah Mengganggu Hubungan dengan Pasangan?

Seruni.id – Maraknya sosial media saat ini, khususnya WA dan Facebook, membuat hubungan pertemanan yang lama tidak bertemu secara tidak sengaja akhirnya dipertemukan kembali melalui jejaring dunia maya ini. Teman-teman lama kala SD, SMP, hingga SMA yang tadinya entah di mana , kemudian akhirnya berkumpul lagi dalam sebuah grup WA maupun Facebook memang memunculkan kembali kenangan indah yang lama terpendam. Setiap hari notifikasi WA di grup ini biasanya tak pernah sepi, bahkan ada yang hampir 24 jam on terus. Nah, dari fenomena ini akhirnya memunculkan tradisi reuni yang sayangnya banyak menimbulkan kecurigaan bagi pasangan. Jadi, benarkah reuni itu mengganggu hubungan dengan pasangan? Melalui laman kompasiana.com dipaparkan beberapa dampak negatif dari reuni, tidak hanya mengganggu pasangan, namun ada juga beberapa hal lain sebagai berikut:

  1. Ajang Unjuk Kesuksesan
    Sekian tahun berpisah, ada banyak perubahan hidup yang terjadi pada seseorang. Ada yang saat sekolah dulu hidup berkelimpahan karena memiliki orang tua yang kaya, namun sekarang berubah menjadi kebalikannya, hidup pas-pas dan seadanya, tetapi tidak sedikit yang dulu hidupnya susah, sekarang berhasil menjadi orang sukses.

    Perubahan kehidupan yang dulu hidup biasa dan sekarang telah sukses inilah yang seringkali ingin ditunjukan, ada yang secara terang-terangan ataupun secara tidak langsung. Misalnya dengan mengunggah foto barang-barang mewah yang baru dibeli, foto sedang liburan di luar negeri, foto sedang makan di restoran mahal, foto mobil, rumah dan barang-barang mewah lainnya, dan sejenisnya.

    Unjuk kesuksesan ini seringkali berdampak pada hadirnya rasa rendah diri bagi orang-orang yang merasa tidak sukses apalagi yang merasa hidup berkekurangan, dan biasanya orang-orang yang merasa rendah diri ini lambat laun akan menghilang dan menghindari pertemuan dengan teman-teman satu almamaternya ini.

  2. Tebar Pesona
    Tebar pesona ini merupakan lanjutan dari ajang unjuk kesuksesan, terutama bagi orang yang saat duduk di bangku sekolah tidak percaya diri untuk mendekati teman perempuannya karena merasa jelek, hitam, tidak pintar dan miskin. Setelah merasa menjadi orang yang sukses maka dengan rasa percaya diri mendekati teman-teman perempuan yang dulu menjadi incarannya atau yang dulu tergolong primadona untuk memenuhi rasa penasaran atau bukti kemampuan bahwa dirinya bisa menaklukan hati mereka.

    Bukan hanya untuk kaum pria, tebar pesona pun dilakukan oleh kaum perempuannya. Tidak sedikit yang berusah mencari perhatian kaum laki-laki yang pernah menjadi teman sekolahnya ini. Yang dulu menjadi primadona tetap ingin menunjukan bahwa sekarang tetap menjadi primadona, sedangkan yang dulu tidak sempat menjadi primadona karena keadaan yang tidak mendukung, maka tidak sedikit yang berlomba-lomba mencari perhatian teman-teman lawan jenisnya, meskipun mereka semua sudah memiliki keluarga.

  3. Terganggunya Hubungan dengan Pasangan
    Dampak selanjutnya dari tebar pesona atau berhasil mencuri perhatian adalah kedekatan dengan teman lawan jenis, meskipun awalnya dimulai dari percakapan biasa, namun kemudian berkembang menjadi rasa suka dan seterusnya.

    Perkembangan menjadi rasa suka dan selanjutnya inilah yang kerap menjadi penyebab terganggunya ketenangan keluarga, yaitu munculnya kecurigaan dari pasangan masing-masing yang dapat menimbulkan keretakan rumah tangga.

    Selain alasan takut terjadinya perselingkuhan pasangan dengan mantan teman sekolahnya banyak pasangan yang melarang suami/istrinya untuk mengikuti reuni karena khawatir istri/suami akan membandingkan dirinya dengan teman-teman lawan jenisnya, terutama bila suami merasa tidak dapat memberikan hidup berkecukupan.

  4. Berkurangnya Waktu untuk Keluarga
    Awal sebuah reuni biasanya dimulai dari grup chatting, dan hadirnya grup chat ini akan menyita sedikit waktu, bisa juga banyak tergantung dari orangnya, apakah dapat mengendalikan diri atau tidak.

    Karena bertemu kembali dengan teman sebaya, banyak yang merasa kembali ke masa-masa saat sekolah dulu, tertawa, bercanda seakan lupa bahwa saat ini tidak lagi memiliki waktu sebebas saat sekolah dulu. Waktu yang biasanya dipakai untuk bermain dengan anak tidak lagi diberikan secara full, karena biasanya dengan alasan tidak ingin terlambat mengikuti perkembangan chat temannya, banyak yang melakukan pekerjaaan sambil mengintip isi chat, sambil memasak bahkan sambil mengasuh anak, sehingga dampaknya anak merasa tidak lagi mendapat perhatian penuh begitu juga dengan pasangan.

    Yang menjadi lebih kompleks lagi adalah, ketika melihat pasangan asik dengan grup chat atau dengan teman-teman sekolahnya, maka istri/suami juga akan ‘balas dendam’ dan asik dengan teman-temannya, dan pada akhirnya, anak-anak pun akan mencari kegiatannya sendiri.

    Selain grup chat, biasanya kegiatan reuni akan berlanjut dengan kegiatan lainnya, seperti arisan, kegiatan sosial, atau hanya sekedar kumpul-kumpul untuk berbincang dan ngopi bareng. Kegiatan-kegiatan ini biasanya tidak melibatkan keluarga dan biasanya juga, waktu yang diambil adalah waktu untuk berkumpul dengan keluarga.

    Berkurangnya waktu inilah yang pada akhirnya akan menimbulkan konflik dan memicu timbulnya kecurigaan-kecurigaan yang sebenarnya belum tentu sesuai dengan yang dipikirkan pasangannya.

  5. Terlibat Konflik Personal
    Karena merasa teman, maka seringkali banyak yang memanfaatkan hubungan ini untuk kepentingan personal, baik untuk sebuah hubungan bisnis ataupun menjadi tempat untuk meminjam uang. Bila sudah dikotori dengan kepentingan pribadi, maka biasanya akan timbul konflik personal yang berdampak pada suasana hubungan secara keseluruhan.

    Selain itu, tidak sedikit konflik rumah tangga akibat adanya hubungan personal yang akan membawa atau melibatkan anggota lain yang sebenarnya tidak terlibat dan yang akhirnya juga merusak keharmonisan hubungan secara keseluruhan.

 

Dari paparan di atas, sejatinya reuni sebagai ajang untuk menjalin tali silaturahim yang lama putus, namun seharusnya dalam batas yang sewajarnya. Kini yang harus diutamakan tetaplah perasaan pasangan dan juga keluarga inti kita, karena waktu yang dulu sudah berbeda dengan kehidupan yang kita jalani saat ini. Jangan sampai, tradisi reuni membuat kita lupa batasan antara laki-laki dan perempuan, membuat kita lupa ada perasaan yang tersakiti. Semoga kita dijauhkan dari keburukan-keburukan tradisi reuni tersebut. Aamiin.