Ta’ziyah Menurut Islam, Wajibkah?

Seruni.id – Saat mendengar kabar kematian seorang muslim, umat Islam khususnya para tetangga dan saudara biasanya langsung hadir melayat almarhum dan melaksanakan Ta’ziyah. Apa sebenarnya Ta’ziyah itu?

Secara bahasa Ta’ziyah (التعزية) artinya menguatkan. Sedangkan secara istilah adalah menganjurkan seseorang untuk bersabar atas beban musibah yang menimpanya, mengingatkan dosanya meratap, mendoakan ampunan bagi mayit dan dari orang yang tertimpa musibah dari pedihnya musibah.[1]

Imam al Khirasyi mengistilahkan Ta’ziyah dengan : “Menghibur orang yang tertimpa musibah dengan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah, sekaligus mendo’akan mereka dan mayitnya”.[2]

Dalil Ta’ziyah
Diantara dalil Ta’ziyah adalah sebuah hadits :

مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ إِلاَّ كَسَاهُ اللَّهُ مِنْ حُلَل الْكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Tidaklah seorang Mukmin bertakziyah kepada saudaranyayang terkena musibah kecuali Allah akan memakaikan pakaiankemulian kepadanya di hari kiamat.” ( HR. Ibn Majah)

Hukum Ta’ziyah
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama bahwanya hukum berta’ziyah kepada orang yang tertimpa musibah adalah sunnah.[3]

Fadhilah Ta’ziyah

 
1. Mendapat pahala seperti pahala orang yang tertimpa musibahمَنْ عَزَّى مُصَابًا فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ

“Barangsiapa yang berta’ziyah kepada orang yang tertimpa musibah, maka baginya pahala seperti pahala yang didapat orang tersebut.” (HR Tirmidzi)

2. Mendapatkan kemuliaan di hari Kiamat

مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ إِلاَّ كَسَاهُ اللَّهُ مِنْ حُلَل الْكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Tidaklah seorang Mukmin bertakziyah kepada saudaranyayang terkena musibah kecuali Allah akan memakaikan pakaiankemulian kepadanya di hari kiamat.” ( HR. Ibn Majah)

Yang dita’ziahi
Yang dita’ziahi adalah orang yang tertimpa musibah baik laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Kecuali anak yang belum memiliki akal. Dan wanita muda tidak boleh dita’ziyahi oleh laki-laki yang bukan muhramnya karena dikhawatirkan fitnah.[4]

Tentu ini apabila sifat takziyahnya sendiri-sendiri, adapun bila bersama-sama tentu kembali ke hukum asalnya (boleh).

Waktu Berta’ziah
Menurut jumhur ulama, waktu berta’ziyah adalah tiga hari, dan dimakruhkan melebihi dari tiga hari, karena tujuan Ta’ziyah itu untuk menenangkan hati orang yang tertimpa musibah.

Setelah tiga hari, hati biasanya sudah bisa tenang. Justru bila ada Ta’iyah setelah itu, akan mengingatkan kepada kesedihannya. Pendapat ini didasarkan kepada hadits :

لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثِ أَيَّامٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ فَإِنَّهَا تُحِدُّ عَلَيْهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

“Tidaklah dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, untuk berkabung lebih dari tiga hari, terkecuali berkabung kerana (ditinggal mati) suaminya, yaitu selama empat bulan sepuluh hari.” (HR Bukhari dan Muslim)

Menurut Jumhur, waktu terbaik untuk berta’ziyah adalah setelah mayit dikafankan.

Yang diucapkan ketika berta’ziah
Berdasarkan pendapat para ulama dalam masalah ini, boleh disimpulkan bahawa mereka tidak membatasi dan tidak menentukan bacaan-bacaan khusus yang harus diucapkan ketika berta’ziyah.

Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah : “Sepanjang yang kami ketahui, tidak ada ucapan tertentu yang khusus dalam ta’ziyah. Namun, diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam pernah melayat seseorang dan mengucapkan:

رَحِمَكَ اللهُ وَآجَرَكَ

“Semoga Allah merahmatimu, dan memberimu pahala.” (HR Tirmidzi)[5]

Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab al Adzkar berpendapat yang paling baik untuk diucapkan ketika ta’ziyah, yaitu apa yang diucapkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wasallam kepada salah seorang utusan yang datang kepadanya untuk memberi khabar kematian sesorang.

أَنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَمُرْهَا فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ

“Sesungguhnya adalah milik Allah apa yang Dia ambil, dan akan kembali kepadaNya apa yang Dia berikan. Segala sesuatu yang ada disisiNya ada jangka waktu tertentu (ada ajalnya). Maka hendaklah engkau bersabar dan mengharap pahala dari Allah.”( HR. Muslim)

Sebagian ulama mensunnahkan, agar ketika bertakziyah orang muslim yang ditinggal mati oleh orang muslim, membaca :

أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَ وَأَحْسَنَ عَزَاكَ وَرَحِمَ مَيِّتَك

“Semoga Allah melipatkan pahalamu, memberimu pelipur lara yang baik, dan semoga Dia memberikan rahmat kepada si mayat.”[6]

Ta’ziyah kepada orang kafir
Ada perbedaan pendapat dalam masalah takziyah kepada orang kafir dzimmi (orang kafir dalam perlindungan).

Sebagian ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah memperbolehkannya. Imam Malik berpendapat tidak boleh berta’ziyah kepada orang kafir. Sedangkan dalam mahab hanabilah ada dua riwayat pendapat, sebagian riwayat menyebutkan kebolehannya sedangkan dalam riwayat yang lain melarang.[7]

Dalil kalangan yang membolehkan adalah riwayat : Dahulu ada seorang anak Yahudi yang sering membantu Nabi shallallah’alaihi wasallam. Suatu ketika si anak ini sakit. Rasulullah shallallah’alaihi wasallam menengoknya.

Beliau duduk di dekat kepalanya, dan berkata : “Masuklah ke dalam Islam”. Anak tersebut memandang bapaknya yang hadir di dekatnya. Bapaknya berkata,”Patuhilah (perkataan) Abul Qasim shallallahu’alaihi wassallam ,” maka anak itupun masuk Islam. Setelah itu Nabi shallallah’alaihi wasallam keluar seraya berkata : “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak itu dari siksa neraka.” (HR Bukhari).

Demikianlah sekelumit permasalahan yang berkenaan dengan ta’ziyah. Semoga bermanfaat.

 

Sumber : konsultasiislam.com