Alquran Memberiku Hidayah, “Saya Sangat Bangga dengan Hijab Saya”

youtube.com

Seruni.id – Seorang wanita asal Swedia yang kini berusia 37 tahun, meninggalkan kekufuran menuju Islam setelah Alquran memberinya hidayah. Lina namanya. Perjalanannya menjadi seorang mualaf tidaklah singkat. Berikut cerita Lina pada Sheikh Fahad Al-Kandari:

Image result for fahad alkandari lina
youtube.com

“Nama saya Lina, saya tinggal di Lund. Umurku kini 34 tahun. Saya masuk Islam pada tahun 2006 silam. Saya seorang muslimah dari Swedia,” ucapnya mengawali cerita.

Semua ini berawal dari langkah Lina yang mencoba membuktikan kesalah Al-Qur’an. Namun, subhanallah, Al-Qur’an justru membukakan matanya, dan sadar jika ia salah. Allah menyelamatkan Lina dari kesesatan atheis, menuju kenyamanan Islam.

“Awalnya hidupku sama seperti orang-orang Swedia pada umumnya. Saya tidak percaya Tuhan, dan saya percaya bahwa Dia tidak ada secara mendasar. Saya banyak membaca tentang agama, tapi tetap saja saya tidak percaya Dia ada,” kata Lina.

“Saya biasa pergi belajar di Gereja karena orangtua saya menginginkannya. Saya juga pergi pesta ketika saya masih menjadi seorang mahasiswa. Saya senang dengan hal-hal semacam itu. Tapi saya selalu memikirkan makna hidup,. Saya tidak percaya bahwa kita di sini hanya untuk makan, minum, kemudian mati,” lanjutnya.

Ia juga menceritakan jika sebelum menjadi seorang mualaf, Lina sudah menikah dengan pria asal Maroko. Saat itu usianya masih 20 tahun. Tapi pernikahannya tidak berlangsung lama. Namun, pada saat itulah ia mengenal Al-Qur’an untuk pertama kalinya.

“Sebelum saya masuk Islam, saya sudah menikah dengan pria asal Maroko, saat itu usia saya masih 20 tahun. Dan kami sangat saling mencintai. Tapi dia bukan sosok yang religius. Hubungan kami sama sekali tidak mengandung ke-Islam-an. Kemudian saya perhatikan ia tak pernah berwudhu, tidak juga membaca Al-Qur’an,” cerita Lina.

“Saya telah melalui masa-masa kritis dalam hidup. Saya masih muda dan harus bercerai. Saya terbiasa menggunakan internet dan berbicara dengan banyak orang. Saya mencari teman di situs ICQ, yang menurut saya kini sudah tidak ada lagi. Pada saat itulah cara saya untuk bisa terhubung dengan orang-orang di seluruh dunia, dan berbicara dengan mereka tentang hampir semuanya yang terjadi pada hidup saya,” tambahnya.

“Hingga suatu malam, saya sedang bicara dengan orang-orang dari berbagai penjuru dunia di internet. Dan ada seorang pemuda yang berkata pada saya, “Seseorang harus membaca Al-Qur’an”. Tentu saya pikir ini bodoh, dia ingin saya membaca Al-Qur’an? Ini buku tua yang busuk. Maka saya memutuskan untuk menantangnya, karena dia mengklaim bahwa Al-Qur’an sangat baik dan menjadi solusi bagi berbagai macam masalah dalam hidup,” tutur Lina.

“Saya telah melakukan penelitian di semua agama, dan tidak ada yang menarik. Lantas berpikir, mengapa tidak meneliti Islam juga?” kenangnya.

Tantangan yang Lina buat untuk mengungkapkan kesalahan Al-Qur’an ini justru menjadi awal dari hidayah yang tak sengaja ia jemput. Sebab penelitian yang ia lakukan, telah banyak mengubah pandangan dirinya terhadap Islam.

“Saya berencana untuk mempelajari Al-Qur’an dengan baik, agar bisa menemukan kesalahan di dalamnya. Kemudian saya mendokumentasikan dan mengirimkannya pada pria tadi, dan berkata, “Bagaimana dengan semua ini, di mana Tuhan kamu sekarang?” Tapi saya tidak juga bisa menemukan kesalahan sedikit pun di dalam Al-Qur’an. Alhamdulillah. Saya justru menemukan sebuah Ayat dalam Surat Ibrahim, yang kemudian membuat saya percaya dengan keberadaan Allah dan api neraka,” jelas Lina sembari menahan air mata.

Baca Juga: Masha Allah, Alhamdulillah! 3 Perempuan Rusia ini Pilih Menjadi Mualaf, Alasannya?

“Di hadapannya ada Jahannam dan dia akan diberi minuman dengan air nanah. Diminumnya air nanah itu dan hampir dia tidak bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak juga mati, dan di hadapannya masih ada adzab yang berat.” (QS. Ibrahim: 16-17)

Pada hari kiamat nanti, neraka Jahannam akan memanggil semua makhluk dan menyeru “Saya diciptakan untuk setiap orang yang keras kepala dan membangkang,” (HR. Tirmidzi)

“Dan mereka memohon kemenangan dan binasalah semua orang yang berlaku sombong lagi keras kepala. Sebelum dia adalah neraka Jahannam. Dan dia akan diberi minum air nanah,” (QS. 14: 15-16)

“Saya kesal, saya merasa sangat jijik dengan diri saya sendiri. Saya menggigil saat membaca ayat ini, jadi saya mengerti bahwa saya percaya pada neraka.” ujar Lina dengan penuh haru.

Meski awalnya Lina adalah seorang atheis, tapi dia tersentuh dan percaya dengan keberadaan neraka. Kebenaran telah menyentuh hatinya, tapi anggota tubuhnya masih mengingkari hal itu.

“Saya menjadi yakin bahwa ada hukuman di neraka. Jadi, saya sangat ketakutan. Itu telah mengubah konsep hidup saya, secara menyeluruh. Sekarang saya percaya bahwa Allah ingin memperkenalkan saya pada Islam dengan cara ini. Dan sekarang saya sadar jika pria tadi sedang berdakwah. Dan saya telah jatuh ke dalam perangkap baiknya. Alhamdulillah. Dia ingin mengajak saya masuk ke dalam Islam. Dan saya ingin membuktikan kalau saya benar jika Al-Qur’an memiliki kesalahan. Tapi Allah adalah kebenaran yang sesungguhnya. Alhamdulillah,” lanjut Lina.

Lantas, bagaimana Lina akhirnya memutuskan menjadi seorang mualaf? Kapan ia yakin untuk memeluk Islam? Dan di mana pertama kali ia mengucapkan kalimat syahadat?

“Saya memutuskan masuk Islam dan mengucapkan syahadat ketika saya mengerti keberadaan Allah. Saya takut. Saya berpikir selama beberapa hari, dan saya bertanya pada diri saya sendiri tentang apa yang akan saya lakukan setelah ini? Hingga suatu hari saya kembali bertanya pada seorang teman di internet, tentang bagaimana saya harus mengucapkan syahadat? Dia menjelaskan pada saya secara menyeluruh. Kemudian suatu malam saya sedang sendirian, saat itu juga saya bersuci, dan mengucapkan kalimat syahadat, tepatnya pukul 02.00 dini hari,” ungkap Lina.

“Jadi saya masuk Islam, kemudian saya berdoa pada Allah, saya merasa itu adalah hubungan cinta antara saya dan Dia. Dan itu adalah perasaan yang indah. Saya tinggal dengan saudara perempuan saya, dan suatu pagi saya mengatakan padanya jika saya sudah masuk Islam, dan saya adalah seorang Muslimah. Alhamdulillah, bagi keluarga kami ini adalah hal yang ringan. Dan di waktu yang bersamaan adik saya hamil untuk pertama kalinya. Maka saat saya memberitahu tentang perjalanan saya menjadi seorang mualaf, kemudian adik saya melanjutkan kabar bahagia tentang kehamilannya, sehingga orangtua saya lebih fokus pada kabar bahagia yang adik saya bagikan. Namun, mereka teap menyatakan jika mereka menerima keputusan saya.” jelasnya.

“Hingga setelah beberapa waktu ayah saya bertanya, “Apakah kamu akan mengenakan hijab?” Saya menjawab tentu saya akan segera melakukannya. Saya butuh 4 hingga 5 bulan untuk yakin, dan awalnya tentu saja saya gugup. Namun, sekarang saya sangat bangga dengan hijab saya. Alhamdulillah.” terang Lina.

Masya Allah-nya lagi, sang ibu justru menanyakan tentang mengapa Lina tidak masuk Islam sejak dulu. Karena ibu dari Lina merasa, jika kini anaknya itu sudah menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Ungkapan ini tentu membuat Lina bahagia.

“Saya percaya jika banyak orang yang tahu kebaikan ada di dalam Islam. Dan saya yakin ibu saya juga menyadari itu. Tapi sayangnya itu menakutkan dan sulit bagi mereka untuk masuk ke dalamnya, meskipun mereka tahu dan sadar,” tutur Lina.

Hidayah memang tidak akan datang jika tidak dijemput. Maka, saat Al-Qur’an sudah menjadi sebab hidayah bagi Lina, ia pun menjadikan Al-Qur’an sebagai bagian dari hidupnya.

“Salah satu ayat yang sangat mempengaruhi saya adalah ayat 134 dari Surat Ali Imran. “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan,” Saat itu ada kesalahpahaman antara saya dan keluarga. Kami marah terhadap satu sama lain selama beberapa hari. Rasa marah dalam diri saya begitu besar, dan saya merasa tertekan,” ungkapnya.

“Saya memutuskan untuk menenangkan diri, saya mengambil Al-Qur’an, dan saya membuka halamannya. Jari saya menunjuk pada ayat itu, dan saya mulai membacanya. Saya merasakannya, saya menangis dan berpikir bagaimana ini bisa terjadi? Allah bicara dengan saya begitu jelas, maka saya masuk ke dalam kamar dan shalat. Dan saat suami saya datang, ia melihat saya benar-benar berubah seperti orang yang berbeda. Kemudian saya menjelaskan padanya jika Allah telah berbicara dengan saya hari ini. Alhamdulillah,” ceritanya penuh rasa kagum pada Allah.

Meski tidak mudah untuk menjadi seorang muslim di Swedia. Di mana tetangga dekat Lina di apartemen tempatnya tinggal mulai berhenti menyapanya sejak ia mengenakan hijab. Namun, Lina yakin jika bersama kesulitan, akan ada banyak kemudahan. Sebab, ia merasakan ini saat kehamilan pertamanya.

“Kehamilan pertama saya, saya sangat senang dan terus melihat ke depan. Hingga hari saya melahirkan tiba. Tapi saat melahirkan, dengan naluri ibu, saya merasa ada yang aneh dan tidak alami. Enam minggu kemudian saya menyadari jika anak saya sakit. Dia memiliki penyakit kuning, penyakit yang serius di hatinya. Di mana jika dia tidak melakukan transplatasi hati, maka dia akan mati. Dan dia meninggal setelah enam bulan di rumah sakit. Subhanallah. Itu adalah ujian besar bagi saya, saya masih merasa sakit untuknya, karena saya ibunya. Tapi saya mengingat kembali, sesungguhnya dengan kesulitan ada kemudahan,” ungkap Lina haru.

Bukan marah pada Allah, Lina justru yakin jika hal ini terjadi karena Allah ingin mengujinya agar menjadi muslimah yang lebih baik lagi. Ibunya yang bukan Islam dan ada bersama Lina pada saat kejadian pilu itu pun bertanya, di mana kebaikan Allah dalam hal ini padamu? Lina justru menjawab jika ia akan menjadi muslimah yang lebih baik lagi pasca kejadian tersebut. Air matanya pun tak lagi dapat ia bendung. Lina menangis, sembari terus mensyukuri skenario Allah untuk hidupnya.

Masya Allah. Sungguh indah jalan hidup seseorang yang begitu percaya dan mencintai Allah. Semoga kita juga semakin mendekat pada-Nya. Aamiin.