Hukum Menerima Hadiah dari Bank

youtube.com

Seruni.id – Bank konvensional sering mengadakan undian berhadiah seperti uang, mobil, sepeda motor, dan lainnya. Cara tersebut dilakukan demi menarik para nasabah lain untuk menabung di bank. Namun, ketika salah satu nomor undian terpilih dan mendapatan sebuah hadiah. Maka, bagaimana hukumnya jika ia menerima hadiah dari bank tersebut? Diperbolehkan atau tidak?

Hasil gambar untuk menerima hadiah dari bank
dalamislam.com

Setiap nasabah yang memiliki rekening di bank konvensional tidak diperbolehkan menerima hadiah dari bank dalam bentuk apapun. Karena semuanya haram dan termasuk kategori riba yang merupakan dosa besar. Na’udzubillahimindzalik. Ada dua dalil yang menyatakan keharamannya, yaitu:

1. Dalam pemberian hadiah kepada nasabah tersebut terkandung unsur promosi/iklan. Sebenarnya bank konvensional menjalankan muamalah riba yang dihramkan dalam Islam, yaitu memberi bunga simpanan atau mengambil bunga pinjaman. Mempromosikan sesuatu yang haram hukumnya haram, sesuai kaidah fiqih:

At taabi’ taabi’ (segala sesuatu yang menjadi cabang dari sesuatu yang pokok, hukumnya mengikuti sesuatu yang pokok itu). Dalam hal ini masalah pokoknya adalah aktivitas riba, sedang promosi aktivitas ribawi adalah masalah cabangnya. Maka pemberian/penerimaan hadiah dari bank konvensional hukumnya adalah haram, karena termasuk mempromosikan riba yang telah diharamkan. (Yasir Thaha Ali Karawih, Al Mu’amalat al Maliyah al Mu’ashirah, hlm. 108; Imam Suyuthi, Al Asybah wa An Nazha`ir, hlm. 231; Ghamzu ‘Uyun Al Basha`ir, Juz 2/hlm. 264; Khalid bin Abdillah Al Mushlih, Al Hawafiz At Tijariyyah At Taswiqiyyah wa Ahkamuha fi Al Fiqh Al Islami, hlm. 55).

2. Hadiah tersebut adalah pemberian dari pihak yang berhutang (yaitu bank) kepada pihak yang memberi hutang (yaitu nasabah yang mempunyai rekening). Pemberian ini hukumnya haram. Sebab, simpanan/tabungan (wada`i’) dari nasabah di bank konvensional secara syar’i dianggap qardh (hutang/pinjaman) yang diberikan nasabah kepada bank. Hubungan antara bank dan nasabah dengan demikian adalah hubungan antara pihak pemberi hutang (muqridh), yaitu nasabah, dengan pihak yang berhutang (muqtaridh), yaitu bank. (Umar bin Abdil Aziz Al Matrak, Ar Riba wa Al Mu’amalat Al Mashrifiyyah fi Nazhar As Syari’ah Al Islamiyah, hlm. 345-340).

Perlu ditekankan, bahwa hadiah yang diberikan oleh bank konvensional termasuk riba yang diharamkan oleh nash-nash syara’, di antaranya sabda Rasulullah SAW (artinya),

“Jika seseorang dari kamu memberi hutang (qardh), lalu dia diberi hadiah, atau dinaikkan di atas kendaraan (milik yang berhutang), maka janganlah dia menaiki kendaraan itu dan jangan pula dia menerima hadiah tersebut, kecuali hal itu sudah pernah terjadi sebelumnya antara pemberi utang dan yang berhutang.” (HR Ibnu Majah, hadits no 2432, Juz 2/hlm. 813, dari Anas bin Malik RA).

Dan adapun hukum menerima hadiah bagi nasabah yang memiliki rekening di bank syariah, ada perbedaan pendapat (khilafiyah) di antara fuqoha kontemporer menjadi dua pendapat.

Pertama, membolehkan menerima hadiah tersebut karena menganggap tak ada larangan memberi hadiah selama cara distribusi hadiahnya tak melanggar syara’.

Kedua, tidak diperbolehkannya seorang nasabah menerima hadiah tersebut karena dianggap sikap taqlid kepada perbankan Barat. (Basim ‘Amir, Al Jawa`iz Ahkamuha Al Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha Al Mu’ashirah, hlm. 114-115; Said Manshur, Ahkamul Hadiyyah fi Al Fiqh Al Islami, hlm. 169-170).

Hasil gambar untuk menerima hadiah dari bank
muslim.or

Kesimpulannya adalah, yang rajih atau pendapat yang mengharamkan, baik hadiah itu diberikan kepada nasabah yang mempunyai rekening tabungan (wadi’ah), maupun yang mempunyai rekening investasi (al hisabat al istitsmariyyah), seperti rekening mudharabah. Hadiah dari rekening tabungan (wadi’ah) sudah jelas haram, sebab termasuk riba yang lahir dari qardh.

Baca Juga: 5 Contoh Riba dalam Kehidupan Sehari-hari

Inilah seputar hukum menerima hadiah dari bank yang banyak dipertanyakan. Namun, jika berhubungan dengan adab dan sikap wara'(kahati-hatian). Maka, yang lebih baik bagi seorang Muslim adalah selalu berhati-hati menerima pemberian dan hadiah, tidak langsung menerimanya, kecuali yakin bahwa itu berasal dari sumber yang halal.

Tetapi, bukan berarti kita harus selalu bertanya kepada si pemberi tentang kehalalan hadiah tersebut, ya. Alangkah lebih baik, jika sudah mengetahui harta tersebut termasuk ke dalam unsur-unsur haram, maka tinggalkanlah, kecuali bila ia sangat memerlukannya.

Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah berkata: “Seseorang disunatkan untuk berhati-hati dari sumber kebutuhan dirinya dan orang-orang yang menanggungnya, bila tidak sanggup maka ia harus berhati-hati saja terhadap sumber kebutuhannya sendiri.”(Tuhfah al-Muhtaaj: 9/389). 

Wallaahu a’lam.