Hukum Menyambut Bulan Ramadhan dengan Berbagai Makanan, Bolehkan?

orami.co.id

Seruni.id – Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia serta penuh dengan keberkahan. Maka dari itu, kedatangannya harus kita sambut dengan gembira dan penuh sukacita. Di berbagai negara, banyak tradisi atau kebiasaan saat menyambut Ramadhan, misalnya menyambutnya dengan berbagai makanan dari daerah tertentu. Namun, bagaimana Islam memandang hal ini? Apakah ini termasuk ke dalam bid’ah?

Hasil gambar untuk menyambut bulan ramadhan dengan berbagi makanan
zakat.or.id

Tradisi mengkhususkan bulan Ramadhan dengan menyajikan berbagai makanan tertentu, sebenarnya tidak masalah dan tidak pula termasuk ke dalam ranah bid’ah. Makanan ini bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan pengkhususan tersebut, namun termasuk ke dalam kategori kebiasaan atau budaya.

Perlu diketahui, yang termasuk dalam bid’ah adalah sesuatu yang baru dalam agama, seperti yang telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam,

“Barang siapa yang mendatangkan yang baru dalam urusan (agama) kami ini apa yang tidak ada di dalamnya, maka tertolak”. (HR. Bukhori: 2697 dan Muslim: 1718).

“Barang siapa yang mengamalkan amalan yang tidak ada perintah kami maka tertolak.” (HR. Muslim: 1718).

Bid’ah idhofiyah sebagaimana ucapan Imam Syathibi ra:

“Metode baru yang dibuat dalam agama, untuk menyaingi dalam syariat. Di mana perilakunya itu seperti berperilaku dalam agama. Termasuk di dalamnya adalah berkomitmen dengan ibadah-ibadah tertentu, pada waktu-waktu tertentu, yang belum ada penentuannya di dalam syariat, seperti komitmen dengan puasa nisfu sya’ban dan qiyamul lail pada malam harinya.” (Al I’tisham: 1/51).

Adapun komitmen dengan kebiasaan tertentu, pada waktu tertentu, maka tidak masuk dalam kategori bid’ah.

Dan, di dalam Shahih Bukhori: 5403 dari Sahl bin Sa’d berkata:

“Sungguh kami berbahagia pada hari Juma’t, kami mempunyai orang tua yang mengambil tunas as Silq (tanaman sejenis umbi), yang diletakkan dibejana miliknya, lalu dicampur dengan beberapa biji gandum, jika kami telah melaksanakan shalat kami mencicipinya seraya ia dekatkan kepada kami, dan kami selalu bahagia pada hari Jum’at karena hal itu dan apa yang kami makan, dan kami tidak tidur qailulah kecuali setelah shalat Jum’at, demi Allah tidak ada lemak.”

Dalam hadist tersebut, bahwa sahabiyah membuat makanan ini khusus pada hati Jum’at, dan para sahabat Nabi menunggu-nunggu hari Jum’at dan berbahagia kerenanya, untuk mendapatkan makanan tersebut darinya.

Lalu, apakah hal ini juga dikategorikan ke dalam bid’ah? Atau apa perbedaannya antara apa yang dibuat pada bulan Ramadhan dan apa yang biasa dilakukan oleh para sahabat Nabi pada hari Jum’at?

Syekh Muhammad bin Ibrohim berkata:

“Kalau saja mereka mendengar apa yang dikatakan tentang kebiasaan-kebiasaan sebagai bid’ah baru, maka semua hal yang tidak ada pada masa Rasul shallallahu’alaihi wa sallam dan masa para sahabat dari mulai makanan, minuman, pakaian, kendaraan, semua sarana kehidupan dan apa yang muncul setelah masa tersebut dianggap bid’ah dan mungkar semuanya.”

Pendapat seperti itu sangatlah tidak relevan dan batil dan termasuk kebodohan terhadap ushuluddin dan tujuan-tujuannya.

Ucapan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentang makna bid’ah begitu jelas dan terang.

Tidak ada yang samar-samar bagi mereka yang cerdas dan faham, bahwa maksud dari sesuatu yang baru itu tertolak adalah apa yang ada di dalam agama, seperti penambahan di dalamnya, atau komitmen dengan tariqat (cara) yang Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak berkomitmen dengannya”. (Fatawa Syiekh Muhammad bin Ibrohim: 2/128).

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:

Perbedaan antara ibadah dan adat, bahwa ibadah itu apa saja yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya untuk mendekatkan kepada Allah dan mengharap pahala dari-Nya.

Karena, adat merupakan apa yang menjadi sebuah kebiasaan sebagian manusia, seperti makanan, minumam, tempat tinggal, pakaian, interaksi sosial, dan sebagainya.

Ada juga perbedaan lain, bahwa ibadah itu hukum asalnya adalah dilarang dan haram, ada sebuah dalil yang menyatakan bahwa hal tersebut merupakan sebagai ibadah, berdasarkan firman Allah Ta’ala:

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy Syura: 21).

Adapun adat hukum asalnya adalah halal, kecuali terdapat dalil yang melarangnya.

Atas dasar inilah, jika manusia terbiasa dengan sesuatu, sebagian orang berkata kepada mereka: “ini hukumnya haram, karena hal itu membutuhkan dalil”, maka dikatakan: “Mana dalil yang menyatakan bahwa hal itu haram ?”

Adapun ibadah: Jika dikatakan kepada seseorang, ibadah ini bid’ah, ia berkata: “bukan bid’ah”, maka kami katakan kepanya: “Mana dalil yang menyatakan bahwa hal itu bukan bid’ah ?; karena hukum asal dari ibadah adalah dilarang sampai ada dalil yang menyatakan bahwa hal itu yang disyari’atkan.” (Liqo Al Bab Al Maftuh: 2/72).

Beliau juga berkata:

“Bid’ah itu rambu-rambunya menurut syari’at adalah beribadah untuk Allah dengan sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh-Nya.”

Atau jika Anda mau maka katakanlah:

“Beribadah kepada Allah –Ta’ala- dengan apa yang tidak dilakukan oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para khalifah empat itu.”

Maka, semua orang yang beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh-Nya, atau dengan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifah yang empat, maka ia adalah ahli bid’ah, baik peribadatan tersebut berkaitan dengan Nama-nama Allah dengan sifat-sifat-Nya, atau dalam hal yang berkaitan dengan hukum dan syari’at-Nya.

Adapun perkara yang menjadi kebiasaan yang mengikuti budaya, maka hal ini tidak dinamakan bid’ah dalam agama, meskipun tetap dinamakan bid’ah secara bahasa, akan tetapi bukan bid’ah dalam agama, dan bukan termasuk yang diperingatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin: 2/292).

[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
5 Hal yang Perlu Dipersiapkan Menjelang Ramadhan
[/su_box]

Jadi, tidak ada bedanya antara apa yang dibuat pada bulan Ramadhan dan apa yang biasa dilakukan oleh para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam pada hari Jum’at.