Seruni.id – Kita semua pasti paham jika bencana alam yang terjadi, bisa memberikan trauma bagi para korban. Entah secara psikologis pun emosional. Perpindahan yang terjadi secara tiba-tiba, perubahan lingkungan secara mendadak, orang-orang terkasih yang pergi, bahkan reunifikasi yang tertunda pun mampu bisa menambah stres, terutama pada anak. Maka, agar trauma tidak membekas dalam benak, kita semua bisa bantu sembuhkan trauma pada anak yang menjadi korban bencana, dengan cara-cara berikut ini:
Pemahaman anak terhadap hal-hal di sekitarnya mungkin belum sepeka kita yang sudah dewasa. Bahkan, kemungkinan besar, mereka belum mengetahui apa yang terjadi. Hingga merasa kebingungan, saat orang-orang dewasa di sekitarnya berlarian ke sana ke mari, kala bencana tiba. Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan, agar tidak memperparah trauma pada anak?
- Bersikaplah tenang, jangan terpancing keadaan. Meski kepanikan tidak bisa dihindarkan, tapi rasa panik yang orang dewasa alami, juga akan dirasakan oleh anak-anak. Maka coba untuk selalu ingat, bahwa anak akan cenderung menirukan yang mereka lihat dari orang dewasa di sekitarnya, terutama orangtua.
- Dekati mereka dan jelaskan tentang apa kondisi yang sedang terjadi. Jangan berbohong, jelaskan saja yang sebenarnya, jika hal tersebut merupakan bencana alam. Agar ia memahaminya.
Pasca bencana pun bukan berarti kepanikan dapat seketika berhenti, ‘kan? Mungkin akan sedikit berkurang, tapi ada kekhawatiran tentang bencana susulan yang bisa terjadi kapan saja. Dan masih terlintas di pikiran, sehingga membuat rasa cemas terus mempengaruhi hari.
Begitupun yang terjadi pada anak, setelah menghadapi bencana, bukan tidak mungkin mereka akan menjadi lebih rewel dan sering menangis karena rasa takut yang mereka alami. Maka, jangan memarahinya, tapi coba lakukan tindakan berikut untuk membantu mengurangi trauma pada anak pascabencana:
- Luangkan lebih banyak waktu untuk berinteraksi dengan anak. Ajak ia mengobrol, agar suasana hatinya menjadi lebih baik. Tanyakan juga pada mereka tentang yang dirasakan atau apa yang sedang mereka pikirkan. Biarkan mereka bicara untuk mengutarakan isi hatinya.
- Jika kondisi sudah memungkinkan, tidak ada salahnya untuk mengajak mereka kembali bermain bersama. Karena ini akan membantu mengurangi keresahan, kecemasan, serta ketakutan yang mereka rasakan. Apalagi kalau anak-anak masih berumur antara 1 hingga 3 tahun.
- Selain bermain, kamu juga bisa mengajak mereka untuk membantu sesama korban bencana.
Setiap anak akan menunjukkan reaksi trauma yang berbeda. Inilah mengapa dibutuhkan peran orang dewasa, baik dari orangtua, guru, pun tetangga untuk memberikan dukungan dan pendampingan selama bencana, hingga kondisi benar-benar kembali membaik.
Ingat juga jika kamu tidak bisa memaksa mereka untuk pulih dari trauma. Tapi kamu bisa memainkan peran utama dalam proses penyembuhan, hanya dengan menghabiskan waktu bersama, dan berbicara tatap muka.
Baca Juga: Mobile Clinic dan Trauma Healing BSMI untuk Korban Gempa NTB
Lakukan yang terbaik untuk menciptakan suasana aman, agar mereka bisa menyampaikan apa yang mereka rasakan dengan jujur dan terbuka. Kamu juga bisa meyakinkan mereka, bahwa segala hal yang terjadi bukan kesalahan mereka. Masih ada lingkungan dan keluarga yang mencintai mereka, termasuk kamu.
Mungkin akan sangat sulit bagi beberapa anak untuk membicarakan pengalaman traumatis yang mereka alami. Dan beberapa anak kecil biasanya akan merasa lebih mudah untuk membuat gambar, tentang apa yang menggambarkan perasaan mereka daripada berbicara. Jadi, kamu bisa mengajaknya membuat gambar bersama, untuk mengetahui isi hatinya.
Sampaikan juga tentang kenyatakan yang terjadi pada anak korban tsunami. Tapi gunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka, dan perhatikan juga kondisi sebelum menyampaikan dengan jelas.
Lakukan juga kegiatan dengan anak yang tidak ada hubungannya dengan peristiwa traumatis. Dorong mereka untuk kembali mencari teman dan sama-sama menjalankan permainan, olahraga, atau hobi yang biasa mereka nikmati sebelum kejadian.
Semoga, kita semua bisa membantu memulihkan trauma pada anak korban bencana, ya. Semangat!