Seruni.id – Prank suara kuntilanak sedang viral di media sosial, khususnya di TikTok. Konten ini banyak sekali dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak. Di mana video ini memperlihatkan orangtua yang mengajak anaknya untuk membuat TikTok di depan kamera, kemudian nantinya orangtua meninggalkan anaknya di dalam ruangan dengan suara kuntilanak yang menyeramkan.
Mungkin beberapa orang menganggap bahwa prank suara kuntilanak ini terkesan lucu dan hanya untuk seru-seruan saja. Namun, tak sedikit pula yang menganggap bahwa hal ini bisa berdampak buruk pada kesehatan mental sang anak. Salah satunya bisa membuat si anak menjadi ketakutan dan terbawa hingga dewasa. Berikut ini, Seruni telah merangkum beberapa dampak buruk dari adanya prak suara kuntilanak pada anak.
1. Prank Suara Kuntilanak Sama Saja Seperti Melakukan Bully
Salah satu influencer di TikTok yakni @lindakondau, memberikan tanggapannya terkait prank yang sedang viral tersebut. Wanita yang kerap membagikan edukasi seputar parenting itu menuturkan bahwa konten tersebut adalah hal yang salah, bahkan sama saja seperti melakukan bullying kepada anak. Mengapa demikian?
“Di setiap video-video prank ini, kita bisa lihat banyak banget yang ngetawain anak tersebut. Ini salah banget. Kita sebagai orang dewasa sama saja seperti membully anak kecil enggak, sih?” ujarnya.
Ia juga mengutarakan, bahwa prank tersebut akan membahayakan anak, baik secara fisik maupun mental.
2. Menghancurkan Kepercayaan Anak
Linda mengingatkan, bahwa orangtua adalah orang pertama yang paling dipercaya oleh anak. Maka, dengan prank suara kuntilanak tersebut, bukan tidak mungkin akan melunturkan rasa percaya anak terhadap orangtua. Sebab, mereka akan merasa tidak aman.
“Kita sebagai orangtua adalah orang yang paling dipercaya anak, tapi kita malah menghancurkan kepercayaannya tersebut,” tambah Linda.
3. Dapat Menimbulkan Trauma
Prank suara kuntilanak pada anak akan berdampak serius, loh. Salah satunya bisa membuat anak merasa trauma. Meski hanya untuk seru-seruan saja, tapi kita tidak pernah tahu apa yang dilakukan akan membuat anak merasa senang atau sebaliknya.
Sebab, suara kuntilanak yang menyeramkan dan ruangan yang sengaja dibiarkan tertutup bisa memicu rasa takut dan cemas pada anak. Perasaan tersebutlah yang membuat anak merasa trauma.
Jika anak tidak bisa keluar dari situasi cemas terhadap objek yang memicu rasa takutnya, kondisi ini akan membahayakan perkembangan anak dan membuatnya harus melakukan terapi psikologis untuk menghilangkan trauma tersebut.
4. Bahaya Secara Fisik
Prank suara kuntilanak pada anak, tidak hanya membahayakan dari segi mental saja, tetapi juga fisik. Ketika orangtua berusaha mengunci pintu dan membiarkan anak berada di ruangan seorang diri, hal ini akan memicu anak untuk lari karena rasa takutnya. Saat anak berusaha lari dan mengejar orangtuanya, ini juga bisa membuat mereka terpeleset atau terjepit pintu.
5. Memicu Stres pada Anak
Bukan hanya orang dewasa saja yang bisa mengalami stres, tetapi juga anak-anak. Mereka bisa saja stres ketika mengalami suatu kejadian yang kurang menyenangkan. Begitupun saat orangtuanya menjahilinya dengan konten prank suara kuntilanak. Terlebih lagi ketika konten prank tersebut memicu rasa marah, frustasi, dan rasa sedih pada anak. Ini bisa saja membuat anak mengalami stres dan akhirnya mengganggu perkembangan mereka.
Meski di usia anak-anak pada dasarnya senang untuk bercanda, namun anak-anak juga cenderung memiliki batas toleransi bercanda yang lebih sempit dari orang dewasa. Ini terjadi karena mereka belum mampu mengerti alasan sebenarnya orangtua melakukan prank. Alih-alih terhibur, anak justru akan beranggapan bahwa prank yang dilakukan orangtuanya sebagai hal buruk dan jahat. Jadi tak heran jika anak merasa stres ketika mendapatkan prank seperti ini.
Berikut videonya:
Baca Juga: Keren, 5 Anak Artis ini Punya IQ Tinggi Loh!
Demikianlah beberapa dampak dari prank suara kuntilanak yang dilakukan pada anak. Sebagai orangtua, tentunya tak ingin membuat anak trauma dan merusak mentalnya, kan? Jadi sebaiknya carilah hiburan yang lebih aman, jangan biarkan anak menjadi korban hanya karena mencari keseruan semata.