Seruni.id – Pasti kamu bingung kenapa siaran TV analog di rumahmu yang terlihat hanya gambar semut saja, tanpa suara. Ternyata pemerintah khususnya Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) telah ‘menyuntik mati’ siaran TV analog pada 2 November 2022 kemarin, tepatnya pada pukul 24.00.
Migrasi TV analog ke digital atau dikenal dengan istilah Analog Switch Off (ASO) ini merupakan proses transformasi digital di bidang penyiaran, sebelumnya siaran analog telah mengudara di Indonesia sekitar 60 tahun lamanya.
Namun, apa sih alasannya mengapa TV analog harus dimatikan sehingga masyarakat harus beralih ke siaran TV digital? Berikut Seruni telah merangkumnya.
1. Tuntutan Internasional
Sebelumnya, Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (Ditjen PPI) Kementerian Kominfo, Geryantika Kurnia, mengatakan bahwa migrasi TV analog ke digital merupakan tuntutan internasional.
“Kok semua negara pengin pindah migrasi dari analog ke digital. Pertama adalah tuntutan internasional, ini ada organisasi International Telecommunication Union (ITU) di bawah PBB, yang pada 2007 itu mengadakan World Radio Conference yang menetapkan frekuensi, termasuk pita frekuensi 700 MHz yang dipakai oleh TV analog ini,” ujar Gery dalam Sosialisasi ASO secara online, Selasa (30/8/2022).
“Nah, karena frekuensi TV analog ini sangat boros, satu frekuensi bisa satu stasiun televisi, disepakati perlu pindah ke siaran TV digital. Kenapa siaran TV digital ini lebih efisien. Satu frekuensi bisa dipakai 6-13 stasiun televisi,” sambungnya.
2. Kualitas Gambar Siaran TV Analog Dianggap Lebih Baik
Daripada siaran TV analog, TV digital dianggap memiliki kualitas gambar yang lebih baik. Selain menampilkan gambar yang jernih, TV digital juga lebih canggih.
“Kualitas gambaran kalau TV analog ada semutnya, kalau cuaca bagus atau gangguan apa kepyur-kepyur. Kalau TV digital cling, betul-betul gambarnya bersih suaranya jernih dan canggih,” kata Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Rosarita Niken Widiastuti dalam sebuah webinar beberapa waktu lalu, dikutip dari CNBC Indonesia.
3. Konten yang Tersedia Lebih Banyak
Selain itu, TV digital menyediakan banyak konten daripada TV analog. Sebagai contoh, sebelumnya di Kepulauan Riau, hanya ada enam, tapi dengan TV digital ada lebih dari 20 program yang bisa dinikmati. Itu karena pada TV analog, satu frekuensi digunakan untuk satu saluran TV, sementara pada TV digital bisa untuk 6-12 saluran.
4. Kepentingan Ekonomi Digital, Industri 4.0 dan 5G
Dengan dimatikannya TV analog dan beralih ke digital, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) melakukan penataan frekuensi. Dengan penataan tersebut, maka tersedia frekuensi untuk broadband akses internet 5G.
5. Menghadirkan Frekuensi Khusus untuk Lalu Lintas Kebencanaan
Alasan berikutnya, TV digital diklaim bisa bermanfaat dalam kondisi darurat kebencanaan. Terlebih bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi, atau tsunami. Dalam kondisi demikian, kehadiran frekuensi yang didedikasikan untuk lalu lintas komunikasi kebencanaan, seperti sistem peringatan dini kebencanaan atau Early Warning System (EWS) yang sangat penting. Menurut Ketua KPID Provinsi Jawa Tengah, Muhammad Aulia Assyahiddin, dikutip dari CNBC Indonesia, peringatan bencana akan langsung disampaikan pada televisi masyarakat.
“Masyarakat menggunakan STB (Set Top Box) ketika ada gempa, ada tsunami di TV dibuat blur hitam segera mengungsi segera beralih kebencanaan. Membuat masyarakat nyaman nanti,” katanya.
Baca Juga: Pentingnya Peran Orangtua dalam Mendampingi Anak Menonton
Itulah sederet alasan mengapa tevelisi analog dimatikan dan harus beralih ke Tevelisi digital atau menggunakan Set Top Box. Di antara kalian, apakah ada yang sudah menggunakan Set Top Box?