Seruni.id – Aksi bully rupanya masih terus terjadi di tengah masyarakat, khususnya di lingkungan sekolah. Seperti yang terjadi pada seorang siswa SD yang belakangan kisahnya viral di media sosial. Di mana, ia terpaksa harus pindah ke Sekolah Luar Biasa (SLB) lantaran ia sering dibully oleh teman-temannya.
Kabar miris ini viral, usai seorang pengguna TikTok dengan akun @satriabagus60 mengunggah sebuah video yang memperlihatkan seorang ayah sedang mengantar anaknya ke sekolah SLB dengan berjalan kaki.
Ketika pemilik akun menanyakan, siswa yang tampak sehat itu, memang bersekolah di SLB. Bocah tersebut terpaksa pindah dari sekolah lamanya lantaran sering menjadi korban bully oleh teman-temannya.
“Di SD saya diganggu teman-teman,” ungkap siswa yang tak disebutkan namanya itu.
Tak hanya diganggu, sang ayah pun mengaku, ketika sedang menulis, buku anaknya pernah dirobek oleh temannya. Kasus tersebut memang sudah dilaporkan kepada guru, tetapi teman-temannya yang menjadi pelaku bully, seolah tidak kapok dan tetap melakukan aksi tak terpujinya itu.
Meski telah menjadi korban bully dan harus pindah ke SLB, tetapi siswa tersebut tampak begitu semangat untuk sekolah, walaupun harus berjalan kaki dengan jarak antara rumah ke sekolah hampir 2 kilometer.
“Dan ternyata setelah aku tanya anak itu sehat, kondisinya sehat. Alhamdulillah. Dia sekarang sekolah di luar biasa dekat rumahnya karena dia itu tidak mau sekolah yang dulu. Bayangin sampe segitunya,” ucap pria yang menggugah video tersebut.
Sikap Orangtua Ketika Anak Jadi Pelaku Pembully-an
Tak ada satupun orangtua yang ingin anaknya menjadi korban maupun pelaku atas pebully-an terhadap temannya. Namun, tak sedikit orangtua yang masih memiliki mindset keliru ketika anaknya menjadi pelaku bully. Mereka kerap kali berdalih “Namanya juga anak-anak, maklumi saja”. Padahal, hal tersebut tidak bisa dimaklumi dan dibiarkan begitu saja.
Ketika anak menjadi pelaku perundungan, hal pertama yang harus dilakukan oleh orangtua adalah berbicara dengan anak tentang situasi tersebut. Bicaralah secara langsung tentang poin penting dari masalah dan jelaskan bahwa sebagai orangtua kamu terbuka untuk mendengarkan cerita apapun dari sisi anak.
Membicarakan situasi secara terbuka dengan anak dapat memahami mengapa tindakan bully tersebut terjadi dan langkah apa yang perlu diambil untuk menghentikannya. Seringnya, anak memiliki harga diri yang sangat rendah dan perilaku bullying memberinya kekuatan dan kendali atas sesuatu. Sehingga mereka lebih senang dianggap “anak nakal” daripada menjadi anak yang tidak diperhatikan.
Setelah kamu berhasil menyelidiki akar permasalahannya, kamu bisa menyesuaikan responsmu terhadap tantangan khusus yang dihadapi anak dalam proses inetraksi sosialnya. Diskusikan beberapa hal yang mungkin sulit untuk dia tangani dan bimbing dia melalui respon yang tepat.
Cara lain untuk mengetasi masalah tersebut, juga bisa dengan mengambil sudut pandang anak yang menjadi korban bully. Kamu bisa menanyakan pada anak, seperti “Coba deh kamu pikirkan bagaimana rasanya ketika teman-temanmu meninggalkanmu atau sedih karena ada teman yang bersiakp tidak baik? Perasaan yang kamu miliki itu adalah perasaan yang temanmu miliki karena kamu tidak bersikap baik kepadanya.”
Sebaiknya, hindarilah penggunaan kalimat “Jangan jadi anak nakal”, atau “Jangan menganggu temanmu”. Sebab, anak akan merespons hal dengan lebih baik jika ia diberitahu apa yang harus ia lakukan daripada apa yang tidak boleh dilakukan.
Baca Juga: 5 Cara Mengatasi Bullying di Sekolah, Guru Harus Paham
Mendidik anak tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak sekolah, tetapi peran orangtua juga tak kalah penting. Mulai hari ini, ajarkan anak untuk menghargai orang lain dan tidak membully. Sebab, pendidikan berawal dari rumah.
Berikut videonya:
@seruniid Bagaimana tanggapanmu? #bully #beritaviral #foryourpage ♬ suara asli – Seruni