Seruni.id – Sejak genosida yang dilakukan oleh Israel pada Oktober 2023 lalu, gerakan boikot produk pro Israel pun masih terus dilakukan. Terlebih, sampai detik ini, para zionis masih terus melakukan serangan terhadap rakyat Palestina. Sudah puluhan ribu korban berjatuhan, yang di antaranya adalah wanita dan anak-anak.
Bahkan, serangan juga menjalar ke Rafah, satu-satunya kota aman bagi para pengungsi. Namun, kini tempat tersebut pun turut dibantai habis. Hal tersebut kembali mengundang kemurkaan bagi masyarakat dunia yang mendukung Palestina.
Ajakan untuk memboikot produk pro Israel pun semakin dikencangkan, agar kita tidak lengah dan lelah untuk melakukannya. Diharapkan dengan adanya gerakan boikot produk pro Israel, bisa menumbangkan para zionis dan menghentikan genosida yang sedang terjadi saat ini.
Meski demikian, tak sedikit orang yang mungkin masih mengabaikan gerakan ini dan menganggap bahwa boikot produk terafiliasi atau mendukung Israel tidak berdampak apa-apa.
Perlu diketahui, sebenaranya gerakan boikot merek-merek Barat di negara Timur Tengah sudah berlangsung sejak lama. Gerakan yang disebut dengan BDS (Boikot, Divestasi, Sanksi) merupakan aksi yang dipimpin oleh Palestina untuk memboikot ekonomi Israel dengan tujuan menjunjung prinsip bahwa warga Palestina juga memiliki hak sebagaimana manusia lainnya.
BDS memiliki sejarah panjang mengenai boikot perekonomian Israel telah berhasil memberikan dampak nyata atas aksi yang dilakukan. Walaupun pada awalnya BDS bergerak secara lokal, tetapi berkat kekuatan media sosial, berhasil membuka mata dunia atas ketidakadilan yang terjadi. Berikut ini ada beberapa dampak dalam hal ekonomi yang dirasakan usai banyak negara yang melakukan boikot:
1. Turunnya Investasi Asing Terhadap Israel
Berdasarkan laporan dari para ahli, meningkatnya dampak ekonomi dari gerakan boikot tersebut yaitu sekitar 46% investasi asing langsung turun pada tahun 2014 dibanding tahun 2013.
Laporan pemerintah Israel dan Rand Corporation memperkirakan bahwa gerakan boikot, divestasi, dan sanksi tersebut dapat merugikan perekonomian Israel sebanyak miliaran dolar.
PBB, Bank Dunia, serta para ahli lainnya mengatakan, bahwa penurunan ekonomi Israel akan terus berlanjut seiring aksi BDS dilakukan secara terus-menerus. Jadi, bisa dibilang, gerakan boikot produk pro Israel tidaklah sia-sia, apalagi jika kita melakukannya secara bersama-sama dan tidak berhenti selama serangan masih terus dilakukan.
2. Perusahaan Internasional Menarik Diri dari Israel
Tujuan dari gerakan boikot produk pro Israel yaitu untuk mencapai berbagai tujuan, mulai dari memengaruhi kebijakan Israel, meningkatkan kesadaran publik agar menunjukkan solidaritas terhadap rakyat Palestina, serta agar perusahaan produk-produk yang pro terhadap Israel bisa menarik dukungan finansialnya kepada para zionis.
Dan rupanya, gerakan boikot ini sangat berdampak terhadap hal tersebut. Tak sedikit perusahaan bergengsi di Amerika dan Eropa seperti Orange, Veolia, G4S, General Mills, dan CRH yang keluar dari pasar Israel setelah adanya kampanye besar mengenai keterlibatan mereka terhadap pelanggaran Israel. Bahkan, Veolia membatalkan kontrak publik senilai $20 miliar.
3. Divestasi Pemegang Saham Utama
Apabila boikot produk pro Israel dilakukan secara masif, konsisten, dan terarah, gerakan ini bisa membuahkan hasil yang signifikan. Contohnya, pada tahun 2014 lalu, BDS berhasil membuat Bill Gates memutuskan untuk menarik investasinya senilai $184 juta dari G4S, perusahaan yang menyediakan sistem keamanan untuk penjara di wilayah okupasi Israel.
4. Dampak Terhadap Perusahaan Israel
Kampanye BDS memiliki dampak yang besar terhadap perusahaan-perusahaan Israel. Seperti pada Carmel Agrexco, sebuah perusahaan ekspor pertanian terbesar di Israel. Setelah gerakan besar-besaran tersebut perusahaan tersebut bangkrut dan mendorong petani Israel mengekspor produk mereka melalui perusahaan lain. Sodastream terpaksa menutup operasinya di pemukiman ilegal Israel dan menarik semua produk penjualannya di Israel. Hingga saat ini, SodaStream masih menjadi target boikot atas perannya dalam penyerangan etnis warga Palestina di Naqab (Negev).
Dampak Boikot Produk Pro Israel di Indonesia
Di Indonesia, banyak masyarakat yang tergerak untuk mengambil aksi boikot terhadap produk-produk yang mendukung Israel. Aksi ini dilandasi oleh rasa kemanusiaan dan kepedulian terhadap penderitaan rakyat Palestina akibat pendudukan dan tindakan represif Israel.
Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa untuk tidak membeli produk-produk yang terafiliasi dengan Israel, karena produk tersebut hukumnya akan haram seperti pernyataan Prof Sudarnoto dilansir dari laman MUI.
Selain itu, aksi boikot yang terjadi di Indonesia, juga mengubah pola konsumsi masyarakat yang kini mulai beralih ke produk lokal. Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) menyatakan bahwa, seiring berjalannya aksi tersebut, produk-produk nasional mengalami peningkatan dalam penjualan.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah yang menegaskan bahwa gerakan boikot terbukti untuk menekan perusahaan asing yang pro Israel. MUI juga menerima laporan terkait omzet penjualan produk ternama turun drastis hingga 30-45% dalam kurun tiga pekan pertama sejak gerakan boikot di Indonesia.
Ikhsan juga menyerukan agar umat muslim dan semua pihak di Indonesia untuk mendukung Palestina. “Umat Muslim dan semua pihak di Indonesia perlu ingat bahwa Indonesia masih berhutang budi pada Palestina, yang awal mengakui kemerdekaan Indonesia dan kita belum bisa membalas kebaikan itu karena faktanya Palestina masih terjajah, dalam cengkraman Israel dan bahkan menghadapi genosida,” ungkapnya seperti pada laman detiknews.
Baca Juga: Kenapa All Eyes on Rafah Viral di Media Sosial?
Gerakan boikot yang dilakukan terhadap produk pro Israel memiliki tujuan untuk melemahkan perekonomian negara tersebut, sehingga kita tidak boleh lelah untuk terus melakukannya, sampai para zionis benar-benar mengehentikan serangannya.