Hijrah  

Arnoud van Doorn, Penghujat Islam yang Memutuskan Menjadi Mualaf

Gambar Via: denhaagfm.nl

Seruni.id – Pada tahun 2008 lalu, sebuah film pendek berdurasi 17 menit dengan judul “Fitna” dipublikasikan di Internet. Film ini membahas Islam, dan melekatkannya dengan hal-hal buruk. Dalam film tersebut, Islam digambarkan sebagai agama yang mempromosikan kekerasan dan terorisme. Beberapa ayat di dalam Alquran pun sengaja dipilih untuk menghubung-hubungkan Islam dengan kekerasan. Salah satu yang ada di balik film ini adalah Arnoud van Doorn. Lantas, apa yang membuat Arnoud akhirnya memutuskan menjadi seorang mualaf?

Image result for arnoud van doorn
Gambar Via: konfrontasi.com

“Nama saya Arnoud van Doorn, usia saya 47 tahun, saya lahir dan besar di Belanda. Saya tumbuh dalam keluarga Kristen dengan norman dan nilai-nilai Kristen,” ujarnya mengawali cerita.

“Banyak orang yang mengatakan jika pindah dari Kristen ke Islam itu sangat sulit. Saya pikir itu tidak benar, karena orang Kristen juga meyakini adanya satu Tuhan. Jadi, bagi saya pindah dari Kristen ke Islam tidak terlalu sulit. Saya pikir lebih sulit pindah dari atheisme ke Islam,” tandasnya.

“Profesi asli saya adalah penasihat remaja dan keluarga. Biasa bekerja di bidang yang menantang di wilayah miskin rawan kejahatan. Saya juga biasa bekerja dengan banyak keluarga Muslim,” ucapnya.

Lantas, bagaimana ia bisa menjadi anggota PVV (Partai Kebebasan) Greet Wilders?

“Sebenarnya saya tidak pernah menjadi Islamofobia, tapi saya sangat kritis menyangkut prasangka kebanyakan orag Barat tentang Islam, seperti bahwa Islam mengajarkan kekerasan, menindas wanita, teroris, dan hal-hal buruk lainnya. Hal itu terjadi karena ketidaktahuan saya, yang tentu tidak bisa dijadikan alasan, termasuk oleh saya (untuk menghakimi Islam),” ujarnya.

Baca Juga: Alquran Memberiku Hidayah, “Saya Sangat Bangga dengan Hijab Saya”

“Geert Wilders bertanya pada saya, apakah saya mau membantunya mendirikan sebuah partai, sekitar 5-6 tahun yang lalu. Dan itu terdengar menarik. Jadi saya setuju, dan menjadi anggota PVV. Tanggung jawab saya ada di bidang Humas, yakni untuk memengaruhi masyarakat dan media,” lanjut Arnoud van Doorn.

Mengapa Islamofobia tumbuh pesat di negara-negara Barat, khususnya Belanda?

“Bagi saya ada beberapa alasan, seperti jika berada dalam krisis, biasanya orang akan mencari kambing hitam, dan Muslim adalah kambing hitam untuk krisis yang sedang di hadapi Belanda. Semua kesalahan dilemparkan pada masyarakat Muslim. Semua kejahatan terjadi karena Islam. Islam itu jahat. Dan para politisi serta media memanfaatkan Islam serta dijadikan musuh bersama,” akunya.

Bagaimana akhirnya seorang Arnoud yang kerap melemparkan kritik pada Islam, yakin untuk menjadi seorang Muslim?

“Setelah tiga tahun gabung dengan PVV, saya mulai bimbang karena banyak orang yang mengingatkan jika persepsi saya tentang Islam selama ini salah. Mereka menyampaikan jika Islam sesungguhnya adalah agama yang damai. Waktu itu saya pikir wajar mereka bicara seperti itu, tapi nyatanya fakta tentang Islam tetap tidak demikian. Tapi meskipun begitu, hati saya tetap bimbang,” tandasnya.

“Saya merasa harus mempelajari lebih jauh tentang Islam, apa benar Islam itu buruk. Saya mulai membaca Alquran, sunnah, hadis, dan saya menemukan banyak kebenaran serta keindahan. Jadi saya pikir, sebenarnya Islam memang tidak buruk. Sejak itu saya semakin ingin tahu tentang Islam. Hingga suatu hari seorang teman di Dewan Kota Hague, ia seorang Muslim, mengajak saya ke masjid di Hague,” tutur Arnoud van Doorn.

Baca Juga: “Kenapa Ayah Izinkan Saya Masuk Islam?”

“Awalnya saya menolak, karena bagi saya masjid adalah tempat yang berbahaya, banyak orang jahat, dan saya akan diserang di sana. Tapi teman saya tadi berhasil membujuk saya. Sesampainya saya di masjid, saya kaget, karena semua orang sangat ramah. Saya merasa sangat diterima. Di sana, kami berbincang lama, kurang lebih sepuluh jam lamanya. Tentu ini sama sekali di luar dugaan saya,” imbuhnya.

“Saya mengira saya benar tentang Islam, yakni bahwa semua Muslim jahat, nyatanya saya salah. Hingga akhirnya saya merasa bahwa Islam adalah agama yang sangat bijak, indah, dan damai. Di dalam masjid, saya merasa hangat. Saya tidak terkejut akan hal ini, tapi saya bingung. Sampai di rumah pun pikiran saya berkecamuk, tidak mengerti, saya bingung, tidak bisa tidur. Paginya, saya pikir saya harus kembali ke masjid. Dan saya kembali ke sana, berbincang, membaca, belajar, serta bicara dengan banyak ahli pun Muslimin,” kenangnya.

Baca Juga: Amira Ann Lee: Kenapa Saya Memilih Islam?

“Selama 6-7 bulan, perasaan saya bergeser, dari ingin tahu, menjadi yakin jika Islam cocok untuk saya. Setelah dua bulan saya keluar dari PVV, dan mengatakan pada Geert Wilders jika PVV bukan tempat saya, seharusnya saya tidak di situ, dan saya sudah keliru (selama ini). Dan saya keluar (dari PVV). Itu langkah besar, karena setelah itu saya tidak punya pekerjaan,” ungkap Arnoud.

Tapi mengapa Arnoud merasa kuat meski tanpa pekerjaan dan penghasilan setelah keluar dari PVV?

“Kekuatan dari dalam hati itu tumbuh dan semakin besar, terasa seperti selimut hangat ajaib. Semakin saya memahami Islam, semakin saya yakin Islam adalah saya. Saya adalah bagian dari Islam. Sampai akhirnya saya mengucapkan dua kalimat syahadat, momen yang sangat emosional, saya hanya berdua dengan imam masjid. Sangat emosional, saya menitikan air mata. Dan sejak saat itu, saya adalah seorang Muslim,” kenangnya yang disambut sambutan hangat dari para pendengar.

Baca Juga: “Saya Menjadi Lebih Tenang Setelah Masuk Islam”

“Saya masih harus sangat banyak belajar, membaca tentang Islam. Saya tahu belajar tentang Islam harus kita lakukan sampai mengembuskan napas terakhir. Saya belum tahu banyak tentang Islam, tapi saya yakin jika Islam itu baik, bijak, dan damai. Islam adalah solusi untuk semua orang dan dalam segala situasi, tanpa pengecualian,” ujarnya.

“Kita harus menjadi contoh Muslim yang baik, terutama di hadapan anak-anak muda, kita harus tampil sebagai masyarakat yang bermoral. Kita tidak kasar, kita tidak menindas wanita, kita tidak mendukung terorisme, kita tidak jahat. Karena kalau kita bisa menjadi contoh yang baik, mau mendengar, sabar, bersedia untuk berdialog, mereka akan memandang kita sebagai orang-orang biasa yang memiliki nalar dan bijaksana, dan para pemuda itu akan simpati pada Islam,” pikir Arnoud van Doorn.

“Hal ini (pengetahuan yang benar tentang Islam) setidaknya akan membuat mereka ikut memerangi Islamofobia. Tak peduli bagaimanapun usaha media dan politisi, mereka tetap tidak akan menang. Islam terlalu kuat untuk dikalahkan. Namun, kita harus sabar, ini bukan hal yang bisa kita capai dalam hitungan minggu, bulan, pun setahun. Karena mungkin perlu 5, 10, atau bahkan 20 tahun. Tapi tak apa, kita harus tetap sabar, sabar adalah kuncinya,” ucap Arnoud van Doorn.

Di Belanda, Arnoud membangun organisasi pemuda sebagai wadah untuk seminar, diskusi, dan informasi yang mudah untuk para pemuda serta anak-anak.

“Di PVV saya pernah belajar tentang keterampilan media, cara memengaruhi orang, hubungan antar masyarakat. Dan mereka tidak suka saya menggunakan ilmu dari mereka, untuk melawan mereka. Tapi ini bukan tentang saya, karena saya hanya manusia biasa yang ada di tangan Allah. Tapi dengan menyebarluaskan pengalaman saya, saya berharap bisa menyampaikan tentang Islam yang sebenarnya,” tutur Arnoud.

Baca Juga: Joram van Klaveren, Politisi dari Partai Anti-Islam, Memutuskan Masuk Islam

Arnoud van Doorn yang sudah menjadi seorang Muslim pun segera melaksanakan ibadah Haji, dan mengutarakan perasaannya, “Saya merasa malu berdiri di hadapan makam Nabi. Saya memikirkan kesalahan besar yang telah saya buat dengan memproduksi film yang menodai kesucian itu, semoga Allah mengampuni saya dan menerima penyesalan saya,” tutupnya.

“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya,” (QS. At-Taubat: 32).

Maa syaa Allah. Kisah-kisah demikian terus menggetarkan hati kita. Jika yang tumbuh dewasa kemudian memutuskan untuk menjadi seorang mualaf saja bisa mencintai Allah dan Islam dengan sepenuh hati.

Bagaimana dengan kita yang sejak lahir sudah menjadi seorang Muslim? Sudah sampai di mana perjalanan kita mendekatkan diri pada Allah SWT? Semoga ini bisa menjadi renungan untuk kita bersama.