Paris van Java atau yang dikenal dengan Kota Bandung kembali ramai. Bandung bukan ramai karena adanya acara menomental menyambut kedatangan Raja Salman bin Abdul Aziz yang akan melancong ke Indonesia pada tanggal 1 Maret 2017. Tetapi akibat bom panci yang mengguncang kota Bandung.
Sejuknya kota Bandung pada Senin pagi (27/2/2017) dikotori dengan terjadinya ledakan bom di Taman Pandawa dan aksi penyanderaan di Kantor Kelurahan di kawasan Cicendo. Tentunya peristiwa tersebut mengagetkan kita semua.
Meskipun hanya dalam waktu beberapa jam, polisi sudah bisa melumpuhkan si pelaku teror yang mengejutkan kota Bandung tersebut. Pelaku tewas dalam perjalanan menuju rumah sakit Bhayangkara dalam penyergapan yang dilakukan Tim Densus 88 Antiteror.
Pelaku yang diketahui bernama Yayat Cahdiyat (43) diduga tidak melakukan aksi teror sendirian. Ia melakukan aksi tersebut bersama satu orang rekannya yang saat ini masih buron. Rekan Yayat kabur usai terjadinya kejadian peledakan di Taman Pandawa.
Setelah meledakan bom panci di Taman Pandawa, Yayat dikejar oleh anak-anak SMA. Lalu, Yayat masuk ke dalam kantor Kelurahan Arjuna Kecamatan Cicendo. Bahkan Yayat sempat diajak duel oleh dua orang pelajar SMA yang mengejarnya.
Hal itu berdasarkan cerita dari dua orang pelajar SMA yang mengejar pelaku. Kedua pelajar tersebut bernama Lupy M dan Syafii Nurhikmah. Namun keduanya tidak berani berduel dengan pelaku karena pelaku membawa senjata api. “Saya bilang kalau mau duel, senjatanya simpan. Namun dia tidak mau,” kata Syafii.
Profil Pelaku Bom Panci Bandung
Pelaku bom panci di Bandung sudah lama malang melintang di kelompok terorisme. Bahkan ia pernah masuk penjara dengan kurungan selama dua tahun, tetapi hal itu tidak membuat dia jera untuk berhenti melakukan aksi teror.
Bahkan Yayat pernah mengikuti latihan militer di Aceh. Dia pernah divonis 3 tahun penjara pada 2013 terkait kasus terorisme. Dan pada tahun 2015 Yayat bebas dari Lapas Tangerang.
Pria yang berasal dari Purwakarta ini tinggal di Kampung Cukanggenteng, RT 3 RW 1, Desa Cukanggenteng, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bambu.
Yayat dikenal di tempat tinggalnya sebagai orang yang baik dan tidak pernah melakukan hal-hal yang mencurigakan warga sekitar. Bahkan rekan satu lingkungan tempat tinggalnya mengatakan Yayat merupakan orang yang tidak sering membuat kegaduhan.
Yayat memiliki satu orang istri dan tiga orang anak. Dua anak laki-laki dan satu perempuan. Yayat dikenal oleh salah satu rekannya, Didih (58) sebagai pedagang aksesoris dan mainan yang berjualan di sekolah-sekolah di wilayah Cilaku, Cianjur Jawa Barat.
Yayat pun sempat pamit dengan Didih untuk pergi ke Bandung untuk menjenguk mertuanya yang sedang sakit. Didih baru mengetahui kalau Yayat sebagai pelaku teror di Taman Pandawa setelah Polisi berdatangan ke tempat tinggal Yayat.
Para tetangga pun tidak mengetahui kalau Yayat pernah menjadi residivis kasus terorisme. Yayat pada 2011 pernah ditangkap bersama 70 orang lainnya di Aceh Besar saat mengikuti pelatihan militer.
Dalam catatan kepolisian, Yayat sebelumnya tercatat sebagai pelaku tindak pidana perampokan bermotif terorisme pada Maret 2010. Ia bersama tiga rekannya Agus Marshal, Bebas Iriana, dan Enjang Sumantri pernah melakukan perampokan mobil mini bus di depan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kali Asin, Cikampek, Jawa Barat.
Motif Pelaku
Belum diketahui apa motif Yayat bersama satu rekannya melakukan aksi teror di Bandung. Tetapi saat dikepung oleh Densus 88 di Kantor Kelurahan Arjuna, Yayat meminta agar Densus 88 membebaskan rekannya yang saat ini berada di bui.
Namun pendapat tersebut berbeda dengan yang dikatakan oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menduga motif Yayat melakukan peledakan bom untuk menunjukan eksistensi jaringannya.
Tito mengatakan Yayat merupakan anggota dari jaringan Jemaah Ansharut Daulah (JAD), Bandung yang berafilisasi kepada Aman Abdurrahman.
Tewasnya pelaku bom Panci di Cicendo Bandung disayangkan oleh banyak pihak. Sebab, pihak kepolisian akan kesulitan dalam mendalami motif dan tujuan pelaku melakukan aksi teror di Bandung.
Menurut Direktur Community of Ideological Islamic Analyst, Harits Abu Ulya mengatakan bahwa polisi akan kesulitan dalam mengungkap master mind dalam aksi teror ini. “Karena bisa jadi pelaku adalah produk radikalisasi dari ‘invisible hand'” jelas Harits.
Sementara itu Kadiv Humas Polri, Irjen Boy Rafli Amar mengungkapkan bahwa bom yang dibawa oleh Yayat meledak sebelum waktunya. Boy mengatakan harusnya bom yang dibawa Yayat akan diledakan di tempat yang lebih dahsyat.
Yayat diduga salah memperlakukan bom yang ia bawa. Sehingga meledak di waktu dan tempat yang salah. Dugaan tersebut memang masih harus di konfirmasi untuk memastikan motif pelaku meledakan bom tersebut.
Saat ini petugas kepolisian sedang mengumpulkan informasi yang lebih akurat untuk menunjang informasi-informasi yang lebih jelas.