Bupati Purwakarta Gugat Cerai Suami Karena KDRT Secara Psikis, Bagaimana Cirinya?

Bupati Purwakarta Gugat Cerai Suami Karena KDRT Secara Psikis, Bagaimana Cirinya?
instagram.com/anneratna82

Seruni.id – Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika, menggugat cerai sang suami, Dedi Mulyadi. Salah satu yang menjadi alasan bulatnya keputusan tersebut adalah karena ia kerap kali menerima perlakuan yang tidak mengenakan, salah satunya KDRT secara psikis. Hal tersebutlah yang membuatnya tidak tahan lagi sampai akhirnya melayangkan gugatan cerai.

Bupati Purwakarta Gugat Cerai Suami Karena KDRT Secara Psikis, Bagaimana Cirinya?
instagram.com/anneratna82

Kerap Mendapatkan Perlakuan yang Tidak Mengenakan

Wanita yang akrab disapa Ambu Anne itu mengatakan, terkait KDRT secara psikis tersebut telah tercantum dalam salah satu materi gugatan cerai yang didaftarkan olehnya ke Pengadilan Agama Purwakarta.

“Materi kedua, sikap yang tidak baik, itu lebih pada apa, ya. KDRT secara psikologis, ucapan yang kasar gitu kan, omongan yang dilontarkan. Jadi, itu berdampak terhadap psikogis saya,” ujarnya.

Anne mengaku, KDRT secara psikis terjadi sejak lama. Bahkan, terjadi berulang kali. Selama ini, ia mencoba bersabar demi keutuhan keluarga. Berbagai cara telah dilakukan, tapi tak ada yang berubah.

Jika dahulu ia tak punya keberanian. Kini, ia sudah tak tahan lagi, kesabarannya sudah habis, sehingga ia memberanikan diri untuk menggugat cerai Dedi Mulyadi.

“Itu sering (KDRT psikis). Dulu saya tidak punya keberanian untuk mengungkapkan, hari ini saya merasa apa ya… sudah cukup, ini harus sudah,” katanya.

 

Apa itu KDRT Psikis?

Sebenarnya, tidak sedikit orang yang pernah atau sedang mengalami hal serupa, yaitu KDRT secara psikis. Namun sayangnya, korban jarang sekali menyadari hal tersebut. Hal ini bisa dialami oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Tapi, kekerasan secara psikir lebih sering menimpa para wanita.

Adapun yang dimaksud dengan kekerasan secara piskis adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan seseorang ketakutan, hilangnya rasa percaya diri atau kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Selain cacian dan makian, tanda kekerasan dalam rumah tangga yang menyerang psikis juga bisa berupa pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial. Contoh dari bentuk kekerasan ini, yaitu pasangan pencemburu yang melarang pasangannya untuk bergaul dengan siapa pun selain dirinya.

 

Ciri Istri yang Mengalami Kekerasan Psikis

Ada beberapa ciri yang menunjukkan bahwa seorang wanita telah menjadi korban KDRT secara psikis. Di antaranya:

1. Menjalani Sesuatu Karena Paksaan

Apabila di dalam pernikahan seorang istri selalu melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan pasangannya secara terus menerus, maka bisa jadi ia mengalami kekerasan psikis. Apalagi, jika ia menjalaninya tanpa rasa bahagia alias terpaksa.

Dan yang paling umum terjadi adalah ketika pria berkuasa atas wanita kemudian menutup ruang komunikasi. Sehingga tidak ada celah bagi istri untuk bernegosiasi. Kalaupun ada saatnya suami mendengarkan, tapi pada akhirnya istri lagi-lagi harus mengikuti keinginan dan kedehndak suami.

Adanya kuasa atas komunikasi dalam pernikahan membuat istri akhirnya selalu menjalani sesuatu bukan karena benar-benar ingin. Namun, karena mengalah dan mencari aman. Tidak ada harapan untuk menyampaikan aspirasi.

2. Selalu Salah di Mata Pasangan

Bentuk kekerasan lainnya adalah di mana istri selalu salah di mata suami. Segala yang dilakukan oleh istri, tidak ada benarnya. Kasus yang sering terjadi ini, menandakan bahwa pasangan tidak memiliki rasa empati dan tidak menghargai istri sebagai pandamping hidup. Sebab, pasangan yang baik biasanya akan selalu memberikan dukungan atas apa yang dilakukan oleh sang istri.

3. Selalu Merasa Kesepian

Seseorang yang mengalami KDRT secara psikis, kerap kali merasa kesepian dan merasa seperti tidak memiliki pasangan hidup. Ia selalu diabaikan karena pasangan punya dunianya sendiri. Entah karena asik bergaul, terlalu sibuk dengan pekerjaan, atau terlalu fokus pada gadgetnya.

Walaupun terkesan sepele, tapi beban istri yang seharian mengurus rumah dan anak, seolah tidak dihargai jika diperlakukan demikian. Jika diabaikan, otomatis istri akan merasa kesepian, merasa bahwa dirinya membosankan bagi suami, tidak berharga lagi. Padahal, istri juga punya hak untuk diberikan nafkah secara fisik juga batin berupa penghargaan, kasih sayang serta perhatian.

4. Merasa Rendah Diri

Pasangan sering mengejek fisik atau pribadi istri? Hati-hati, ini termasuk KDRT secara psikis, loh. Ejekan atau hinaan yang dilakukan secara berulang oleh orang yang harusnya memberikan perlindungan, cepat atau lambat bisa menggerus harga diri. Pada akhirnya ia akan merasa rendah diri dan mempercayai kata-kata ejekan tersebut, bahwa dirinya buruk dan tidak berharga.

5. Kehilangan Kebebasan untuk Bergaul atau Berkarya

Suami adalah pemimpin dan contoh yang baik untuk keluarga. Namun sayangnya, tidak semua laki-laki paham apa arti pemimpin. Mereka yang tidak paham, biasanya akan mengartikan bahwa memipin adalah hak paten untuk membuat berbagai larangan, termasuk melarang bekerja, melarang bergaul, hingga melarang istri menekuni sebuah bidang atau passion. Alasannya supaya anak dan dirinya mendapat perhatian penuh.

Tak sedikit para istri yang terpaksa menyetujui larangan tersebut. Dengan dalih takut dosa. Padahal, baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama dalam porsi bergaul atau berkarya. Jika seorang istri sudah merasa dikekang dalam bergaul dan berkarya, artinya kekerasan psikis sedang ia alami.

6. Selalu Merasa Terancam

Mungkin benar bahwa pasangan tidak pernah melakukan kekerasan fisik. Namun, apakah prilakunya sudah baik? Seperti tidak pernah mengancam, selalu bertutur kata baik atau malah sebaliknya? Jika kamu selalu merasa takut dan terancam saat berada dekat pasangan, itu tandanya kamu sedang mengalami kekerasan secara psikis

Baca Juga: 8 Daftar Artis yang Pernah Jadi Korban KDRT