Seruni.id – Menjalankan puasa Ramadhan adalah kewajiban bagi setiap orang yang beriman. Tapi, tidak semua bisa full menjalaninya, sehingga meninggalkan hutang puasa di luar bulan Ramadhan. Hutang ini tetap wajib dilunasi. Namun, bagaimana caranya jika seseorang yang memiliki hutang puasa, tetapi belum dibayar sampai lewat Ramadhan berikutnya?
Dalam kasus ini, para ulama telah sepakat bahwa hutang puasa tersebut tidaklah gugur, meskipun sudah terlampau lama dan belum juga dibayar dengan cara mengqadha’nya. Tidak ada istilah hangus dalam masalah ini, juga tidak bisa diganti dengan bentuk lain seperti sedekah atau memberi makan fakir miskin, selagi masih diberi kesehatan dan mampu berpuasa.
Sebaiknya bertaubatlah kamu kepada Allah SWT karena telah menunda-nunda hutang serta menyesali perbuatannya karena telah menyepelekan kewajiban dan bertekad kuat untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama. Sebagaimana Allah Subahnahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. Annur:31).
Menunda-nunda hutang puasa hingga bertahun-tahun ini termasuk kemaksiatan dan bertaubat kepada Allah darinya adalah sebuah keharusan. Maka, selagi masih deiberi kesehatan, bersegeralah membayar puasa sebanyak hari sesuai prasangka yang kuat. Dalam hal ini harus berlomba dengan malaikat Izrail, jangan sampai ia datang lebih dulu sebelum kamu melunasi puasa tersebut.
Apakah Cukup Hanya dengan Mengqadha’ Saja atau Ada Denda?
Jika hutang puasa biasa, maka cukup dibayarkan dengan cara mengqadha’ saja, sesuai jumlah hari yang ditinggalkan. Para ulama sepakat akan hal tersebut. Namun, ada sedikit perbedaan pendapat jika kasusnya hutang puasa tak kunjung dibayarkan, hingga lewat setahun sampai bertemu lagi bulan Ramadhan berikutnya. Apalagi jika lebih dari setahun.
Al-Hanafiyah : Tidak Ada Denda
Pendapat yang didukung oleh Mdzhab Hanafi, Al-Bashri dan Ibramin An-Nakha’I, menyebutkan bahwa cukup mengqadha‘ saja tanpa membayar kaffarah. Menurut mereka kita tidak perlu mengqiyas ibadah puasa seperti yang dilakukan oleh pendukung pendapat di atas. Jadi, cukup mengqadha’ saja, tidak perlu membayar kaffarah. Asalkan jumlah hari puasa qadha’nya sesuai dengan jumlah hutang puasanya.
Jumhur Ulama : Denda Fidyah
Sebagian fuqaha seperi Imam Malik, Imam as-Syafi‘i dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa harus mengqadha‘ setelah Ramadhan dan membayar kaffarah (denda). Perlu kita pahami, meski disebut dengan ‘kaffarah’, tapi pengertiannya adalah membayar fidyah, bukan kaffarah dalam bentuk membebaskan budak, puasa 2 bulan atau memberi 60 fakir miskin.
Dasar pendapat mereka adalah qiyas, yaitu mengqiyaskan orang yang meninggalkan kewajiban mengqadha‘ puasa hingga Ramadhan berikutnya tanpa uzur syar‘i seperti orang yang menyengaja tidak puasa di bulan Ramadhan. Karena itu kita wajib mengqadha‘ serta membayar kaffarah dalam bentuk Fidyah.
Bagaimana Jika Lupa Jumlah Hutangnya?
Jika kamu lupa jumlah hutang puasa yang akan dibayarkan, maka cara yang paling tepat dan masuk akal adalah dengan melakukan apprasial atau perkiraan. Cara ini biasa dilakukan oleh lembaga profesional untuk menaksir kira-kira nilai suatu asset. Karena biasanya perbankan kerap menggunakan jasa ini untuk menaksir nilai suatu asset yang dijadikan jaminan.
Dalam bahasa fiqih, kita bisa pakai istilah ijtihad. Maksudnya, orang yang berhutang ini dipersilahkan berijtihad untuk menghitung-hitung sendiri sesuai dengan perkiraannya. Karena ini baru perkiraan saja, tentu tidak 100% akurat. Tetapi setidaknya ada asas yang bisa dijadikan patokan dalam mengira-ngira jumlah hutang puasa.
Misalnya saja, dalam sekali Ramadhan kurang lebih ada 50% hari yang ditinggalkan tidak berpuasa. Dan jika hal itu terjadi selama 5 tahun berturut-turut, kita bisa hitung dengan mengalikan 15 hari selama 5 tahun. Maka, total puasa yang harus diganti ialah 75 hari.
Agar lebih mudah untuk mengingatnya, kamu bisa membuat sebuah list, yang isinya kolom, nomor, hari ke berapa, dan tanggal pelaksanaan. Kemudian mulai lakukan qadha’ puasa sehari demi sehari. Jangan lupa untuk selalu mencontreng list yang kamu buat serta menuliskan tanggalnya. Hal ini dilakukan agar kamu punya catatan pasti dan tahu progres jadwal pembayaran hutang kepada Allah SWT.
Puasa qadha’ boleh dikerjakan pada hari-hari khusus yang dinilai bisa mendapatkan tambahan pahala, seperti hari Senin atau Kamis. Atau bisa juga dilakukan pada tiap tanggal 13,14 dan 15 tiap bulan qamariyah, sebagaimana halnya puasa ayyamul biidh. Akan lebih bagus lagi, jika kamu melakukan puasa Nabi Daud Alaihissalam, yaitu puasa yang berselang-seling.
Tetapi, cara di atas bukanlah aturan baku dalam mengqadha’ puasa. Jika tak mampu seperti itu, tak mengapa. Yang paling utama adalah bagaimana agar jumlah hutang puasa bisa terbayar lunas hingga selesai.
Baca Juga: Dzulhijjah dan Keutamaan Puasanya
Nah, sebaiknya semua bisa selesai selagi kita masih segar bugar, sehat wal afiat dan tentu saja sebelum ajal datang menjemput. Sebab, jika nikmat sehat ini telah dicabut satu per satu, apalagi kalau sudah dipanggil Allah SWT, sementara masih belum menyelesaikan hutang puasa, kita akan kerepotan sendiri dihari perhitungan kelak. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita agar dapat menjalankan perintahnya dengan baik. Aamiin.