Hijrah  

Clem, Mualaf Asal Prancis: “Suara Adzan Sangat Lembut di Telinga Saya”

Clem, Mualaf Asal Prancis: "Suara Adzan Sangat Lembut di Telinga Saya"
haibunda.com

Seruni.id – Kisah tentang mualaf selalu menyimpan kesan tersendiri. Bahkan, terkadang menyadarkan kita bahwa setiap orang akan memperoleh hidayah dengan cara yang berbeda-beda. Seperti kisah Clem, seorang mualaf asal Prancis yang tertarik memeluk Islam karena mendengar suara adzan.

Perjalanan mualaf wanita yang kini telah menetap di Indonesia itu, sudah dimulai sejak dirinya masih kecil. Clem dibesarkan dari keluarga yang sederhana. Bahkan, ia dan keluarganya tinggal di sebuah kampung kecil di bagian barat Prancis.

Agama Sebelumnya Hanyalah Sebuah Status

Sebelum dirinya memutuskan memeluk Islam, ia mengaku bahwa agama sebelumnya hanyalah sebuah status saja. Sebab, meski keluarganya adalah orang yang percaya dengan Tuhan, tapi mereka tak penah mengajarkan anak-anaknya tentang agama Kristen.

“Keluarga saya percaya dengan Tuhan, mereka Kristen. Tapi orang tua saya tidak pernah mengajarkan anak-anak mereka tentang agama Kristen,” tutur Clem, dikutip dari kanal YouTube Clem Bule Minang, Minggu (3/4/22).

“Jadi kami sebagai anak kecil percaya Tuhan, namun tidak tahu tentang agama sedikit pun. Selain itu, di Prancis juga pelajaran agama di sekolah itu dilarang,” sambungnya.

Karena hal tersebutlah, berbagai pertanyaan sering kali memenuhi pikirannya. Entah pertanyaan tentang asal usul manusia, hingga ke mana manuia akan pergi ketika mereka telah meninggal dunia.

Sebelum dirinya benar-benar menetap di Indonesia, Clem memang sudah sering berkunjung ke Indonesia. Orangtuanya rutin mengajaknya berlibur ke Jawa dan Bali, setidaknya setiap satu tahun sekali. Ketika pertama kali ia menginjakkan kaki di tanah air, Clem langsung terkesan dengan keindahan negara ini.

“Bagi saya, Indonesia adalah negara terindah di dunia. Orang-orangnya ramah, saya menyukai semua tentang Indonesia. Saya bersyukur karena Indonesia saya masuk Islam, di situlah saya belajar agama untuk yang pertama kali di hidup saya,” tuturnya.

Bermula Ketika Berkunjung ke Jawa

Perjalanan spiritual mualaf asal Prancis ini bermula saat dirinya berkunjung ke Jawa. Saat itu, matanya dibuat terpesona akan keindahan masjid dan melihat banyak wanita yang memakai hijab. Tidak sampai di situ, bahkan suara adzan yang berkumandang seketika membuat hatinya tersentuh.

“Suara adzan sangat lembut di telinga saya. Hati saya langsung nyaman. Ada sesuatu di badan saya yang tidak bisa saya jelaskan, tetapi pokoknya yang membuat saya bahagia sekali,” ungkap Clem.

Sejak pertama kali mendengar merdunya suara adzan, hatinya langsung terbuka untuk menerima Islam sebagai agamanya. Sejak saat itu pula, ia mulai jatuh cinta dengan Indonesia.

Hari demi hari ia isi dengan menggali pengetahuan tentang islam lebih mendalam. Tak ada penentangan dari keluarga, ia justru mendapatkan dukungan penuh. Sehingga membuatnya semakin yakin dengan Islam.

“Orang tua selalu mengajarkan untuk menghormati manusia dan agama lain. Jadi sejak kecil saya tertarik dengan agama Islam. Mereka senang dengan itu, mereka tidak marah. Dari kecil saya pun mulai belajar pelan-pelan,” Clem bercerita.

“Sekitar usia 12 atau 13 tahun saya benar-benar mulai belajar tentang Islam. Al-Qur’an pertama saya dapat dari kakak, dia tahu saya sudah tertarik dengan Islam. Itu kejutan buat saya,” imbuhnya.

Memasuki usia remaja, ia merasakan banyak gejolak, seperti anak ABG pada umumnya sedang mengalami pubertas. Menurut ceritanya, hatinya sering kali merasakan gelisah dan kurang bersyukur. Namun, perasaan itulah yang ternyata semakin memantapkan hatinya untuk memeluk Islam.

“Setiap malam saya membaca Al-Qur’an untuk menenangkan otak saya. Saat masih puber, saya masih merasa ada yang kurang dari hidup saya. Di situ lah saya mengerti bahwa saya harus memiliki agama,” kata Clem.

“Aku percaya, kalau kita sudah memiliki agama, kita akan sangat lebih bersyukur dan bahagia. Dalam waktu salat juga sama dengan curhat, memberi hati kami kepada Tuhan,” ungkapnya.

Mualaf asal Prancis ini, terus mendalami agama Islam hingga dirinya dewasa. Kemudian ia mendapat kesempatan mengenal Islam lebih dalam saat bertemu dengan Daniel. Ia adalah pria Minang yang kini menjadi suaminya.

 

Menikah dengan Pria Minang

Pada 2017 lalu, Clem mengenal Danil untuk pertama kalinya. Sejak bertemu Danil, Clem langsung meyakini bahwa pria Minang itu adalah jodohnya. Clem juga merasa bahagia, karena sejak mengenal Danil, ia semakin lancar belajar agama Islam.

“Sejak kenal Daniel, saya tambah dekat dengan Islam karena dia adalah imam yang luar biasa. Dia mengajarkan saya setiap hari dan membuat saya selalu ingat pada Allah,” kata Clem.

Clem semakin memantapkan diri untuk memeluk Islam. Ketika ia menyampaikan keinginannya untuk menjadi mualaf, hal tersebut disambut baik oleh keluarganya. Sehingga tak ada kesulitan yang ia rasakan untuk mendapatkan restu orangtua.

“Walaupun saya masuk Islam, orang tua saya tetap baik sekali dan menerima pilihan hidup saya. Kata orang tua saya, terserah Clem kalau mau masuk Islam, pokoknya Clem harus bahagia,” tuturnya.

Clem kemudian masuk Islam saat akan menikah dengan Danil. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat sebelum melakukan akad nikah di salah satu masjid yang berada di kampung halaman Danil. Clem merasakan hal yang luar biasa saat masuk Islam, Bunda.

“Waktu suami membawa saya ke masjid untuk masuk Islam, saya bahagia meski agak stres sedikit. Saat imam menyuruh saya membaca dua kalimat syahadat, hati saya langsung tenang. Tetapi air mata saya langsung keluar. Saya menangis bahagia. Itu sebuah perasaan yang luar biasa,” ungkap Clem.

Saat ini, Clem dan Danil sudah menikah dan menetap di Prancis. Mereka juga tengah menantikan anak, lho. Pasangan suami istri itu sangat sering membacakan doa dan ayat suci Al-Qur’an sambil mengelus bayi di dalam perut Clem.

Baca Juga: Menempuh Pendidikan di Sekolah Islam Membawa Annisa Menjadi Mualaf

Mualaf asal Prancis itu mengaku, bahwa ia sangat merindukan suara adzan. Keberadaan masjid yang sangat sedikit di Prancis membuatnya tak bisa mendengar adzan seperti di Indonesia.

“Ketika di Prancis kami rindu suara adzan karena di sini jarang ada masjid. Tapi saya sangat bersyukur ada Daniel sebagai imam yang baik untuk saya,” ujarnya,