Seruni.id – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kerap kali terjadi pada perempuan atau istri. Namun, meski sudah disakiti secara fisik maupun mental, tak sedikit korban KDRT yang justru memilih bertahan dengan pernikahan dan laki-laki yang sudah menyakitinya itu.
Umumnya, hal ini terjadi lantaran korban KDRT terjebak dalam siklus atau pola yang dibuat oleh pelaku. Salah satu alasan mereka bertahan adalah karena mereka menganggap bahwa masih ada harapan suatu saat keadaan akan membaik. Namun, tidak ada jaminan kalau suaminya bisa berubah dan berhenti melakukan kekerasan.
Selain hal tersebut, sebenarnya apa sih alasan lainnya kenapa wanita atau istri memilih bertahan meski sudah menjadi korban KDRT? Seruni telah merangkum beberapa alasannya berikut ini:
1. Percaya Bahwa Pasangan Masih Mencintainya
Siklus KDRT berawal dari konflik rumah tangga lalu terjadi kekerasan sebagai bentuk hukuman atau pelampiasan emosi. Setelahnya, pelaku jadi merasa bersalah dan meminta maaf pada korban. Pada situasi tersebutlah merekabisa menggoyahkan keyakinan korban. Setelah permintaan maaf yang tampaknya tulus tersebut, rasanya sulit untuk tetap marah dan membenci suaminya. Mereka percaya bahwa pasangannya masih mencintainya. Pdahal, ada kemungkinan besar tindakan kekerasan tersebut akan berlanjut.
2. Takut
Selain itu, rasa takut sering kali membuat korban KDRT memilih untuk bertahan dengan pria yang telah menyakitinya. Ketakutan akan dikuhum pasangan, ketakutan meninggalkan hubungan, dan takut tidak ada orang yang bisa menolongnya. Padahal, rasa takut dan keputusan memilih untuk bertahan adalah hal yang salah. Sebab, bukan tidak mungkin pelaku akan melakukan hal serupa atau lebih parah di kemudian hari.
3. Menganggap Jika Dirinyalah yang Bersalah
Pelaku kekerasan dalam rumah tangga umumnya sangat manipulatif. Mereka akan mencoba membuat korbannya berpikir bahwa mereka pantas mendapatkan perlakukan demikian. Hal inilah yang membuat korban KDRT sering kali memilih untuk mengalah dan menuruti keinginan pasangannya.
Pelaku biasanya mengatakan sesuatu seperti, “Hal ini tidak akan terjadi kalau sejak awal kamu mau nurut dan tidak membantah!”
Padahal, terlepas dari apapun kesalahan yang dilakukan oleh istri, menyakiti apalagi sampai melakukan kekerasan bukan hal yang bisa dibenarkan, tidak ada alasan apapun yang dapat membenarkan hal tersebut.
4. Berharap Apa yang Dialaminya adalah yang Terakhir
Setelah menerima perlakuan kasar, hal ini bisa terasa sangat membingungkan. Terutama jika kejadian ini adalah yang pertama. Korban mungkin tidak yakin apa yang akan terjadi selanjutnya, sehingga hanya bisa pasrah dengan keadaan. Namun, perlu diketahui, bahwa jika seseorang berperilaku sangat kasr, kemungkinan besar mereka cenderung akan melakukannya kembali.
5. Pengaruh Sosial
Korban KDRT sering sekali menerima judgement atau penghakiman dari banyak orang, termasuk keluarga. Hal ini menjadi salah satu pemicu ketakutan tersendiri bagi korban. Karena tidak sedikit orang yang justru memandang negatif hingga menyalahkan korban KDRT. Di mana mereka semestinya mendapatkan pertolongan, perlindungan, dan bantuan. Hal tersebutlah yang membuat korban KDRT terpaksa bertahan.
6. Masih Berharap Suaminya Akan Berubah
Setelah terjadi kekerasan yang berulang kali, korban tampaknya masih punya sedikit harapan bahwa suaminya hanya melakukan kesalahan dan khilaf semata. Hal ini lantaran, para pelaku cenderung memanipulasi istrinya dengan berbagai janji-janji manis yang mengatakan bahwa mereka akan berubah. Mereka juga melakukan hal-hal manis untuk menebus kesalahan dan berpura-pura seolah kekerasan tersebut tidak pernah terjadi.
7. Masalah Ekonomi
Ekonomi menjadi masalah yang dipikirkan oleh banyak korban KDRT sehingga mereka memilih untuk tetap bertahan meski menyakitkan. Terlebih, bagi mereka yang selama ini hanya menjalani peran sebagai ibu rumah tangga. Hal ini dilakukan karena mereka takut tidak bisa menghidupi dirinya sendiri dan anak-anak ketika bercerai.
Untuk membantu korban KDRT keluar dari jerat kekerasan, perlu ada upaya untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan keterampilan kerja, bantuan modal usaha, dan akses ke lapangan kerja. Selain itu, perlu juga ada upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemberdayaan ekonomi bagi korban KDRT.
8. Berpikir Bahwa Hal Tersebut Normal
Terkadang ada beberapa wanita yang berpikir bahwa kekerasan yang ia terima sebenarnya adalah hal normal. Ia meyakini suami memang punya hak untuk memukul wanita. Untuk hal tertentu mungkin iya, namun memukul pun ada batasnya, dan inilah yang tidak diketahui beberapa wanita.
Karena prinsip-prinsip dasar itulah terkadang seorang wanita memilih diam saja ketika mendapat perlakukan kekerasan fisik dari pasangannya. Padahal, akan lebih baik jika angkat bicara dan keluar dari hubungan seperti ini. Karena wanita juga punya harga diri.
Baca Juga: Langkah Menghadapi KDRT untuk Melindungi Dirimu
Tentu saja, setiap korban KDRT memiliki alasan yang berbeda-beda mengapa mereka tetap bertahan. Namun, alasan-alasan yang disebutkan di atas adalah beberapa alasan yang paling umum.
Jika kalian adalah korban KDRT, penting untuk menyadari bahwa kalian tidak sendirian. Ada banyak sumber daya yang tersedia untuk membantu kalian keluar dari jerat kekerasan. Kalian dapat menghubungi hotline KDRT, organisasi bantuan perempuan, atau bahkan polisi.