Seruni.id – Tahukah kamu? Perumbuhan pada anak tidak hanya dilihat dari berat badannya saja, tetapi juga tinggi. Pasalnya, kedua hal tersebut termasuk faktor yang menandai stunting dan menjadi indikator apakah nutrisi pada anak sudah tercukupi atau belum. Namun sayangnya, tak sedikit orangtua yang belum memahami akan hal ini. Maka dari itu, melalui artikel ini, Seruni akan membahas mengenai stunting, mulai dari pengertian, penyebab, serta cara mencegahnya. Jadi, pastikan kamu menyimaknya dengan baik, ya.
Pengertian Stunting
Istilah stunting mungkin masih terdengar asing di telinga sebagian orang. Padahal, masalah kesehatan yang satu ini cukup umum terjadi di Indonesia. Melansir dari laman hellosehat, adapun yang dimaksud dengan stunting adalah kondisi di mana tinggi badan anak kurang jika dibandingkan dengan usianya. Pengertian lebih simpel, stunting adalah kondisi ketika anak mengalami masalah gangguan pertumbuhan, sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek dibandingkan teman-teman seusianya.
Stunting dapat terjadi karena berbagai faktor. Namun, penyebab utamanya adalah kurangnya nutrisi. Banyak yang tidak tahu, bahwa pendek adalah ciri-ciri dari adanya masalah gizi kronis pada pertumbuhan si kecil, termasuk stunting pada anak. Hanya saja, peru diingat, bahwa anak yang memiliki perawakan pendek belum tentu stunting, sedangkan anak stunting pasti terlihat pendek.
Penyebab
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, faktor utama penyebab stunting adalah kurangnya nutrisi dalam jangka panjang (kronis). Kekurangan asupan gizi ini bisa terjadi sejak bayi masih di dalam kandungan karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama masa kehamilan. Selain itu, anak yang kebutuhan nutrisinya tidak terpenuhi selama masa tumbuh kembangnya juga berisiko mengalami stunting. Tidak hanya itu, ternyata ada beberapa faktor lainnya yang menyebabkan stunting pada anak, di antaranya:
- Minimnya pengetahuan ibu mengenai gizi. Baik sebelum hamil, saat hamil, maupun setelah melahirkan.
- Akses pelayanan kesehatan yang terbatas. Termasuk layanan kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan).
- Kurangnya akses air bersih dan sanitasi.
- Masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong mahal.
Gejala Stunting pada Anak
Sering kali gejala stunting tidak disadari oleh para orangtua, karena mereka mengira anak hanya memiliki tubuh yang pendek. Kendati demikian, gejala stunting pada anak umumnya bisa terlihat ketika mereka berusia dua tahun. Adapun gejalanya sebagai berikut:
- Tubuh anak lebih pendek dibandingkan standar tinggi badan anak seusinya.
- Berat badan anak bisa lebih rendah untuk anak seusianya.
- Pertumbuhan tulang terhambat.
- Mudah sakit.
- Mengalami gangguan belajar.
- Gangguan tumbuh kembang.
Apabila anak menderita penyakit kronis, anak dengan kondisi stunting bisa mengalami sejumlah gejala berikut ini:
- Tidak aktif bermain.
- Batuk kronis, demam, serta berkeringat di malam hari.
- Tubuh anak membiru ketika menangis (sianosis).
- Sering lemas.
- Sesak napas.
- Ujung jari berbentuk seperti tabuh (clubbing finger)
- Bayi tidak dapat menyusu dengan baik.
Cara Mencegah
Namun tenang saja, kondisi tersebut dapat dicegah dengan cara menghindari faktor-faktor yang dapat meningkatkan risikonya. Upaya yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:
- Memenuhi asupan gizi yang cukup sebelum merencanakan kehamilan dan selama kehamilan.
- Selalu mencukupi asupan gizi, terutama selama 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu sejak pembuahan sel telur hingga anak berusia dua tahun.
- Memberikan ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan.
- Memastikan anak mendapatkan imunisasi secara lengkap.
Baca Juga: Daftar Menu MPASI Bayi 6 Bulan yang Bergizi dan Simpel
Demikianlah yang dapat Seruni ulas mengenai masalah stunting. Semoga dapat dipahami dan menjadikan Indonesia bebas dari kondisi tersebut.