Seruni.id – Kakak beradik, Arfian Fuadi dan M. Arie Kurniawan, memang hanya lulusan SMK Negeri 7 Semarang, tapi mereka giat belajar desain teknik secara otodidak. Dan siapa menyangka jika kemampuannya itu mampu mengantarkannya melihat dunia? Mereka sukses mengalahkan doktor Swedia berpengalaman di bidang Swedish Air Force dan lulusan Oxford University.
Dengan peralatan dan modal seadanya, mereka berhasil mengungguli 700 karya dari 50 negara lainnya yang ikut dalam kompetisi “3D Printing Challenge” yang diselenggarakan General Electric. Lelaki kelahiran Salatiga 2 Juli 1986 merancang sebuah bracket yang dinilai bermanfaat untuk mesin jet.
“Belajarnya desain itu coba-coba. Dari macam-macam, dari YouTube, dari Facebook, dari teman-teman komunitas. Sekarang ‘kan informasi itu gampang sekali kita dapatkan,” kata Arfian Fuadi.
Arfian menekuni bidang desain dengan modal komputer butut yang dibeli dengan harga Rp 1,5 juta. Mantan penjual susu dan tukang tambal ban ini tak pernah menyangka bakat desainnya kini menjadi perhatian dunia.
“Itu beli komputer patungan. Jadi dulu itu saya juga kerja jadi penjaga malam di kantor POS, gajinya Rp 785 ribu. Ditambah, adik itu punya uang sisa beasiswa. Masih kurang itu. Ditambahin bapak dikit, terus beli komputer sedapatnya,” kenang Arfian Fuadi.
Sekarang, tiap bulan Arfian bisa menerima 10 hingga 20 proyek desain dari klien mancanegara. Mulai dari desain pulpen, kerangka mobil, gantungan kunci, hingga mesin jet. Ia juga sudah memiliki 30 pekerja di perusahaannya, D’Tech Engineering.
Baca Juga: Kisah Penuh Perjuangan Anak Buruh Cuci Piring yang Jadi Lulusan Terbaik ini Sangat Menginspirasi!
Mereka mendirikan perusahaan tersebut sejak tahun 2009 lalu. Mulai mencari peluang proyek melalui situs online. Dan tahukah kamu jika proyek pertamanya justru datang dari Jerman? Kemudian disusul negara-negara lain.
Prestasi mereka saat itu memang tidak terlalu menggemparkan dunia pendidikan di Indonesia. Namun, Arfian bangga karena GE melalui Handry Satriago selaku CEO General Electric Indonesia, memberikan apresiasi. Bahkan kini, Handry sudah dianggap sebagai mentor bagi dua kakak beradik itu.
“Kita jadi kenal CEO dan mereka tidak jaim (jaga image) main ke sini, Salatiga. Pokoknya kami jadi mendapat banyak pengalaman. Pak Handry sudah jadi mentor bagi kami,” ujar Arfian Fuadi.
Arfian juga mengaku tak pernah menolak siapapun orang yang datang dengan niat ingin belajar. Kalau setelah belajar, ternyata bisa dan kuat, ia pasti menerima orang tersebut untuk gabung dengan perusahaannya. Ia pernah membuka kursus gratis, dan mengaku ingin terus bisa menularkan ilmu, memberikan manfaat serta kesejahteraan bagi banyak orang.
Terima kasih Arfian dan Arie, semoga semakin banyak anak negeri yang melahirkan prestasi mendunia untuk Indonesia! Aamiin.