Seruni – Selain film komersil, Indonesia juga punya banyak film indie Indonesia yang enggak kalah bagusnya. Cerita yang dihadirkan lebih beragam. Namun, sayangnya akses untuk bisa menontonnya terbatas, sehingga butuh usaha ekstra keras untuk bisa menonton film ini.
Meski begitu, bukan berarti film indie enggak boleh diabaikan begitu saja. Hebatnya, beberapa judul ini pernah meraih penghargaan di ajang internasional. Dan, Ini dia 7 film indie Indonesia yang berhasil meraih penghargaan di ajang internasional.
Ziarah
Film Ziarah berhasil memenangkan dua kategori dari empat nominasi di ajang ASEAN International Film Festival and Awards (AIFFA) di Kuching, Serawak, Malaysia.
Dua kategori tersebut adalah Best Screenplay dan Special Jury Award. Untuk Special Jury Award, ada film Indonesia lain yang ikut menang, yaitu Solo, Solitude (Istirahatlah Kata-Kata). Sebelumnya, Ziarah juga menjadi film feature terbaik di ajang Samaindanaw Asian Film Festival 2016 di Filipina.
Hebatnya, semua pemain film Ziarah sebelumnya enggak punya pengalaman akting sama sekali. Mereka juga sudah berusia lanjut, seperti Ponco Sutiyem, yang memerankan Mbah Sri, yang sudah berumur 95 tahun.
Cerita film Ziarah berpusat pada perjalanan Mbak Sri mencari makam asli mendiang suaminya, Prawiro, yang meninggal saat perang.
Selama ini, Mbah Sri tahunya makam suaminya adalah sebuah gundukan tanah yang di atasnya ada bambu runcing dan bendera.
Dari penuturan salah seorang veteran perang, Mbah Sri pun memulai perjalanannya, meski harus berkali-kali berganti kendaraan umum, berjalan kaki melewati lembah dan bukit, bahkan harus menyeberangi sungai.
Oh ya, Ziarah ini bisa kita saksikan di bioskop mulai tanggal 18 Mei 2017 ini.
Solo, Solitude (Istirahatlah Kata-Kata)
Film yang mengangkat kisah hidup Wiji Thukul ini juga berhasil meraih banyak penghargaan di ajang internasional.
Sebut saja penghargaan untuk Film Terbaik di Jogja – NETPAC Asian Film Festival. Film ini juga diikutsertakan dalam kompetisi film Vladivostok Film Festival – Rusia, Hamburg International Film Festival – Jerman, dan QCinema Film Festival di Filipina.
Enggak cuma di Indonesia, kisah hidup Wiji Thukul ini juga ditayangkan di berbagai festival film Internasional, seperti di Locarno – Swiss, Toronto – Kanada, dan di Busan International Film Festival, Korea Selatan.
Seeking Soulmate
Film komedi ini merupakan jebolan kompetisi LA Indie Movie 2015. Dan, Seeking Soulmate juga berhasil meraih penghargaan di Balinale International Film Festival 2016.
Dilihat dari judulnya, bisa ketebak nih kira-kira ceritanya seperti apa. Yup, Seeking Soulmate bercerita soal satu geng yang masih jomblo.
Mereka pun membahas permasalahan yang menyebabkan mereka masih jomblo, meski sudah dewasa dan punya pekerjaan keren.
Ceritanya memang simpel tapi ngena banget, karena bisa saja kita alami langsung.
Postcard From The Zoo
Film yang dirilis tahun 2012 ini berhasil memenangkan banyak penghargaan internasional, salah satunya The 62nd Berlin Film Festival dan jadi salah satu film unggulan di Berlinale.
Dibintangi oleh Nicholas Saputra dan Ladya Cheryl, film ini bercerita tentang Luna yang ditinggalkan orangtuanya di kebun binatang, dan akhirnya dibesarkan oleh para trainer yang bekerja di sana.
What They Don’t Talk When They Talk About Love
Ini dia film Indonesia pertama yang diputar di ajang Sundance Film Festival tahun 2013 lalu.
Film ini bersaing dengan sebelas film dari negara lain untuk kategori World Cinema Dramatic Competition.
What They Don’t Talk About When They Talk About Love ini juga berhasil memenangkan NETPAC Award 2013 di International Film Festival Rotterdam, Belanda.
Juga ditayangkan di negara lain, seperti Hawaii International Film Festival, Hong Kong International Film Festival, Terracoota Far East Film Festival – Inggris, Busan International Film Festival, dan banyak lagi.
Another Trip To The Moon
Film yang dibintangi oleh Tara Basro ini memang tergolong unik, karena enggak ada dialog sama sekali.
Sehingga semua penonton bisa bebas berimajinasi mengenai jalan cerita.
Another Trip To The Moon bercerita tentang Asa, anak seorang dukun yang tinggal di hutan, tapi terpaksa pindah ke kota.
Dia enggak merasa bahagia, sehingga akhirnya ‘dijemput’ oleh arwah kakaknya untuk kembali ke hutan.
Film ini tayang pertama kali di ajang Hivos Tiger Awards diInternational Film Festival Rotterdam tahun 2015.
Tabula Rasa
Film yang diproduksi tahun 2014 ini ikut bersaing dalam kategori Cannes Market Screening dan tayang di Cannes Film Festival.
Bercerita tentang cowok asal Papua yang pengin jadi atlet sepakbola, tapi gagal dan kemudian menemukan bakat lain di bidang kuliner.