Seruni.id – Ipar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah saudara suami atau istri. Saudara di sini artinya saudara kandung, baik adik maupun kakak dari suami atau istri kita.
Dalam islam disebutkan bahwa ipar itu bukanlah mahrom kita, karena itu berhati-hatilah terhadap ipar kita atau suami yang berlawanan jenis, karena hal itu bisa menyebabkan maut. Apakah maksudnya?
Islam melarang kita untuk berkhalwat dengan ipar kita, sesuai dengan penjelasan yang dilansir dari laman m.voa-islam.com berikut ini:
Berkhalwat (berduaan ) antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram diharamkan. Termasuk di dalamnya berduaan dengan ipar.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengabarkan bahwa khalwat bisa menjadi jalan syetan menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan zina yang hina. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
لَا يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya syaitan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 430)
Para ulama telah sepakat akan haramnya khalwat semacam ini, baik disertai nafsu syahwat ataupun tidak. Mereka mengatakan, “seorang laki-laki tidak boleh berkhalwat dengan wanita yang bukan mahram dan bukan istrinya, yaitu wanita ajnabiyab. Karena syetan akan menggoda keduanya ketika berkhalwat untuk melakukan sesuatu yang haram.”
Larangan ini juga berlaku terhadap saudari ipar, bahkan larangan berkhalwat dengannya mendapatkan penekanan lebih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam karena bahayanya.
Dari Uqbah bin Amir Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Janganlah kalian masuk menemui wanita-wanita (sendirian di dalam rumahnya)”. Seorang laki-laki Anshar bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda tentang saudara suami (bolehkah dia masuk menemui wanita, istri saudaranya)?” Beliau menjawab: “Saudara suami adalah kematian. (Yakni: lebih berbahaya dari orang lain).” (Muttafaq ‘Alaih)
Al-Hamwu adalah kerabat suami, seperti saudaranya, paman suami, keponakan saudara suami, sepupu suami, dan selainnya. Bapak suami (mertua istri) dan anak suami tidak termasuk yang dilarang, karena keduanya menjadi mahram abadi.
Kalimat “saudara suami adalah kematian” merupakan bentuk peringatan keras dan serius agar tidak berduaan antara seorang wanita dengan ipar laki-lakinya. Seseorang harus menjauhinya sebagaimana ia menjauhi kematian. Bahkan keberadaan seesorang di dalam rumah bersama istri saudaranya (iparnya) lebih berbahaya daripada orang lain yang tak punya hubungan kekeluargaan. Karena status mereka sebagai kerabat sehingga tak seorangpun yang berani mengingkari atau memperingatkan. Seolah ia mendapat pembenaran dan tak ada orang curiga. Dengan ini, syetan akan lebih leluasa membangkitkan syahwat liar mereka sehingga terjerumus ke dalam perzinahan tanpa ada orang curiga.
. . . keberadaan seesorang di dalam rumah bersama istri saudaranya (iparnya) lebih berbahaya daripada orang lain yang tak punya hubungan kekeluargaan. . . .
Maka bagi pemuda di atas tidak dibolehkan berduaan di dalam rumah kakaknya hanya bersama iparnya (istri kakaknya), berbincang dan mengobrol. Apabila ada kakaknya atau orang lain dari kerabatnya (seperti saudara atau saudarinya, ibunya, paman atau bibinya, atau saudari pemuda tadi, pamannya, ibunya dan selainnya) maka tidak mengapa untuk mengobrol dengan kakak iparnya tadi. Kondisi tersebut tidak lagi disebut khalwat sehingga bahayanya hilang. Wallahu A’lam.
Semoga bermanfaat.