Seruni.id – Tanggal 12 Desember 2018 kemarin, menjadi tanggal yang sangat heboh di setiap market place dan dicanangkan sebagai Hari Belanja Online Nasional atau disingkat HarBolNas. Setiap toko online memberikan diskon besar-besaran untuk produknya. Begitupun para pembeli online, di hari itu berebut belanja agar bisa mendapatkan produk yang mereka inginkan dengan harga yang sangat miring. Bahkan sampai diberitakan, untuk harbolnas tahun ini, penjualan meningkat hampir 10x lipat dari biasanya, dan mencapai puluhan milyar rupiah. Dahsyat ya!
Nah, fenomena belanja online ini mengusik penulis untuk bertanya, bagaimanakah hukum belanja online menurut Islam? Dalam situs http://kabarwashliyah.com, dijelaskan mengenai hal ini sebagai berikut :
Rasulullah mengisyaratkan bahwa jual beli itu halal selagi suka sama suka (Antaradhin). Karena jual beli atau berbisnis seperti melalui online memiliki dampak positif karena dianggap praktis, cepat, dan mudah. Allah Swt berfirman dalam Alquran Surah Albaqarah[2] : 275: “….Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”. Al Bai’ (Jual beli) dalam ayat termasuk didalamnya bisnis yang dilakukan lewat online. Namun jual beli lewat online harus memiliki syarat-syarat tertentu boleh atau tidaknya dilakukan.
Syarat-syarat mendasar diperbolehkannya jual beli lewat online adalah sebagai berikut :
1.Tidak melanggar ketentuan syari’at Agama, seperti transaksi bisnis yang diharamkan, terjadinya kecurangan, penipuan dan menopoli.
2.Adanya kesepakatan perjanjian diantara dua belah pihak (penjual dan pembeli) jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan antara sepakat (Alimdha’) atau pembatalan (Fasakh). Sebagaimana yang telah diatur didalam Fikih tentang bentuk-bentuk option atau alternative dalam akad jual beli (Alkhiarat) seperti Khiar Almajlis (hak pembatalan di tempat jika terjadi ketidak sesuaian), Khiar Al’aib (hak pembatalan jika terdapat cacat), Khiar As-syarath (hak pembatalan jika tidak memenuhi syarat), Khiar At-Taghrir/Attadlis (hak pembatalan jika terjadi kecurangan), Khiar Alghubun (hak pembatalan jika terjadi penipuan), Khiar Tafriq As-Shafqah (hak pembatalan karena salah satu diantara duabelah pihak terputus sebelum atau sesudah transaksi), Khiar Ar-Rukyah (hak pembatalan adanya kekurangan setelah dilihat) dan Khiar Fawat Alwashaf (hak pembatalan jika tidak sesuai sifatnya).
3.Adanya kontrol, sangsi dan aturan hukum yang tegas dan jelas dari pemerintah (lembaga yang berkompeten) untuk menjamin bolehnya berbisnis yang dilakukan transaksinya melalui online bagi masyarakat.
Jika bisnis lewat online tidak sesuai dengan syarat-syarat dan ketentuan yang telah dijelaskan di atas, maka hukumnya adalah “Haram” atau tidak diperbolehkan. Kemaslahatan dan perlindungan terhadap umat dalam berbisnis dan usaha harus dalam perlindungan negara atau lembaga yang berkompeten. Agar tidak terjadi hal-hal yang membawa kemudratan, penipuan dan kehancuran bagi masyarakat dan negaranya.