Seruni.id – Melanjutkan pembahasan sebelumnya tentang pertemanan yang mengingatkan tidak hanya soal dunia, tapi juga akhirat, maka Seruni akan menjabarkan apa-apa saja jenis teman menurut Islam. Salah satunya seperti yang Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin tuliskan dalam bukunya, Syarah Hilyah Thalibil Ilmi, ia menjelaskan tentang tiga macam teman, yakni:
- Teman manfaat adalah orang yang berteman untuk mendapatkan manfaat berupa harta, kedudukan, atau lainnya. Jika tidak ada manfaat yang didapatkan darimu, jadilah ia musuhmu, dia tidak mengenalmu dan kamu tidak mengenalnya.
- Teman kenikmatan adalah pertemanan yang hanya untuk bersenang-senang saat berkumpul dan berdagang, tapi dia tidak memberi manfaat, hanya buang waktu. Kamu juga perlu berhati-hati dengan jenis teman seeperti ini, karena bersamanya kamu bisa menyia-nyiakan waktu.
- Teman keutamaan adalah mereka yang membawa kalian pada kebaikan, dan melarang keburukan, membuka pintu-pintu kebaikan. Jika kamu tergelincir, maka dia akan melarangmu dengan cara yang tidak mempermalukan, ini adalah teman yang perlu kamu utamakan.
Syekh Abdul Aziz As-Salman, sebagaimana dikutip Majalah Qiblati, juga menyebutkan tiga jenis teman lainnya:
- Pertama seperti makanan, sesuatu yang selalu dibutuhkan tidak boleh tidak.
- Kedua seperti obat, dibutuhkan saat sakit saja.
- Dan ketiga seperti penyakit, sama sekali tidak dibutuhkan.
Kamu perlu menghindari teman yang dimurkai oleh Allah SWT, seperti pelaku maksiat pun tukang bohong.
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui. Allah telah menyediakan bagi mereka adzab yang keras. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan,” (QS. Al Mujaadilah [58]: 14-15).
“Barangsiapa yang mengambil setan menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang seburuk-buruknya,” (QS. An Nisaa’ [4]: 38).
Seseorang bisa tergelincir, yakni saat berteman dengan setan dalam arti sesungguhnya. Bahkan ia sadar telah menjadikan setan sebagai pelindung, penolong, pendamping, serta pemberi kekuatan, sehingga dipandang hebat oleh orang lain.
Baca Juga: Pertemanan yang Mengingatkan Tidak Hanya Soal Dunia Tapi Juga Akhirat
Atau berteman dengan setan dalam bentuk lain adalah bergaul dengan orang-orang yang gemar mengutamakan hawa nafsu, rajin bermaksiat, serta lalai dari mengingat Allah. Akibatnya? Mereka sangat jauh dari pertolongan Allah.
Ibnu Atha’illah dalam kitab Hikam berkata, “Berkawan seorang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, jauh lebih baik daripada dengan berkawan seorang ‘alim yang selalu memperturutkan hawa nafsunya.”
Orang berilmu tapi memperturutkan hawa nafsu, biasanya akan membenarkan kemaksiatan yang dilakukannya dengan dalil-dalil Alquran dan hadis. Hal ini tentu dikhawatirkan, lambat laun kita juga akan membenarkan kemaksiatan tersebut, hanya karena bersandar pada dalil-dalil keliru.
Idealnya, kita berteman dengan orang-orang yang kualitasnya jauh lebih baik dari diri kita pribadi, sehingga kita tidak merasa paling pintar dan paling saleh. Tapi kita justru akan merasa paling kurang. Sehingga saat berteman dengan orang-orang yang berkualitas, biasanya kita akan termotivasi untuk belajar dan mengejar ketertinggalan.
Karena itu ada yang mengatakan, kalau kita ingin menjadi ulama, maka bergaulah dengan ulama, ingin menjadi pedagang, maka bergaulah dengan para pedagang, ingin menjadi seniman, maka bergaulah dengan seniman.
Kualitas utama teman adalah iman dan takwanya. Abu Daud dan Turmudzi memperjelas kriteria seorang sahabat seperti diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasullulah SAW bersabda: “Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan orang mukmin yang bertaqwa”.
“Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik (saleh) dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau membeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma harumnya itu. Sedangkan peniup api pandai besi, mungkin akan membakar bajumu atau kamu akan mencium darinya bau yang tidak sedap,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kamu juga perlu waspada dengan keberadaan teman palsu, yakni teman yang sesungguhnya tidak layak dijadikan teman. Ada empat kriteria teman palsu, di antaranya:
- Mereka yang mengajak berteman untuk tujuan menipu. Mereka hanya memikirkan tentang apa yang akan mereka dapatkan, memberi sedikit dan berpikir bagaimana untuk memperoleh banyak. Jika mereka berada di dalam bahaya, mereka akan melakukan hal-hal yang dapat memperkokoh persahabatan, dan bergaul dengan kita hanya karena mereka tahu bahwa pergaulan itu memberikan keuntungan kepada mereka.
- Mereka yang hanya manis di mulut saja. Mereka selalu membicarakan hal-hal yang telah lampau dan tidak berguna, cenderung membicarakan hal-hal yang belum terjadi, dan membantu mengerjakan hal-hal yang tidak berguna. Jika diminta untuk membantu, mereka selalu mengatakan tidak dapat membantu, dengan beragam alasan untuk menghindar.
- Mereka yang memuji-muji dan membujuk (penjilat). Jika kita berbuat jahat, mereka akan setuju dan membenarkannya; jika kita tidak berbuat baik, mereka akan setuju dan membenarkannya; di hadapan kita, mereka akan memuji-muji kita, tapi di belakang kita? Mereka akan mencela kita.
- Mereka yang mendorong seseorang untuk menuju ke jalan yang membawa pada kerugian dan kehancuran atau kemaksiatan.
Sementara teman sejati adalah teman yang mendasarkan pertemanan semata-mata karena Allah. Mereka senantiasa berusaha membantu di dalam berbagai keadaan, dan dengan berbagai cara. Mempunyai rasa simpati, baik dalam suka pun duka, serta memperkenalkan kita pada hal-hal yang berguna. Beberapa ulama generasi Salaf menyarankan, “Bersahabatlah dengan orang-orang yang keadaannya bisa menunjukkan kamu ke jalan Allah”.
Ali bin Abi Thalib pun berkata, “Temanmu yang sebenarnya adalah orang yang ada bersamamu dan orang yang menyusahkan dirinya agar ia bermanfaat bagimu (siap berkorban demi teman). Di waktu membimbangkan, ia berkata terus terang kepadamu. Ia pecah berantakan agar kamu berkumpul selalu…”.
Maka, dengan selalu bergaul bersama orang-orang yang saleh dan memilih lingkungan pergaulan yang baik, akan menjadi salah satu jalan untuk menjaga keimanan, mempertahankan akidah, dan senantiasa berada di jalan Allah SWT.
Semoga kita tidak salah memilih teman dan lingkungan terdekat. Karena jika keliru, lambat laun dikhawatirkan kita akan tertular atau paling tidak ikut terkena getahnya. Seperti apa yang dikatakan oleh pepatah Arab, “Akhlak yang buruk itu akan (cepat) menular”.
Wallahu a’lam.