Seruni.id – Jauh sebelum Indonesia merdeka, sejarah mencatat terdapat beberapa kerajaan yang menguasai sebagian wilayah Nusantara. Salah satu kerajaan yang memiliki pengaruh besar adalah Kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Melayu ini memiliki nama yang berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu perpaduan antara kata “Sri” dan “Wijaya”. Sri sendiri berarti gemilang atau cahaya, sedangkan Wijaya berarti kemenangan. Maka, jika keduanya digabungkan, kedua suku kata tersebut menunjukkan artid ari Kerajaan Sriwijaya, yakni bermakna kemenangan yang bercahaya.
Adapun beberapa wilayah Nusantara yang dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya diantaranya seperti Pulau Sumatera, Kamboja, Thailand, Semenanjung Malayam hingga Pulau Jawa. Hal inilah yang membuat Sriwijaya semakin dikenal di seluruh Nusantara, bahkan penjuru dunia.
Lokasi Kerajaan Sriwijaya sendiri diklaim berada di provinsi lain di luar Palembang Sumatera Selatan. Bahkan, ada yang menyebutkan bahwa kerajaan tersebut berada di Malaysia dan Thailand. Namun, sejarawan Sumatera Selatan Rudi Asri menguak, bahwa Sriwijaya sejatinya memang berada di Sumsel.
Jika kita berpikir secara logis, maka tidak mungkin ada seseorang yang mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau. Dalam hal ini, juga termasuk kehadiran serta kejayaan dari Kerajaan Sriwijaya. Namun, sejarah dari adanya Kerajaan Sriwijaya serta masa kejayaannya tersebut, dapat kita ketahui melalui segala peninggalan yang ada. Selain itu, juga terdapat beberapa sumber lain mengenai masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya.
Seperti kabar mengenai pedagang Cina dan Arab yang pernah melakukan transaksi jual beli di Sriwijaya. Kabar lain dari India menyebutkan, bahwa adanya kerja sama dengan Kerajaan Sriwijaya. Tak hanya itu saja, masih banyak lagi peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di Nusantara. Selain menjadi bukti adanya kejayaan Sriwijaya, peninggalan tersebut juga dapat menjadi wawasan akan peristiwa yang terjadi di Indonesia pada masa lalu.
Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Mulanya, masa kejaayan kerajaan ini berawal pada abad ke-9, yang kala itu berhasil menguasai jalur pedagangan Asia Tenggara. Tak hanya perdagangan maritim saja, namun juga beberapa kerajaan di Asia Tenggara.
Kerajaan tersebut diketahui berasal dari Filipina, Thailand, Vietnam, dan Kamboja. Sementara itu, untuk kerajaan yang masih berada di wilayah Nusantara meliputi Pulau Sumatera dan Pulau Jawa.
Kejayaan tersebut menjadikan sebagai pengendali rute perdagangan yang dilakukan di daerah lokal. Dimana kala itu, seluruh kapal yang melintas akan dikenakan bea cukai. Mereka juga berhasil mengumpulkan kekayaan dari gudang perdagangan serta melalui jasa pelabuhan. Namun, layaknya roda yang berputar, tidak selamanya masa kejayaan akan tetap menduduki posisi teratas. Sekitar tahun 1007, Sriwijaya pun mengalami keruntuhan.
Hal ini berawal ketika Raja Rajendra Chola, seorang penguasa Kerajaan Cholamandala berhasil melakukan penyerangan dan merebut bandar-bandar kota Sriwijaya. Sebenarnya Kerajaan Cholamandala tidak berniat untuk menjajah, tetapi untuk meruntuhkan armada kerajaan. Hal ini terjadi lantaran kedua kerajaa ini saling bersaing merebutkan kekuasaan dalam bidang pelayaran dan perdagangan.
Bukan hanya itu asaja, kekuatan militer kerajaan juga semakin melemah sehingga membuat prajurit Sriwijaya melepaskan diri dari kerajaan. Hingga masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya berakhir sekitar abad ke-13.
Sistem Pemerintahan Kerajaan Sriwijaya
Suatu kerajaan tentunya tidak lepas dari struktur pemerintahan di dalamnya. Untuk struktur pemerintahan dari Kerajaan Sriwijaya ini ternyata dapat kita ketahui dari beberapa prasasti yang ditemukan. Dimana prasasti-prasasti tersebut mengandung berbagai macam informasi tentang Samaryyada, Kadutan, Mandala, Vanua serta Bhumi.
Kadatun sendiri memiliki arti sebagai kawasan datu (tanah rumah) tempat tinggal, dimana harta-harta seperti mas dan hasil cukai disimpan. Kadatun sendiri ternyata dikelilingi oleh Vanua yang juga dianggap sebagai wilayah dari Kota Sriwijaya. Di dalamnya terdapat Vihara dan digunakan untuk tempat beribadah oleh masyarakat sekitar.
Kadatun dan Vanua juga menjadi wilayah inti bagi Kerajaan Sriwijaya saat itu. Sedangkan Smaryyada adalah sebuah wilayah yang bersebrangan dengan Vanua dan terhubung oleh sebuah jalan khusus (Samaryyada-Patha) atau bisa disebut sebagai salah satu kawasan pedalaman.
Sedangkan untuk Mandala, adalah kawasan yang beridiri sendiri dari bumi. Namun, tetap mendapat pengawasan dari kekuasaan yang berasal dari kesatuan Sriwijaya. Penguasa dari Kerajaan Sriwijaya disebut dengan Maharaja atau Dapunta Hyang.
Selain itu, di dalam silsilah raja juga terdapat beberapa urutan seperti Yuvaraja (putra mahkota), Pratiyuvaraja (putra mahkota kedua) serta Rajakumara (pewaris berikutnya). Berbagai macam susunan pemerintahan serta jabatan yang ada pada kerajaan tersebut tercantum dalam Prasasti Telaga Batu.
Kehidupan Politik Kerajaan Sriwijaya
Bukan hanya perdagangan yang memajukan Kerajaan Sriwijaya kala itu. Namun kehidupan politik Kerajaan Sriwijaya juga sangat berpengaruh. Untuk memperkuat posisinya dalam kekuasaan wilayah di Asia Tenggara, Sriwijaya melakukan hubungan diplomasi dengan kekaisaran Cina. Bahkan, hubungan diplomasi tersebut bejalan cukup baik, hal ini terbukti dengan seringnya mengantarkan utusan dan upeti.
Salah satu kekuasaan Sriwijaya adalah Kerajaan Khmer. Bahkan, Sriwijaya menguasai kerajaan tersebut sejak pertama kali kerajaan tersebut didirkan. Para sejarawan mengaku jika banyak pengaruh Sriwijaya yang terlihat pada bangunan pagoda Borom. Bangunan tersebut dipengaruhi oleh arisitektur Sriwijaya.
Selain itu, Sriwijaya juga memiliki hubungan yang cukup erat dengan beberapa kerajaan lainnya. Seperti Kerajaan Pala dari Benggala. Menurut sebuah catatan dari Prasasti Nalanda, bahwa Raja Balaputra Dewa memberikan sebuah piara untuk Universitas Nalanda.
Kehidupan politik Sriwijaya dapat dikatakan cukup baik. Selain memiliki hubungan yang terjaga dengan beberapa kerajaan, Sriwijaya juga memiliki hubungan yang sangat baik dengan Dinasti Chola yang berada di Selat India. Hubungan antara Sriwijaya dengan dinasti tersebut tercatat dalam sebuah prasasti Leiden.
Dimana tercatat bahwa raja Sriwijaya telah mendirikan sebuah vihara yang disebut dengan Vihara Culamanivarmma. Akan tetapi, setelah Rajendra Chola I naik tahta, hubungan antara Chola dan Sriwijaya pun menjadi buruk. ini terjadi sekitar abad ke 11 pada masa pemerintahan Balaputra Dewa.
Namun, pada masa pemerintahan Kulothunga Chola I, hubungan antara dua kerajaan tersebut mulai membaik. Raja Sriwijaya yang ada di Kadaram mengirim utusan yang mana bermaksud untuk meminta ikrar dari pengumuman pembebasan cukai yang ada di kawasan sekitar Vihara Culamanivarmma.
Akan tetapi, pada masa inilah Sriwijaya kemudian di cap sebagai bagian dari Dinasti Chola. Disebutkan bahwa Kulothunga Chola I sebagai Raja San-fo-ts’I di tahun 1709 turut serta membantu perbaikan candi yang ada di dekat Kanton.
Raja Kerajaan Sriwijaya
Berdasarkan prasasti yang ditemukan mengenai Kerajaan Sriwijaya, salah satu diantaranya menjelaskan tentang pemimpin kerajaan. Dari hal tersebut dijelaskan, bahwa Raja Dapunta Hayang telah berahsil menaklukan daerah Melayu dan Jawa. Raja ini juga dikenal dengan sebutan Sri Jayanasa yang memerintah pada tahun 671.
Pemimpin selanjutnya yaitu pada tahun 728 hingga 742 adalah Rudra Wikrama. Pada masa kepemimpinannya, dipenrintahkan utusan menuju Tiongok. Kerajaan ini juga sempat berada di bawah kekuasaan pimpinan Raja Sri Indrawarman yang kemudian diteruskan oleh Raja Sri Maharaja pada tahun 775.
Pada masa kepemimpinannya, kerajaan Sriwijaya berhasil menaklukkan Thailand dan juga Kamboja. Lebih lanjut pada tahun 851 Masehi, Raja yang memimpin kerajaan Sriwijaya adalah Maharaja. Kemudian pimpinan kekuasaan tersebut digantikan oleh Balaputra Dewa pada tahun 860.
Hingga pada tahun 960, kekuasaan Kerajaan Sriwijaya digantikan oleh Raja Sri Udayadityawarman. Namun masa kepemimpinannya tidak bertahan lama dan harus digantikan oleh Sri Udayaditya pada tahun 962 Masehi. Masa kepemimpinannya kemudian digantikan oleh Sri Sudamaniwarmadewa.
Namun kerajaan Sriwijaya mengalami masa-masa keruntuhan hingga pada tahun 1044 dipimpin oleh Raja terakhirnya yaitu Sri Sanggaramawijayatunggawarman. Pada masa kepemimpinannya, kerajaan Sriwijaya telah berhasil ditaklukkan oleh India.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Sriwijaya menjadi salah satu kerajaan besar yang sangat jaya pada masanya. Beragam kisah tentang Sriwijaya dapat kita ketahui melalui peninggalan berupa prasasti. Prasasti tersebut berisikan tulisan yang menjelaskan keadaan Sriwijaya pada saat itu. Adapun beberapa peninggalan kerajaan Sriwijaya yang ditemukan tersebut terdiri sebagai berikut:
1. Prasasti Telaga Batu
Prasasti ini ditemukan berada di sekitaran kolam Telaga Biru, Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang. Prasasti ini berikan mengenai kutukan bagi mereka yang berbuat jahat di Sriwijaya. Keberadaan prasasti ini sama seperti prasasti Kedukan Bukit, yaitu disimpan di Museum Nasional Indonesia.
2. Prasasti Kedukan Bukit
Seorang bernama Batenburg menemukan sebuah batu tulis yang berada di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir pada 29 November 1920 Masehi. Ukuran dari prasasti ini adalah sekitar 45×80 cm serta ditulis menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.
Prasasti ini berisi tentang seorang utusan kerajaan yang bernama Dapunta Hyang yang melakukan perjalanan suci atau sidhayarta dengan menggunakan perahu. Dengan diiringi 2000 pasukan, perjalanannya membuahkan hasil. Saat ini, prasasti Kedukan Bukit disimpan di Museum Nasional Indonesia.
3. Prasasti Kota Kapur
Prasasti ini merupakan salah satu peninggalan Sriwijaya yang ditemukan pada skitar bulan Desember tahun 1892 bagian Barat Pulau Bangka, oleh J.K van der Meulen. Tulisan yang terdapat dalam prasasti ini menggunakan bahasa Melayu Kuno dengan aksara Pallawa. Isi dari tulisan tersebut adalah tentang kutukan bagi siapa saja yang membantah kekuasaan serta perintah kerajaan.
4. Prasasti Ligor
Prasasti yang ditemukan di Thailan Selatan ini memiliki dua sisi, yaitu sisi A dan sisi B. Pada sisi A, menjelaskan tentang gagahnya raja Sriwijaya. Dalam prasasti itu ditulis bahwa raja Sriwijaya merupakan raja dari segala raja dunia yang sudah mendirikan Trisamaya Caiya bagi Kajara. Sedangkan pada sisi B, atau yang disebut prasasti ligor B berisi mengenai pemberian gelar Visnu Sesawarimadawimathana. Gelar tersebut diberikan kepada Sri Maharaja yang mana berasal dari keluarga Sailendravamasa.
5. Prasasti Talang Tuwo
Pada masa penjajahan, seorang Residen di daerah Palembang bernama Louis Constant Westenenk menemukan prasasti ini. Prasasti ini ditemukan pada tanggal 17 November tahun 1920 di sekitar tepian utara Sungai Musi, tepatnya di kaki Bukit Seguntang.
Tulisan di prasasti ini menjelaskan tentang doa-doa dedikasi serta penjelasan tentang perkembangan agama Buddha dalam Kerajaan Sriwijaya. Dalam tulisan tersebut pula, aliran yang digunakan oleh Sriwijaya adalah Mahayana. Hal ini dapat diketahui dari kata-kata Buddha Mahayana yaitu Vajrasarira, Bodhicitta, dan lainnya.
6. Prasasti Palas Pasemah
Prasasti ini berhasil ditemukan di desa Palas Pesemah, Lampung Selatan. Bahasa yang digunakan pada prasasti ini menggunakan bahasa Melayu Kuno dengan aksara Pallawa serta tersusun atas 13 baris kalimat. Isi dari prasasti ini berisi tentang kutukan terhadap orang yang tidak tunduk pada kekuasaan Sriwijaya. Diperkirakan, prasasti ini berasal dari abad ke-7 Masehi. Konon, prasasti ini ditemukan di sebuah pinggiran rawa desa.
7. Prasasti Karang Birahi
Prasasti yang ditemukan oleh L.M Berkhot, yaitu seorang Kontrolir pada tahun 1904 di sekitar tepian Batang Merangin, Jambi. Tulisan dalam prasasti ini menjelaskan tentang hal yang sama pada prasasti lainnya. Dimana tulisan tersebut berisikan tentang kutukan bagi siapa saja yang dapat terjadi jika tidak patut kepada kerajaan Sriwijaya.
Baca Juga: Sejarah Singkat Kerajaan Majapahit Beserta Peninggalannya
Dengan kejayaan yang dimilikinya pada masa lampau, saat ini Sriwijaya sendiri telah dijadikan dan diabadikan sebagai nama jalan di beberapa kota yang ada di Indonesia. Bahkan, nama Sriwijaya juga sudah sangat melekat sekali dengan Kota Palembang dan Sumatera Selatan.
Salah satunya yakni ada pada sebuah nama universitas ternama yang ada di Sumatera yakni Universitas Sriwijaya. Universitas tersebut berdiri pada tahun 1960 dengan nama yang berdasarkan kedatuan Sriwijaya.
Tak hanya itu, ada juga yang lainnya seperti Sriwijaya Post (surat kabar harian di Palembang), Sriwijaya Air (maskapai penerbangan), Kodam II Sriwijaya (Unit Komando Militer) dan masih banyak yang lainnya nama-nama yang menggunakan nama dari Kerajaan Sriwijaya.