Seruni.id – Pesantren Pembinaan Mualaf Yayasan An-Naba Center Indonesia yang berada di Ciputat, Tangerang Selatan, menampung puluhan santri mualaf, salah satunya adalah Khadijah. Gadis 17 tahun yang memutuskan menjadi mualaf setelah mendapat hidayah dari membaca terjemahan Surat Al-Baqarah. Saat membaca, ia mengaku menemukan kebenaran yang selama ini ia cari.
Terlahir dari Keluarga Non Muslim
Theresa Rosa, adalah nama pemberian kedua orangtuanya saat ia dilahirkan. Namun, setelah menjadi mualaf, namanya berubah menjadi Khadijah. Dia usianya yang masih sangat labil, Khadijah memiliki cerita panjang bagaimana ia bisa berada di titik ini dan menjadi seorang muslimah.
Khadijah terlahir dari keluarga Kristiani. Kisahnya berawal dari sang ibu yang mendadak ingin masuk Islam, ibunya mengaku mendapat hidayah lantaran melihat tetangga muslim yang ali, berpakaian rapi, dan akhlaknya yang baik.
Ibunya pun mengajak Khadijah dan ketiga adiknya untuk masuk Islam. Namun, hal itu ditentang oleh sang ayah, bahkan hingga terjadi pertengkaran hebat. Awalnya Khadijah menolak ajakan tersebut.
“Awalnya kaget, kok tiba-tiba mama mau masuk Islam. Adik-adik mau, tapi saya enggak mau. Ada perdebatan sama papa. Beberapa minggu kemudian papa akhirnya ngizinin mama. Tapi syaratnya papa dan saya nggak ikut masuk Islam,” katanya mulai bercerita.
Orangtuanya Lebih Dulu Menjadi Mualaf
Kemudian, sang ibu pun mencari ustaz atau kiai untuk mendapatkan jawaban dari banyaknya pertanyaan soal Islam. Namun, meski sudah menemukan ustaz, ternyata bukan hal yang mudah untuk membuat Khadijah dan keluarganya merasa puas tentang Islam.
Tak lama dari itu, akhirnya mereka menemukan ustaz lain yang ternyata seorang tukang AC, di mana ia bekerja pada orangtua Khadijah. Setelah itu, orangtua dan adiknya pun membaca syahadat dan masuk Islam, tapi tidak dengan Khadijah, ia masih belum bisa mengambil keputusan itu.
Padahal, sebelumnya ia sempat memiliki keyakinan kuat untuk masuk Islam. Namun, keinginannya itu pudar, lantaran ia menanyakan tentang Islam kepada seorang pendeta, yang justru membuatnya semakin enggan masuk Islam.
“Sebenarnya waktu kelas 9 punya keinginan kuat masuk Islam. Tapi saya salah karena nanya tentang Islam ke pendeta. Jadi yang dijawab pun makin nggak suka sama Islam,” ungkapnya.
Setelah adik dan orangtuanya sudah lebih dulu menjadi mualaf, Khadijah mulai mendapat wejangan soal Islam. Yakni soal waktu doa dikabulkan pada sholat Tahajud dan sholat Subuh. Diam-diam, Khadijah ternyata coba mempraktikannya sendiri.
“Saya coba wudhu liat di YouTube tanpa niat. Coba sholat tanpa baca doa. Asal sujud rukuk. Tapi saya berdoa, kasih tahu kalau Kristen itu benar dan Islam itu benar. Dan (meminta) kasih tahu mana yang paling benar,” katanya penuh harap.
Semakin Penasaran dengan Keyakinannya
Hal tersebut ia lakukannya berulang. Lambat laun, ia mulai belajar mengenakan pakaian tertutup, bahkan memakai hijab, meskipun dirinya belum mengucapkan dua kalimat syahadat. Semakin hari ia semakin dibuat penasaran dengan keyakinan agamanya. Kemudian, Khadijah sempat menanyakan soal trinitas ke salah satu gurunya yang satu agama saat itu.
Namun sayang, jawaban yang ia terima kurang memuaskan dan terkesan dipojokkan karena dikhawatirkan bakal pindah agama. Setelah itu, Khadijah memutuskan untuk belajar langsung dengan membaca terjemahan Al-Quran tanpa diketahui orang tuanya. Surat Al-Quran yang dia baca adalah Surat Al-Baqarah.
“Akhirnya saya belajar Islam dari Al-Quran. Saya diam-diam ambil saat semua orang sudah tidur. Surat yang pertama kali saya baca Al-Baqarah dan benar-benar ngejawab pertanyaan saya,” ungkapnya.
“Saya bandingkan Alkitab dan Al-Quran, ternyata (Al-Quran) lebih rinci. Dari kematian Nabi Isa, soal Yesus, dari Tuhan itu tidak diperanakkan, Tuhan itu Esa bukan tiga. Itu benar-benar menguatkan keyakinan saya,” katanya penuh keyakinan.
Setelah hatinya mantap memilih Islam sebagai keyakinannya, ia meminta orangtuanya untuk difasilitasi masuk Islam. Orangtuanya pun sangat senang mendengar permintaan itu. Bahkan, orangtuanya mengantar Khadijah ke Pesantren Pembinaan Mualaf Yayasan An-Naba Center Indonesia di Ciputat, Tangsel.
“Saya masih ingat masuk Islam itu hari Jumat November 2019 di An-Naba dan dikasih nama Khadijah. Saya bukan nangis, tapi yang ngerasa keren banget. Katanya kalau sudah masuk Islam dosanya dihapusin seperti bayi, jadi nggak mau bikin dosa. Seminggu setelah itu, akhirnya ditawari masuk pondok, karena cuma di sini yang mau nerima saya,” papar Khadijah menceritakan proses kisah mualaf dirinya.
Setelah Menjadi Mualaf, Ia Dijauhi oleh Temannya
Ujian masih terus ia rasakan setelah dirinya memutuskan masuk Islam. Kali ini ujian tersebut datang dari teman dan gurunya di sekolah di Pasir Kemis, Kabupaten Tangerang. Saat mengetahui bahwa Khadijah menjadi mualaf, mereka terkejut. Saat itu, ia justru dijauhi, dicibir, dan tidak dianggap.
“Teman-teman kaget, menjauh. Ada yang minta maaf dikira gara-gara salah dia aku masuk Islam. Ada yang bilang karena orang tuanya bangkrut, jual agama, guru Kristen di sekolah juga jadi acuh. Tapi guru Islam-nya justru yang support,” bebernya.
Semakin Yakin dengan Islam
Semenjak menjadi santri di Pesantren Pembinaan Mualaf Yayasan An-Naba Center Indonesia, Tangsel, Khadijah kini semakin yakin dengan agama yang dia pilih. Dia merasa tenang dan belajar lebih luas lagi soal Islam. Di yayasan tersebut, dia belajar banyak hal. Mulai dari membaca Quran, fiqih, terutama soal akidah dan tauhid.
Kini, ia memiliki pelajaran favorit yakni fiqih karena bisa mengetahui lebih luas soal aktivitas sehari-hari yang diatur dalam agama Islam.
“Paling suka soal fiqih, lebih banyak wawasannya soal aktivitas sehari-hari. Yang susah bahasa arab, nahwu shorof,” tuturnya.
Baca Juga: Kedisiplinan Umat Islam dalam Beribadah Membuat Jameela Tertarik Menjadi Mualaf
Dia berharap, langkahnya hijrah bisa memotivasi sahabat dan teman-teman kecilnya dan di sekolahnya. Bahkan, Khadijah selalu mengirimi pesan-pesan keislaman kepada temannya melalui media sosial.
“Tesha bukan fanatik sama Kristen, tapi karena Thesa tahu mana yang benar. Thesa harap kalian mau baca. Thesa mohon sekali-sekali baca biar tahu, Thesa harap kalian juga bisa seperti Thesa. Buat yang mencari jati diri Islam bisa kabarin Thesa. Apa yang ditampilkan di TV soal pemboman pakai cadar, bukan berarti Islam tukang bom. Itu bukan Islam sebenarnya,” pungkas Khadijah.