ENGKAU para gadis yang mencari
maha cinta, maha cinta yang mencekam-mengancam,
apa yang kau dapatkan, wahai Gadis?
Barangkali
waktu, waktu!
Karena kini,
di sini ini, lihat itu bagaimana ia berlalu
menyeret batu-batu surgawi itu,
melapukkan bunga-bunga dan dedaunan,
dengan kebisingan cambuk bebuihan
menghempas pada semua batu dari duniamu,
dengan aroma kental mani dan kuntum melati,
di iga bulan yang mengucur berdarah-darah!
Dan sekarang
kau sentuh air dengan kaki kecilmu,
dengan hati kecilmu,
dan engkau tak tahu mesti berbuat apa lagi!
Yang lebih baik adalah
perjalanan-perjalanan malam hari,
ruang-ruang rumah yang telah terbagi-bagi,
setapak jalan yang tak tentu arah,
tarian yang tak menuntut apa-apa,
daripada meneruskan petualangan!
Setelah ketakukan mati, juga kebekuan,
atau keraguan,
maka bagiku dengan langkah-langkah besarku,
akan kutemukan dia,
di dalam dirimu
atau bila jauh darimu,
maka dia yang akan menemukan aku,
dia tidak akan gemetar menatap-menghadap rupa cinta itu,
dia, yang kelak melebur-menyatu
denganku
dalam kehidupan, dan dalam kematian!
(Sumber)