Seruni.id – Baru-baru ini, artis yang telah memutuskan untuk berhijrah yakni, Arie Untung menulis cerita berjudul “Padang” lewat akun Instagram pribadi miliknya. Dalam ceritanya itu, ia menuliskan perumpamaan yang menggambarkan tentang kesalahpahaman.
Suami dari Fenita Arie itu juga menyinggung soal orang yang diperkarakan karena membicarakan topik tertentu untuk kalangannya sendiri. Dalam cerita yang ia tulis, terdapat sepasang suami istri yang sedang mengobrol menggunakan bahasa Jawa dan sedang membicarakan tetangganya yang kemalingan.
Pada cerita tersebut, sepasang suami istri ini justru menjadi sasaran masa karena percakapan mereka didengar orang lain. Meski tak menyebutkan secara jelas cerita tersebut ditunjukkan kepada siapa, unggahan Arie justru banyak dikaitan netizen dengan berita Ustadz Abdul Smoad (UAS) yang dianggap menyinggung agama lain dalam ceramahnya. Namun, benarkah Arie Untung menulis cerita berjudul “Padang” sebagai bentuk dukungan untuk UAS?
Berikut tulisan lengkapnya:
“PADANG”
Suatu hari, di rumah, suami istri asal Jawa ngobrol tentang kasus kemalingan.
“Ono kemalingan, Buk, ning omahe Pak Ucok”
“Lho, jam piro, Pak?”
“Jam 7 pagi”
“Walaaah padhang padhang kok nyolong”
Kebetulan, ada tetangga yang merekam. Kemudian diperdengarkan di kelurahan. Sampailah pada sebuah kesimpulan.
“Waah orang Jawa itu telah menuduh orang Padang yg mencuri” (Bahasa Jawa, Padhang= terang)
Salah faham? Yes.
Sengaja? Tergantung niat.
Nah, zaman ini, berbicara dengan yang sefaham “di rumah”nya sendiri untuk kalangan rumah tersebut, adalah sesuatu yang dicari-cari sebagai pelanggaran etika. Yang salah yang ngobrol atau yang menyebarkan agenda privasi ini?
Padahal, dalam kasus hukum, menyebar luaskan pembicaraan privat adalah sesuatu yang melanggar hukum (contoh rekaman telepon yang pernah viral dan lain-lain).
Anyway …
Akan jauh berbeda, jika hal ini diuatarakan di forum publik yang bersifat mejemuk.
Clear sih.
Sesuatu yang jelas posisinya, ada yang salah faham atau sengaja disalah fahamkan. Asal usulnya pun sudah jelas, lokasinya pun jelas, materinya pun jelas.
Hanya berbicara untuk yang sesama mengerti. Bukan mengajak bicara yg jelas tidak akan mengerti
pihak yang diserang pun pernah punya contoh yang sama tapi memilih tidak mempublish.
Tapi sekarang, satu demi satu muali tersebar di FGD perlakuan yang sama sebaliknya beredar juga, ini juga mulai membakar kemarahan.
Wah, bakal rame nih.
Pilihannya, ujung damai atau ujung panas?
Terus …
Zoom out yuk!
Ujung-ujung panasnya mau kemana sih?
Perang saudara?
Siap itu pilihannya?
Yang punya bisnis, jelas akan berantakan.
Nggak capek, ya? Belum lama kelar pemilu, mau akur-akuran, ada aja yang mulai. Sekarang ada yang lagi tepuk tangan.
Udah.
Yuk, jangan terpancing. Kita ini butuh waktu untuk mulai membangun kolaborasi lebih baik untuk mendorong perekonomian kita nih banyak PR.
Kalo kita terpuruk, yang terpuruk bukan golongan A atau golongan B doaaang. BARENGAN.
Nah, yang doyan rebut? Santuy.
Aku nggak ngalangin, monggo dilanjut. Silahkan habisin waktu dan energi.
Yang sukanya adem?
Ayoklah ngopi, diskusi “duduk bareng”
Kapan mau maju? Kalo recehan terus yang dibahas?
Mugkin, konflik adalah ‘komiditi’. Tapi, masing-masing kita nggak boleh capek jadi duta pendamai.
Auto delete,” tulisnya.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Klasik, Sederhana dan Kasual Gaya Hijab yang Dipilih Fenita Arie Untung
[/su_box]