Seruni.id – Setiap manusia memang hanya bisa berusaha, selebihnya Allah yang akan menentukan siapa ynag akan diberikan hidayah dan siapa yang tidak. Sesuatu yang kita anggap mustahil, bisa saja terjadi jika Allah menghendaki. Begitupun yang terjadi pada Chika Nakamura, mantan petinju profesional asal Jepang yang telah melanglangbuana ke seantero dunia. Chika sangat terkenal di Negeri Paman Sam, Amerika.
Bermigrasi ke Amerika Demi Mengejar Karier
Dia bukanlah orang Amerika asli ataupun Amerika keturunan. Kedua orangtuanya adalah asli orang Jepang. Ia lahir dan tumbuh hingga remaja di Nara, Jepang. Chika memutuskan bermigrasi ke Amerika Serikat untuk mengejar kariernya menjadi seorang petinju. Ketika itu, usianya masih 19 tahun.
Bagi kebanyakan wanita, tinju bukanlah sebuah profesi yang menarik. Selain penuh dengan adegan kekerasan, dalam segi pendapatan pun tidak cukup menjanjikan. Saat ini, tak banyak petinju wanita yang memiliki penghasilan tinggi, salah satunya adalah Laila Ali, yang tak lain adalah putrid dari petinju legendaries dunia, Muhammad Ali.
Oleh sebab itulah, keluarganya tidak pernah memberikan restu serta dukungan kepada wanita bertubuh kekar ini untuk menekuni karier di dunia tinju. Meski ia tak mendapat restu dari orangtuanya, hal ini tidak membuat semangatnya padam, Chika terus melangkah demi menekuni profesi tersebut.
Kariernya di dunia tinju mulai ditekuninya secara serius setelah bergabung dengan sasana tinju Gleanson’s Boxing Gym yang berada di Brookyln, New York. Sejak 2003 lalu, mulai terjun ke dunia tinju professional untuk kategori kelas ringan.
Pernah Memperoleh Peringkat
Chika pernah menduduki peringkat ke-10 petinju wanita dunia versi WIBA. Dengan rekor tanpa terkalahkan dari lima kali tanding, pada 2077 lalu, ia memperoleh gelar New York State Golden Gloves. Di atas ring, wanita 32 tahun silam ini sangat ditakuti oleh lawan-lwanannya. Hal itu terlihat ketika pada 29 Juni 2007 silam, lawan yang sedianya akan melakoni sebuah pertarungan, hari itu dia justru membatalkannya.
Menurut pihak panitia, petinju yang akan menjadi lawan Chika itu, secara tiba-tiba mengundurkan diri dari pertarungan pada menit terakhir tanpa alasan. Kadang-kadang, lawan akan terintimidasi. Dan kadang mereka tidak serius dalam bisnis ini.
“Tinju memang begitu menakutkan karena hasil yang diperoleh sangat sedikit dan kita mendapatkan pukulan bertubi-tubi. Itu sebabnya mengapa saya berlatih dengan sangat keras dan selalu berusaha tampil dalam keadaan prima,” ujar Chika.
Walaupun para rekannya sesama atlet tinju kerap menghadiri pesta yang menyuguhkan minuman beralkohol, namun tidak demikian dengannya. Kehidupannya di Amerika bisa dikatakan sebagai sebuah pengorbanan.
“Saya hidup seperti layaknya seorang biarawan. Saya tidak minum, tidak berpesta, dan tidak merokok. Sebaliknya, saya mengonsumsi makanan sehat, pergi tidur tepat waktu, dan berlatih setiap hari. Jadi, kapan pun ada pertandingan, mental saya selalu siap,” ungkapnya.
Hubungan Kepada Kedua Orangtuanya Merenggang
Sejak ia memutuskan pindah ke Amerika, hubungannya dengan orangtuanya kian merenggang. Mereka tidak bisa menghubungi satu sama lain. Untuk mengisi kekosongan peran orangtuanya, Chika menganggap sang pelatih pelatih Carlos Ortiz dan istrinya, Maria, sebagai keluarga barunya.
Dalam kehidupan tinjunya, Ortiz merupakan orang kelima yang pernah menjadi pelatihnya. Namun, bagi Chika, Ortiz adalah sosok pelatih yang selama ini dicarinya, “Itu takdir. Saya sangat beruntung bisa memiliki dia (sebagai pelatih). Dia seperti pahlawan bagi saya. Bukan Oscar De La Hoya, bukan Mayweather, ataupun Muhammad Ali,” kata Chika.
Sebelum terjun menjadi peltih, Ortiz merupakan salah satu petinju besar dunia. Dia pernah menjadi juara dunia tiga kali. Gaya serangannya di atas ring dikenal unik. Chika memagang rekor delapan kali menang, tiga kali dengan Knock Out (KO) dan satu kali kalah.
Menemukan Islam Kehidupan Ortiz yang sederhana memberikan pengaruh yang cukup siginifikan pada pribadi seorang Chika. “Saya belajar banyak dari dia. Tidak hanya soal tinju, tapi juga tentang hidup dan makna kehidupan. Semakin saya berjuang, semakin saya belajar banyak mengenai kehidupan rohani dan keinginan untuk memberi.”
Kembali Duduk di Bangku Sekolah
Kini, dunia di atas ring bagi Chika tidak selamanya menjanjikan. Ia tidak bisa menjadikan tinju sebagai satu-satunya jalan dan tujuan hidupnya. Setelah keberadaannya tidak lagi dibutuhkan dalam dunia tinju, ia berharap suatu saat bisa mengabdikan dirinya pada pekerjaan sosial. Untuk itu, sejak beberapa tahun terakhir, ia memutuskan untuk kembali ke bangku sekolah.
Setelah mengenyam kembali bangku sekolah, secara perlahan-lahan Chika memutuskan berhenti sama sekali dari dunia tinju yang membesarkan namanya itu. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar dan ikut aktif di kegiatan sosial. Bukan tanpa asalan Chika memutuskan untuk berhenti bertinju, namun tak lain juga karena kecelakaan yang pernah diamainya saat menjalani proses pertandingan.
Dokter yang menangani terapinya menyarankan Chika beralih profesi saja dari dunia tinju yang terbilang keras bagi seorang wanita. Semula, ia sempat merasakan gundah, karena dia sudah merasa bahwa dunia tinju adalah harapan hidupnya, merasa telah banyak mengorbankan segalanya dalam kehidupannya demi mengejar mimpinya menjadi petinju dunia.
Kegundahan itulah yang mendorongnya untuk mencari ketenangan, dan akhirnya ia benar-benar meninggalkan dunia tinju. Chika mulai mendatangi berbagai tempat ibadah agama-agama, dan sampailah ia di sebuah masjid, di mana masjid tersebut lah yang membuat hatinya tenang dan tentram, tak ada lagi kegundahan yang dirasakan.
Tepat pada bulan Ramadahan 143 H, akhirnya seorang Chika Nakamura memutuskan dirinya menjadi seorang mualaf. Hari Jum’at itu, dengan kemantapan hati, Chika bersyahadat dan memutuskan menjadi seorang muslimah yang siap untuk berdakwah di jalan Allah. Sekarang, Chika Nakamura telah benar-benar meninggalkan dunia tinju dan dunia masa lalunya untuk melangkah lebih baik, tentunya dengan hijab cantik yang kini istiqomah dikenakannya.