Seruni.id – Kehadiran media sosial menjadi sebuah kesenangan tersendiri bagi banyak orang. Apalagi, platform ini bisa dimanfaatkan untuk mengekspresikan diri dan membagikan momen-momen manis. Jika diperhatikan, saat banyak sekali para orangtua yang memanfaatkan media sosial untuk membagikan momen kebersamaannya dengan sang buah hati. Anak yang dijadikan konten medsos kerap kali mengundang perhatian bagi waganet. Terlebih, kalau anak tersebut memiliki tingkah yang lucu dan menggemaskan.
Karena banyak warganet yang menyukai konten tersebut, biasanya akan membuat para orang tua semakin semangat untuk terus membagikannya. Namun, hal ini dinilai jadi berlebihan ketika orang tua tidak memiliki batasan tentang konten yang diunggah ke media sosial dan berisi tentang kegiatan anak. Jangan sampai, konten yang awalnya bertujuan untuk menghibur malah berujung pada eksploitasi.
Berikut Seruni telah merangkum beberapa dampak psikologis jika anak dijadikan konten medsos orang tua secara terus menerus. Yuk simak di bawah ini:
1. Cyberbullying
Membagikan momen bersama anak di media sosial sebenarnya sah-sah saja. Misalnya, ketika anak sedang berlatih menggambar atau mengembangkan bakatnya. Karena hal ini akan menjadi memori yang bisa diputar kembali saat mereka tumbuh dewasa. Akan tetapi, orang tua perlu mengenali batasan hal apa saja yang sebaiknya dibagikan dan tidak.
Orang tua sebaiknya tidak perlu menginformasikan nama lengkap, alamat, tanggal lahir anak, atau informasi yang menyakut privasi. Sebab, hal ini sangat membahayakan. Data-data tersebut bisa saja dicuri untuk kegiatan kriminalisasi. Selain itu, orang tua juga perlu mempertimbangkan saat mengunggah foto-foto mereka. Meski lucu dan menggemaskan, tetapi bisa saja, potret tersebut akan menjadi persoalan ketika anak beranjak remaja.
Teman-teman sang anak mungkin akan menertawakan atau ada aksi bullying yang terjadi dari unggahan foto atau video tersebut. Jejak digital yang terekam juga bisa menuai komentar dari berbagai pengguna media sosial yang lain, seperti memberikan komentar yang mengarah ke cyberbullying. Tentu hal ini akan berdampak buruk bagi psikologis anak yang dijadikan konten medsos dalam hal bersosialisasi.
2. Krisis Identitas
Saat orang tua berlebihan menjadikan anak sebagai konten di media sosial tentang hal yang menarik dari sudut pandangnya, dikhawatirkan ketika dewasa mereka akan mengalami krisis identitas. Hal ini terjadi lantaran sejak kecil orang tuanya secara tidak langsung telah mengontrol tentang pembetukan identitas anak. Misalnya dengan cara membagikan unggahan foto dan video menurut bidang ketertarikan orang tua atau berdasarkan hal yang viral saat itu, bukan berdasarkan minat anak.
Sehingga ketika beranjak remaja, mereka akan mengalami kebingungan tentang dirinya sendiri. Contohnya, saat kecil orang tua sering mengunggah kegiatan anak saat mengikuti kelas menari. Padahal, belum tentu anak memiliki bakat dan minat di bidang tersebut. Ketika remaja, anak ternyata memiliki ketertarikan atau minat di bidang lain, tapi ia ragu dengan pilihannya karena sejak kecil ia sudah terbiasa mengekspresikan sesuatu berdasarkan arahan orangtua lewat unggahan-unggahan di media sosial yang dinilai berlebihan.
3. Anak Menjadi Tertutup
Ketika anak pernah mengalami kasus bullying yang diakibatkan unggahan di media sosial dan konten di masa kecilnya, maka anak bisa menjadi tertutup dan enggan bercertia dengan orang lain. Termasuk dengan mereka yang sebelumnya dianggap dekat atau dinilai sebagai sahabatnya.
Sifat yang tertutup membuat anak tidak berani mengekspresikan diri, termasuk pikiran, emosi dan perasaannya. Hal ini akan membuat anak melakukan berbagai hal secara diam-diam, tanpa ijin dari orangtua dan orang-orang terdekatnya. Ketika ada masalah, anak memilih untuk menutupinya karena khawatir akan mendapatkan perasaan kecewa di kemudian hari.
4. Hilang Kepercayaan dari Anak
Saat akan menjadikan anak sebagai konten di media sosial, akan lebih baik hal ini didiskusikan lebih dulu dengan mereka, apabila mereka memang sudah bisa diajak untuk berdiskusi. Karena saat anak tidak diajak diskusi dan mendapatkan penjelasan dari orang tua tentang alasan konten-konten tersebut dimuat di medsos, maka anak bisa saja berpikir kegiatan yang dilakukan oleh orang tuanya sebagai bentuk paksaan yang bisa berujung pada eksploitasi anak.
Alhasil, karena belum adanya keterbukaan komunikasi antara anak dan orang tua, maka anak pun sulit untuk percaya pada orang tuanya dan memilih untuk tidak dekat dan menjalin interaksi yang akrab dengan orang tua.
Baca Juga: 5 Ide Konten Live TikTok yang Bisa Meraup Cuan
Itulah beberapa dampak psikologis anak yang dijadikan konten medsos oleh orang tuanya. Jadi, mulai sekaran, jika ingin membuat konten bersama anak, sebaiknya patuhilah batasan-batasan yang ada sehingga tidak membahayakan. Yuk segera cegah hal ini jangan sampai terjadi, agar psikologis anak tidak terganggu.