GINEKOLOG Prof dr Noerpramana MMedSc SpOG (K-Fer) mengatakan stres bisa membuat pasangan yang mengalami infertilitas lebih sulit lagi untuk memiliki keturunan.
“Infertilitas berbeda dengan kemandulan. Infertilitas itu adalah kekurang mampuan suatu pasangan untuk menghasilkan keturunan, sementara kemandulan itu sterilitas,” katanya di Semarang, Sabtu kemarin.
Hal tersebut diungkapkannya pada “parenting class” bertajuk “Persiapan Kesehatan Pranikah, Penanganan Pasutri Yang Sulit Mendapatkan Keturunan” yang digelar RSIA Kusuma Pradja Semarang.
Dokter yang berpengalaman menangani program bayi tabung itu menjelaskan stres bukan hanya sebatas faktor psikis, namun bisa juga fisik, seperti tenaga yang terlalu terforsir dan kelelahan.
“Orang yang sudah lama ingin punya anak tetapi tak kunjung berhasil (infertilitas, red.), kemudian stres. Justru dengan stres akan membuat keinginannya memiliki anak menjadi semakin sulit,” katanya.
Ia mengatakan suatu pasangan dikatakan infertil apabila setelah satu tahun atau 12 bulan menikah dengan melakukan hubungan seksual dalam frekuensi yang wajar, namun belum ada kehamilan.
“Malah ada yang baru menikah tiga bulan belum hamil-hamil juga sudah bingung dan datang ke saya. Ya, memang ada sebagian pasangan yang ingin langsung punya anak dan ada yang menunda,” katanya.
Namun, kata dia, pasangan yang ingin menunda punya anak sebaiknya menggunakan cara-cara yang alami, seperti senggama terputus untuk meminimalisir dampak yang malah menyulitkannya saat ingin punya anak.
Secara umum, kata Pembina Yayasan Warendra Kusumapradja yang menaungi RSIA Kusuma Pradja Semarang itu, ada lima penyebab infertilitas, yakni usia, frekuensi hubungan seksual, lingkungan, gizi nutrisi, dan stres.
“Usia paling bagus sekitar 30 tahunan. Kalau sudah di atas 35 tahun, ya, fertilitasnya turun. Frekuensi hubungan seksual, idealnya seminggu dua kali. Jangan terlalu sering, jarang juga jangan,” katanya.
Kualitas sperma terbaik terbentuk dalam rentang waktu 3-4 hari, kata Noerpramana, jika kurang dari itu jelas akan kurang kualitasnya, sementara jika lebih dari itu banyak sperma yang mati.
“Lingkungan juga pengaruh, termasuk pemenuhan gizi dan nutrisi secara seimbang. Orang yang sering mengonsumsi ‘junkfood’ bisa berpengaruh ke fertilitas, demikian juga rokok dan alkohol,” katanya.
Untuk penyebab khusus infertilitas, lanjut dia, disesuaikan jender, misalnya laki-laki karena kelainan anatomi dan gangguan spermatogenesis, sementara perempuan karena faktor vagina, rahim, hingga ovarium.
“Penanganan infertilitas tergantung dari penyebabnya sehingga dibutuhkan pemeriksaan. Yang penting, jaga kesehatan dan kebugaran tubuh, makan makanan bergizi, hindari rokok dan alkohol,” pungkasnya. (antara)