Kisah Cicit Perempuan Rasulullah, Sayyidah Nafisah

Sayyidah Nafisah
Ilustrasi: Masjid Sayyidah Nafisah, Kairo

Seruni.id – Berikut adalah kisah tentang perempuan suci dan mulia, cicit dari Nabi Muhammad SAW, Rasulullah. Beliau ialah Sayyidah Nafisah binti Hasan al-Anwar bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Talib, yang merupakan menantu Rasulullah SAW. Beliau sangat menyerupai bibinya yang bernama  Sukainah al-Kubra binti Zaidbin Hasan bin Ali bin Abi Talib.

“Nafisah” diambil dari kalimah ‘an-nafasah’ yang bermaksud ‘kemuliaan’. Sayyidah Nafisah dikenal sebagai seorang srikandi yang berani bahkan dikenal dengan kehebatan ilmunya yang tinggi hingga digelar sebagai ‘Ummul ‘Ulum’ (ibu sekalian ilmu). Ia juga seorang ilmuwan terkemuka di masanya, sehingga Imam Syafi’i pun berguru padanya.

Makam Sayyidah Nafisah berada di Kairo, Mesir. Sampai saat ini makannya masih dipenuhi para peziarah. Di luar masjid Sayyidah Nafisah, di Mesir, dijual buku yang mengupas biografi perempuan yang disebut-sebut sebagai sumber pengetahuan keislaman yang berharga (Nafisah al-‘Ilm), pemberani, sekaligus ‘abidah zahidah (tekun menjalani ritual dan asketis).

Sejak kecil, Sayyidah Nafisah sudah hafal Al-Qur’an. Iajuga sangat memahami bahwa Nabi Ibrahim adalah bapak moneteisme sejati, sekalligus bapak Rasulullah lewat jalur Nabi Ismail yang merupakan keturunan Nabi Ibrahim. Sedangkan Sayyidah Nafisah sendiri adalah cicit, keturunan dari Rasulullah.

Selama masa hidupnya, Sayyidah Nafisah selalu menghidupkan sepanjang malamnya dengan menegakkan shalat dan ibadah-dibadah lainnya. Sedangkan pada siang harinya selalu menjalankan puasa sunnah.

Diketahui beliau menjalankan “Shaum ad-Dahri” atau Puasa Sepanjang Tahun (kecuali lima hari yang diharamkan puasa, yaitu: Hari Raya Idul Fitri tanggal 1 Syawal, Hari Raya Idhul Adha tanggal 10 Dzul-Hijjah, dan tiga hari tasyrik tanggal 11, 12, 13 Dzul-Hijjah) sampai menjelang ajalnya, yakni selama 30 tahun.

Ketika dirinya berusia 44 tahun, ia tiba di Kairo pada 26 Ramadhan 193 H. Kabar kedatangan perempuan yang luar biasa ini telah menyebar luas. Ia pun disambut oleh pebduduk Kairo yang merasa bersyukur didatangi oleh Sayyidah Nafisah. Ratusan orang tiap hari datang hendak menemuinya. Dari mulai berkonsultasi, meminta doa ataupun mendengar nasihat dan ilmu darinya.

Ketika beliau mendapat tanda tentang akan segera datang kematiannya, beliau berinisiatif untuk menggali lubang di dalam rumahnya untuk dijadikan sebagai kuburannya nanti. Setelah selesai menggali lubang kuburan, beliau selalu menjalankan shalat dan ibadah-ibadah lainnya di dalam lubang kuburan yang dibuatnya itu. Bahkan sampai sempat mengkhatamkan Al-Qur’an 30 juz sebanyak 6.000 (enam ribu) kali khataman.

Menjelang tiba ajalnya dan masih dalam kondisi berpuasa, beliau membaca surat “Al-An’am”. Dan ketika sampai di ayat:

لهم دار السام عند ربهم

kemudian beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir dan dikuburkan di kuburan yang dibuatnya sendiri yang terletak di dalam rumahnya.

Sayyidah Nafisah dan Imam Syafi’i

Selanjutnya, sebelum tiba di Mesir, Imam al-Syafi’i sudah lama mendengar sosok perempuan ulama ini dan mendengar pula bahwa banyak ulama yang datang ke rumahnya untuk mendengarkan pengajian dan ceramahnya. Imam al-Syafi’i datang ke kota ini lima tahun sesudah Sayidah Nafisah.

Kemudian, al-Syafi’i meminta bertemu dengannya di rumahnya. Sayidah Nafisah menyambutnya dengan seluruh kehangatan dan kegembiraan. Pertemuan itu dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan yang sering diadakan ke depannya. Masing-masing saling mengagumi tingkat intelektualitasnya.

Saat itu, diketahui jika Imam al-Syafi’i berangkat untuk mengajar di masjidnya di Fustat, ia mampir ke rumah Sayyidah Nafisah. Begitu juga ketika pulang kembali ke rumahnya. Dikabarkan bahwa Imam al-Syafi’i adalah ulama yang paling sering bersama Sayyidah Nafisah dan mengaji kepadanya, justru dalam status Imam al-Syafi’i sebagai tokoh besar dalam bidang usul al-fiqh dan fiqh.

Memang sebelum datang ke Mesir, Imam al-Syafi’i sudah terlebih dahulu terkenal dan harum namanya di Baghdad. Fatwa-fatwa Imam al-Syafi’i di Baghdad dikenal sebagai ‘qaul qadim’, sedangkan fatwa beliau di Kairo dikategorikan sebagai ‘qaul jadid’. Pada Ramadhan, Imam al-Syafi’i juga sering shalat Tarawih bersama Sayyidah Nafisah di masjid ulama perempuan ini.

Seperti itulah kedekatan kedua orang hebat ini. Saat Imam al-Syafi’i sakit, ia mengutus sahabatnya untuk meminta Sayidah Nafisah mendoakan bagi kesembuhannya. Begitu sahabatnya kembali, sang Imam tampak sudah sembuh seperti sedia kala.

Kemudian, beberapa waktu kemudian, Imam al-Syafi’i sakit parah, sahabat tersebut dimintanya kembali menemui Sayyidah Nafisah untuk keperluan yang sama, meminta didoakan agar diberikan kesembuhan oleh Allah.

Namun saat itu, Sayyidah Nafisah hanya mengatakan, “Matta’ahu Allah bi al-Nazhr Ila Wajhih al-Karim” (Semoga Allah memberinya kegembiraan ketika berjumpa denganNya). Mendengar ucapan dari sahabat sekaligus gurunya itu, Imam al-Syafi’i segera menyadari bahwa waktunya di dunia ini tidak akan lama lagi.

Al-Imam kemudian berwasiat kepada murid utamanya, al-Buwaithi, meminta agar Sayyidah Nafisah menyalati jenazahnya jika kelak dirinya wafat. Ketika al-Syafi’i kemudian wafat, jenazahnya dibawa ke rumah sang ulama perempuan tersebut untuk dishalatkan.

Menurut KH. Husein Muhammad, di antara nasihat Sayyidah Nafisah kepada para muridnya adalah:

  1. Jika kalian ingin berkecukupan, tidak menjadi miskin, bacalah QS. al-Waqi’ah [56].
  2. Jika kalian ingin tetap dalam keimanan Islam, bacalah QS. al-Mulk [67].
  3. Jika kalian ingin tidak kehausan pada hari dikumpulkan di akhirat, bacalah QS. al-Fatihah [1].
  4. Jika kalian ingin minum air telaga Nabi di akhirat, maka bacalah QS. al-Kautsar [108].

Sayyidah Nafisah merupakan fakta sejarah bahwa seorang perempuan bisa menjadi seorang ulama tersohor, bahkan menjadi guru bagi seorang Imam Syafi’i. Semoga akan kembali muncul Sayyidah Nafisah berikutnya di dunia Islam.