Seruni – Kisah ini selayaknya bisa menjadikan kita tersadar betapa pentingnya sebuah panggilan Allah dalam setiap shalat lima waktu. Mungkin sebagian dari kita akan langsung berkomentar negatif jika hanya melihat dari judulnya saja. Akan tetapi cacian dan hinaan tersebut akan berubah 180 derajat ketika menyimak lebih lanjut kisah berikut.
Malam itu suasana di kampung begitu hening dan tepat pukul 10 malam, suasana pun berubah menjadi sebuah kehebohan. Pasalnya seorang pria mengumandangkan adzan di jam yang bukan pada tempatnya. Melalui pengeras suara, pria itu pun mengumandangkannya di mushalla kecil sehingga langsung memecah keheningan malam.
Warga mulai keluar dari rumah mereka masing-masing dan beramai-ramai menuju sumber suara itu, meski sebenarnya mereka sudah mengetahui siapa yang melakukan keanehan tersebut dari suaranya.
Pria itu adalah Mbah Sadi yang berumur kepala tujuh. Dalam perjalanan menuju mushalla, setiap warga tak henti-henti saling bertanya tentang kelakuan Mbah Sadi yang dinilai aneh malam tersebut. Padahal ia bukanlah seorang yang gila ataupun pikun.
Maka ketika mereka telah sampai di depan Mushalla dan Mbah Sadi pun telah selesai mengumandangkan adzan, pak RT yang memimpin keramaian warga mulai bertanya.
“Mbah tahu tidak sekarang sudah jam berapa?”
Salah seorang warga ikut menimpali, “Adzan apa sekarang, Mbah? Jangan-jangan Mbah ikut aliran sesat.” Sementara yang lain berkomentar seenaknya, “Jangan-jangan Mbah sudah gila. Jam segini adzan kalau bukan aliran sesat berarti gila.”
Dengan tenang Mbah Sadi menjawab, “Kalian ini! Tadi saya adzan Isya tak seorang pun yang datang ke mushalla. Sekarang saya adzan jam 10 malam, semua ramai-ramai ke mushalla. Malah satu kampung yang datang! Jadi siapa yang gila?”
Mendengar ucapan Mbah Sadi, warga pun satu persatu mulai pulang karena malu. Pak RT yang sedari awal vokal pun perlahan-lahan mundur dan tidak berani menatap wajah Mbah Sadi.
Memang terkadang ketika diingatkan secara baik-baik, kita enggan untuk mendengarkan. Namun ketika ada kesempatan untuk membodoh-bodohkan ataupun memarahi orang lain, kita masih mau menyempatkan waktu meski sebenarnya sibuk.
Sadarkah kita dengan kisah ini? Sudahkah kita beranjak sesegera mungkin ketika muadzin mengumandangkan adzan untuk bisa shalat tepat waktu? Atau malah seperti warga-warga dalam kisah tersebut yang melalaikan panggilan Allah?
Semoga kita mau memperbaiki kesalahan kita dan tidak langsung berucap negatif kepada orang lain tanpa melihat dahulu permasalahannya.
Wallahu A’lam