Seruni.Id – Midodareni adalah rangkaian upacara adat Jawa sebelum melaksanakan pernikahan. Malam ini juga biasa disebut dengan malam pangarip-arip yaitu satu malam menjelang hari pernikahan yang akan menjadi malam terakhir masa lajang kedua mempelai.
Pelaksanaan malam midodareni ini biasanya dilakukan setelah mempelai melakukan upacara tantingan dan siraman, yakni upacara pemantapan dan pembersihan diri bagi kedua mempelai dalam menghadapi hari sakral yaitu pernikahan.
Sejarah Midodareni
Kita mungkin sudah sering mendengar atau melihat prosesi midodareni. Namun, masih banyak yang belum tahu akan sejarah midodareni yang sebenarnya. Masihkah kamu ingat dengan lagenda Jaka Tarub? Kisah yang menceritakan tentang seorang pemuda yang mengambil selendang dari tujuh bidadari yang sedang mandi di danau.
Tradisi midodareni Jawa ini berasal dari lagenda Jaka Tarub dan salah satu bidadari tersebut yang bernama Dewi Nawangwulan. Konon, Dewi Nawangwulan yang berasal dari kahyangan turun ke bumi hanya untuk menyambangi sang anak, Nawangsih, yang hendak menikah. Istilah midodareni berasal dari kata midodari, yang dalam bahasa Jawa berarti bidadari.
Berdasarkan cerita tersebut, terdapat mitos saat malam midodareni, para bidadari turun dari kahyangan untuk mendatangi kamar calon pengantin. Oleh karena itu, calon mempelai wanita harus di[ingit (berdiam diri di kamar) pada malam menjelang pernikahan.
Selama dipingit, calon pengantin tidak diperbolehkan mengenakan riasan, dan mendapat wejangan dari saudara-saudaranya tentang bahtera rumah tangga. Saat midodareni, mempelai wanita juga dilarang bertemu dengan mempelai laki-laki.
Mempelai laki-laki diperbolehkan berkunjung sampai teras tanpa menemui mempelai wanita. Pihak laki-laki juga mengantarkan seserahan berjumlah ganjil berupa keperluan calon pengantin perempuan sehari-hari.
Masyarakat tradisional Jawa percaya bahwa pada malam Midodareni para bidadari akan turun ke bumi dan bertandang ke kediaman calon pengantin wanita untuk menyempurnakan dan mempercantik pengantin wanita.
Seserahan Midodareni
Dalam midodareni, calon mempelai pria datang bersama keluarganya ke kediaman pengantin wanita dengan mengenakan busana Jawa beskap landung/ surjan (untuk adat Jogja) tanpa keris. Mereka yang datang nantinya akan membawa seserahan untuk canlon pengantin, berupa:
- Pakaian
- Alas kaki
- Kosmetik
- Buah-buahan
- Makanan
Seserahan tidaklah sama seperti peningset dan bukanlah sebuah keharusan melainkan tanpa kasih ikatan kekeluargaan. Seserahan tersebut nantinya diserahkan oleh wakil dari pihak calon pengantin pria kepada ibu mempelai wanita dan untuk selanjutnya disimpan di kamar pengantin.
Baca Juga: Daftar Seserahan Lamaran yang Harus Dipersiapkan
Susunan Acara Midodareni
Adapun teks sususan acara midodareni yang perlu diketahui sebagai berikut:
Jonggolan (Nyantri)
Jonggolan atau nyantari adalah datangnya calon pengantin pria ke tempat calon mertua. ‘Njonggol’ diartikan juga sebagai menampakkan diri. Tujuannya untuk memperlihatkan bahwa ia dalam keadaan sehat, dan selamat, serta hatinya untu mantap untuk menikahi putri mereka. Saat malam midodareni tersebut, mempelai pria tidak didampingi orangtuanya, melainkan oleh wakil keluarga yang telah ditunjuk.
Tantingan
Setelah calon mempelai pria datang menunjukkan kemantapan hatinya dan diterima niatnya oleh keluarga wanita, sekali lagi ia akan ditanya oleh kedua orangtuanya, perihal kemantapan hatinya. Dan calon mempelai wanita hanya diperbolehkan berada di dalam kamar pengantin, yang dapat melihatnya pun hanya saudara dan tamu wanita saja.
Kedua orangtua mendatangi calon pengantin wanita di dalam kamar, dan menanyakan kemantapan hatinya untuk berumah tangga. Maka calon pengantin wanita akan menyatakan ikhlas sepenuhnya kepada orangtua.
Pembacaan dan Penyerahan Catur Wedha
Dalam acara midodareni Jawa selanjutnya adalah catur wedha, atau memberikan wejangan yang disampaikan oleh calon bapak mertua/ bapak calon pengantin wanita kepada si pria. Catur wedha ini berisi empat pedoman hidup diharapkan catur wedha ini menjadi bekal untuk calon pengantin dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Wilujengan Majemukan
Usai pembacaan catur wedha, acara midodareni Jawa ditutup dengan wilujengan majemukan. Dalam acara ini, para orangtua dari kedua calon mempelai saling bertemu dan merelakan anak mereka untuk membentuk rumah tangga. Pihak calon wnaita kemudian menyerahkan angsul-angsulan, berupa makanan, kancing gelung atau pakian. Serta sebuah pusaka yang berarti bahwa mempelai pria diharapkan untuk menjadi pelindung bagi keluarganya kelak.