Seruni.id – Dina Septia adalah seorang mualaf. Memilih untuk memeluk Islam, bukan hal mudah untuk dirinya. Banyak cobaan yang harus dihadapi. Meski begitu, dia yakin bahwa Allah pasti akan berikan jalan terbaik untuknya.
Wanita 29 tahun ini, mengalami ujian yang sangat berat sekali. Keimannya diuji saat ia benar-benar sedang terpuruk. Bahkan, dia harus merelakan rumah tangganya berakhir di usia muda. Dina menikah diusia muda, yakni 22 tahun pada 2011 lalu. Namun, rumah tangganya hanya dapat bertahan empat tahun saja.
Padahal, ketika itu ia rela meninggalkan orangtuanya demi seorang pria yang kini telah menjadi mantan suaminya itu. Menurutnya, mantan suaminya itu adalah Muslim dan berhasil mengajaknya untuk memeluk Islam.
Tak Mendapatkan Bimbingan
Namun sayangnya, di tengah perjalanan biduk rumah tangga mereka, bimbingan sebagai seorang suami sekligus imam, tidak ia dapatkan. Justru dia hanya menerima kekecewaan dan rasa sakit hati, karena ternyata suaminya yang dikenalnya baik itu, bukanlah orang yang setia. Keputusannya untuk memeluk Islam pertama kali memang dikarenakan ingin menikah dengan pria Muslim.
“Di akhir 2010 saya bersyahadat dan mendaftarkan pernikahan di KUA awal 2011,” jelas dia.
Perpindahan keyakinan yang dilakukannya saat itu, memang menimbulkan polemic dari kedua orangtuanya. Namun beruntungnya, ia masih memiliki keluarga yang beragama Islam.
“Saya tetap bertekad untuk menikah meski harus pindah agama, toh mama juga dulu menikah dan berpindah agama ikut papah,” ujar dia.
Mendapatkan Support dari Sang Paman
Pamannya yang merupakan seorang ustadz, mencoba menguatkannya demi keberlangsungan pernikahan sang keponakan. Meskipun pernikahan harus dengan wali hakim. Sejak dirinya menjadi Muslimah, ia pun membuktikan kepada orangtuanya bahwa dia bisa hidup bahagia.
Ketika masuk Islam, dia mulai mempelajari shalat dan mengaji. Bibinya terus mensuportnya, agar ia bisa membaca bacaan Al-Qur’an dan menghafal gerakan shalat. Lingkungan rumah dan keluarga yang sebagian Muslim, membuatnya tidak merasa kesulitan untuk menghafal surah-surah pendek.
Meski saat kecil Dina adalah non Muslim, namun dia sering bermain dan ikut mengaju di langgar. Maka tak heran jika dia cepat menghafal surah pendek. Ibu dua anak ini mengakui, meski mudah tetapi dia sebenarnya tidak paham bahasa Arab. Karena ia hanya sebatas mengaji atau mendengarkan saja. Gerakan shalat pun awalnya agak kesulitan untuk menghafal.
Tapi, atas kegigihannya, lambat laun dia dapat dengan lancar menjalankan shalat lima waktu. Ibadah lain yang menurutnya sulit ialah saat berpuasa Ramadhan selama 30 hari penuh. Terlebih, saat itu, ia baru melahirkan anak. Saat tahun pertama, dia belum sanggup berpuasa karena baru saja melahirkan. Barulah pada tahun kedua mualafnya, dia bisa belajar menjalani puasa, meski tidak secara penuh.
“Tahun pertama belum satu bulan penuh karena masih menyusui juga,” jelas dia.
Dina yang belum lama menjadi mualaf, dan harus menyusui buah hatinya, merasa berat menjalani puasa dibanding mualaf lainnya. Ia pun meyakini, bahwa puasa semata-mata tidak hanya menahan haus dan lapar saja, namun juga menahan emosi dan hal-hal negative yang harus ia hadapi.
Berpuasa pada Tahun Ketiga Menjadi Mualaf
Saat tahu ketiga setelah mualaf, Dina barulah sanggup menjalani puasa satu bulan penuh. Dengan penuh tekad, bahwa puasa merupakan satu bentuk ibadah wajib bagi setiap Muslim. Dina menceritakan suka dukanya ketika berpuasa Ramadhan, karena sahur dan buka sendiri tanpa orangtua.
2013 silam, ia merasakan kesedihan yang mendalam. Dina tak hanya dirundung masalah yang rumit, namun dia merasa telah mengecewakan kedua orangtuanya. Bagaimana tidak? Karena ucapannya, ingin membuktikan bahwa ia bisa bahagia, nyatanya tak terbukti.
Meski kedua orangtuanya kecewa, tapi mereka turut merasakan apa yang dirasakan sang putri. Kata-kata tak mengenakan kerap keluar dari mulut orangtuanya. Bahkan, mereka pun menyalahkan Dina atas keputusannya menikah dengan seorang pria Muslim dan pindah agama.
Lagi-lagi, paman dan bibinya berusaha menguatkanya kembali. Berkali-kali paman dan bibinya mengingatkan bahwa menjadi Muslim memang selalu mendapat ujian untuk membuktikan keimanan kita. Ujian tak melulu terasa sulit, kadang terasa mudah jika kita ikhlas menjalaninya. Apalagi, Allah taka an memberikan ujian kepada hambanya melebihi kemampuan hambanya. Ia terus mempercayai kata-kata itu.
“Paman saya pernah bilang saat tahu saya mendapat ujian dari suami saya, bukan agama atau Islamnya yang salah tetapi orangnya yang tidak bisa membimbing dan menjalankan ajaran Islam,” tutur dia.
Berdoa Kepada Allah
Di waktu dia mendapatkan ujian dan memutuskan berpisah, dia terus bertanya-tanya dan berdoa kepada Allah. Dina mempertanyakan apakah pengorbanannya selama ini sia-sia, apakah memeluk Islam adalah pilihan yang tepat, apa ini yang terbaik bagi hidupnya.
“Saya terus berdoa tanpa henti, apalagi saya masih memiliki anak yang masih kecil, saat itu baru berusia tiga tahun,” kata dia.
Dina berharap berada dalam agama Islam adalah pilihan yang tepat dan Allah benar-benar telah memilihnya. Meskipun di saat-saat terkalutnya dia pernah meninggalkan shalat. Namun Allah SWT memberikan jawaban lewat hal yang tidak terduga. Dia dikelilingi teman-teman yang baik.
Teman satu pekerjaannya ternyata sering memperhatikan dia. Saat dia terpuruk dan jauh dari Allah, ternyata temannya mengingatkan untuk shalat. Dari situ dia mulai tersadar, rasa malu mulai muncul. Bagaimana Allah akan memberikan jalan keluar jika semakin menjauh dari Allah.
Dina mulai rutin shalat lima waktu, termasuk shalat berjamaah Zhuhur di kantor. Tak hanya itu, karena hampir semua teman-temannya berjilbab, dengan rasa malu dan kewajiban sebagai seorang Muslim, dia pun menutup auratnya.
Perlahan dia mengenakan jilbab dari mulai hanya pergi bekerja saja hingga berjilbab jika keluar rumah. Dia pun lebih sering menghadiri kajian, tabligh akbar di sekitar rumahnya. Mengkaji agama pun dilakukannya bersama paman dan bibinya.
Dipertemukan dengan Seorang Lelaki yang Mampu Membimbingnya
Menjadi seorang ibu tunggal membuatnya lebih tegar. Dia sadar bahwa saat memeluk Islam karena seorang laki-laki, Allah akan menguji keimanannya dengan laki-laki tersebut. Apakah dia tetap beriman jika laki-laki itu pergi. Ternyata Dina mampu melalui itu.
Pada 2017 Allah memberikan berkah atas keteguhan imannya. Dia dipertemukan dengan seorang laki-laki yang mampu membimbingnya. Tak hanya dalam hal rumah tangga, kedua orang tuanya pun merestui Dina menikah dengan pria ini. Kini dengan pria saleh ini Dina telah dianugerahi anak laki-laki.
“Alhamdulillah, pernikahan yang terakhir ini kedua orang tua saya merestui, dan memang orang tua saya cocok, kita juga sudah sama-sama dewasa,” jelas dia.
Dina berharap ini menjadi pernikahan terakhirnya dan terus menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah. Kini Dina tak lagi berkarir, dia memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga dan mendidik kedua anaknya menjadi anak yang sholih.
Baca Juga: Lantunan Surah Maryam Membuat Jae Deen Menjadi Mualaf Hingga Menulis 30 Juz Al-Qur’an
Dina pun berpesan kepada mereka yang akan memeluk Islam maupun baru memeluk Islam, untuk selau tetap istiqamah. Setiap Muslim pasti akan mendapat ujian tetapi yakinlah kepada Allah, Allah SWT pasti akan memberikan jalan yang terbaik. Kesabaran pasti akan mendapatkan hasilnya.