geram dedaun teh tak lagi sempat
badai lewat, tak ada yang tercatat
kembang sepatu berbunga,
tumbuh di sisi jalanan,
dimakan oleh kudaku
kesunyian itu —
meresap ke dalam batu-batu
seekor jengkerik menangis
puncak-puncak kabut
berguguran, betapa banyak
gunung rembulan
dari Gunung Atsumi
hingga ke Fuku-ura
mendingin senja hari
merah memerah
matahari terhentikan
angin musim luruh
sepanjang malam hari
simak desau angin gugur
di belakangan tegak gunung
bulan musim panen
iklim baik di Hokkuku
jangan tergantung pada cuaca
berkaca di wajah mekar bunga
merasa malukah engkau,
duhai bulan berbalut kabut?
sepanjang apa pun hari
tak juga cukup untuk berlagu-
burung kecil itu!
sambar halilintar:
jerit tangis bangau
menikam kegelapan
jalan kecil di pegunungan–
terbit cahaya matahari
menembus aroma prem
semak bersisian jalan
semakin dekat kau tampak
bunga-bunga bermekaran
bulan masih ada di sana
mempertegas betapa jauh rumah
musim panas di Suma
di cabang yang telanjang
hinggap seekor gagak
remang petang musim gugur
krisan berbunga putih
terperangkap di mata
tak satu ada: bercak debu
kampung itu betapa tua
tak ada satu rumah pun
tanpa sepohon kesemak.