IA yang melintas dari burung ke burung,
pada segenap anugerah hari yang berkah.
Hari yang mengayun suling, alun ke alun,
hari yang berdandan, baju dedaunan,
mengepak kepak yang membuka lorong
menembus pada apa yang dihembus angin
hingga ke tempat di mana burung memecahkan
angkasa biru yang padat –
lalu di sana, malam pun tiba.
Ketika aku pulang dari berbagai tualang,
aku diam, terdiam dan hijau
antara matahari dan geografi –
Aku saksikan bagaimana kepak sayap itu,
bagaimana wangi itu menyebar lewat
telegrap, bulu-bulu sayap,
dan dari ketinggianku, kusaksikan jejak setapak
musim semi dan susunan atap bubungan,
nelayan di kios-kios ikan,
pantalon busa buih-buihan;
Aku saksikan itu dari langit hijauku.
Aku tak lagi punya alif-ba-ta
tak setimbang burung layang-layang pada berkas terbangnya,
percik riak, percik cahaya,
dari burung kecil yang terbakar
yang menarik-menari, serbuk sari.
(Sumber)