APA yang kita bayangkan tentang kamar?
Nomor yang hanya akan kita ingat sebentar. Kunci yang kenapa kita terima dengan tangan gemetar? Semacam kecemasan selamat datang – yang di sajak ini, ingin sekali kutulis dalam tanda petik atau tanda kurung. Tapi, apa gunanya mengistimewakan perasaan yang rutin itu? Apa bedanya dengan pilihan single bed atau doube bed, sebab toh pada akhirnya kita hanya akan sendiri, berpeluk dengan sunyi sendiri, setelah menutup tirai tebal jendela itu, semacam sembunyi dari risau sendiri?
Apa yang kita harapkan dari sarapan?
Menu rutin yang buru-buru kita habiskan. Aku mungkin akhirnya hanya tergembirakan oleh jus jambu biji. Manis-masamnya itu, persis seperti apa yang dulu kucuri, di nakal masa kecilku. Aha, berapa lama ya aku sudah tak pernah mencuri lagi? Aduh, perasaan itu, seperti kata asing, yang dalam sajak ini harus kutulis dengan teks huruf miring. Tapi, apa gunanya juga membedakannya? Bukankah semuanya bisa tiba-tiba terasa jadi sangat asing? Terasa sangat huruf miring?
(sumber)