SEBELUM rindu, telah ia lupakan rindu
Ketika pecah fajar hari pertamanya itu
Mengibas sayap seperti menepis basah
Pada manik embun menghangat rasa salah
Ia kenang Kekasih seperti harum nektar
Sembunyi di ruang dasar bunga-bunga mekar
Dongeng itu baru saja, ia segeliat larva
Tak silau cahaya, karena ia tak bermata
Ia telah tahu begitu saja, yang memanggil
Yang menunggu, di sauna-embun-matahari itu
Adakah aku mencari? Apakah dia di sini?
Seperti pintu, kelopak itu membuang kunci
Mempersila rindu, mempersalah matihati
Putih putik adalah bibir rahasia Kekasih
tapi lidahnya kedap, manis tak terkecap
Juntai tangkai adalah lambai hati Kekasih
Memanggil ia dengan suara, sunyi Mahasuara
Hanya akan pulang ia, dengan embun bergula
Renjis-percik lagu, dari Madhu sesamudera
Apakah dia menanti? Ataukah dia sembunyi?
Di sayapnya, waktu mengepak dan hinggap,
Ia tak menolak, dan hari-hari lengkap…
Ia tak peduli, berapa bunga ia singgahi,
Dengung itu yang nanti menyunyi-menandai
Apakah Kekasih adalah bayang-bayang hari?
Angin yang jari, menunjuk pada serbuksari
Apakah Kekasih adalah diam yang menemani?
Terbang yang kelilingi tiga lingkar bumi
Apakah Kekasih adalah ada diri dia sendiri?
Awatara – yang menemui dan tak lagi mencari
Ketika telah ada, ia mungkin tak pernah ada
Hanya tubuh berganti, yang meneruskan kerja
Menjemput bening gula, manis yang rahasia
Sebelum jatuh bunga, dan buah tak menggumpa
Sayapnya nanti merapuh, lalu ia terjatuh…
Ketika nanti tiada, ia mungkin selalu ada
Pada Madhu, yang menyentuh lidah Kekasihnya
(Sumber)