Pada musim semi yang muda, tibalah bagiku saatnya
Mendatangi lagi, mencari tempat di luas bentang bumi
Dimana cinta tak bisa lagi ada, tak bisa lagi sisa;
O, betapa eloknya sunyi, betapa moleknya sendiri
Di danau; berbatas pagar batu-batu legam
Dan lingkar julang pinus bak menara mercu.
Lalu ketika malam menyelimutkan selubung suram
Di atas danau – di atas segala balau –
Angin pun berlalu melangkahiku tenang
Dengan siul berlagu bernada satu
Jiwa masa kanakku pun terpanggil,
Dicekam sunyi danau sendiri terpencil.
Dari cekaman teror tak ada takut menebar –
Cuma keriangan yang memendam geram getar
Juga perasaan yang tak terkata tak tergambar,
Bersemi musim dari pikiran yang gelap samar.
Kematian ada di riak ombak yang meracun itu
Dan di teluk yang menyimpan perangkat makam
Disaji untuk engkau yang membawa suka cita
ke gelap khayali, hitam imaji;
Engkau yang menumbuhliarkannya hingga tercipta
Taman Surga dari danau yang suram kelam.
(Dari Tamarlane and Other Poems, 1827
(Sumber)