Wajahmu basah hujan, tubuhku resah jalanan. Hatiku
bunga jeruru, tanganmu berdarah, di sepetik situ.
Pada beberapa lepau, di jejak lampau, kita singgah,
tak bisa menghindar dari saling sanggah; tubuhmu
membantah tubuhku. Luluh. Peluh. Tak tersengguh.
Remuk gagang pintu, aku mengungu, kamar menunggu.
Selalu saja, hanya sisa setengah, teh limau, seduh
bersudah-sudah, di gelas yang hendak segera pecah.