PADA Panggung Ungu, terpanggang mataku, bergeletar gendang telingaku, dilanda ombak suara, dilindu gelombang lagu.
Pada hati, lelaki menyentuhkan jemari di suara-suara itu, sunyi memanggil nyawanya kembali. Aku mendengarmu, mendengar sembunyiku
Bagaimana mengeja namamu, Suara? Aku bertanya, karena tak cukup sekali saja, aku merasa, kehilangan engkau.
(Sumber)