– 1 –
ia ingin ada yang memandikannya,
di sumur tempat mula dulu, ia menimba
umur, di sumur yang jernih airnya dulu
pernah membasuh matahari tiap pagi.
ia sudah lepaskan seluruh dirinya
tinggal jiwa yang telanjang, yang
menggigil teringat suara yang dulu
melepas pergi, dan kelak memanggil pulang.
– 2 –
hidup cuma sehari, saudara, cuma dua
kali mandi, kau mulai saat kau bayi,
lalu sekali lagi mandi ketika kelak
kau mati.
di antaranya? ah! siapa
yang suruh kau kotori
diri sendiri!
– 3 –
di suatu pagi, di kamar mandi,
sudah ia siapkan upacara, bersama
sabun yang tulus, handuk yang tabah
air di bak yang pasrah, gayung biru
yang tak pernah lelah, kran air
yang pemurah, sikat gigi yang ramah,
doa di pintu yang resah, juga sebuah
siul yang selalu gundah.
mestinya ia bersegera mandi,
“apa lagi yang kau nanti, saudara?”
“tunggu, tunggu! tubuhku,
di mana tubuhku!”
– 4 –
seperti archimedes, sudah berhari-hari
ia tak mandi, mencari jawab teka-teki
muskil itu, lalu di hari kesekian
di puncak ketidaktahuan, ditanggalkannya
seluruh pakaian, lalu diperhatikannya
tubuh telanjang di cermin besar di kamar
mandi itu, dan tiba-tiba ia merasa
telah menemukan sesuatu yang selama ini
ia cari.
“eureka! eureka!”
akhirnya…
– 5 –
cinta mereka tumbuh di mana-mana
dan terutama di kamar mandi, wah!
alangkah suburnya, alangkah suburnya
sebab cuma di sana, mereka punya
dua alasan untuk selalu telanjang
menanggalkan seluruh bayang bayang-bayang
alasan pertama, dan alasan kedua
rasanya tak perlu disebutkan dalam
puisi yang sopan santun ini
ya, di kamar mandi cinta mereka
tumbuh subur sebab mereka bisa
selalu kangen bertemu, untuk
alasan pertama, lalu melakukan
sesuatu dengan alasan kedua, atau
sebaliknya, atau sekaligus kedua-duanya
ya, di kamar mandi yang showernya
selalu mengucurkan air ke tubuh
mereka, cinta mereka tumbuh dengan suburnya.
Jan2003
(Sumber)