1. Bala Kelelesa
INI yang kini kutanggung, sekarang, Bung!
: bala kelelesa. Kata yang melata padaku,
menerpaksakan aku, menjadi aku yang bukan aku.
Lidahku sakit berpenyakit, oleh kebeluman
yang tak akan pernah bisa kusudah-sudahkan.
2. Atrium Sebuah Plaza
CAHAYA ranum, pada sebuah plaza, dikepung
putus-sangka. Dan kau, lelaki keras kepala.
Plaza ini adalah plasenta. Dan kita, adalah
jabang janin yang tak pernah bisa keluar dari
sana. Kandungan matang bulan, dan kita tak
pernah berani untuk benar-benar dilahirkan.
Kalau Ibu kita mati, keringlah tali-tembuni.
3. Melewati Kedai Kopi
KALAU kita duduk di situ, di bangku kayu itu,
maka kita akan menciptakan suatu kehilangan,
yaitu yang pergi tanpa pernah ia mau menunggu.
Kalau kita duduk di situ, Tuhan akan mencuriga,
apa yang hendak dilakukan oleh penulis cerita,
sutradara, juru rekam gambar, pelakon sandiwara?
Membuat kisah tentang kisah Seorang Tukang Kisah?
Kalau kita duduk di situ, tapi kita tidak duduk,
tidak di situ, dan kita tak memakakan kalau kita.
4. Senja dan Hujan, di Senayan
KAMI tiba tiba-tiba, bertiket perahu terbang
Bukan karena senja dan hujan ini mengundang
Pekan tanggung terasa telah tua, mengujung
Seperti bilang, “jangan, kau jangan datang!”
Senja dan hujan, membuatkan jalan di Senayan
menjadi murung kandang, mengurung dari pulang,
juga sebegitu susah, sekadar sebentar singgah.
5. Raung Kaca, Ruang Baca
NANTI aku ke sana sebagai pemelesir, terusir.
Mencari buku yang hilang, atau yang belum ada.
Itu sebab aku mampu sepura hati, berpura-pura.
Itu seperti danau, berparas kaca, bayanganku
meraung di sana, aku yang hanya sanggup gugup,
tentu tak mendengarnya: mencemaskan pangkalan
ditelan pasang, tak bisa berhenti, pusang hati.
Nanti aku ke sana sebagai pemburu, dengan pemuras,
senantiasa menodong ke arah kiri, ke dada sendiri.
6. Aku Sudah Tidak Lagi Bertanya
AKU sudah tidak lagi bertanya, lewat dari tapal berapa
lepas kata dari ikatan pantun, tualang menjadi tapa,
Aku pejalan berbahagia, menggadang pada rumah radang,
7. Antara Engkau, Dia dan Aku
ENGKAU adalah buku yang terus ingin dia baca.
Aku hanyalah pembatas buku, yang mengingatkan,
tapi selalu saja akhirnya tercecer, terlupakan.